Breaking News

Menteri ATR/BPN Akui Kesalahan Fatal di Lahan Jusuf Kalla: Dua Sertifikat di Satu Tanah, JK Sebut Ada “Rekayasa Besar”

Menteri ATR/BPN Nusron Wahid (Insert)Jusuf Kalla 

D'On, Jakarta
- Kisruh sengketa tanah yang menyeret nama besar keluarga Jusuf Kalla (JK) di Makassar akhirnya mendapat sorotan langsung dari pemerintah pusat. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN), Nusron Wahid, secara terbuka mengakui adanya kesalahan fatal dalam penerbitan sertifikat tanah yang kini menjadi sumber polemik.

“Saya akui ada kesalahan dari BPN. Kenapa bisa terbit dua sertifikat untuk lahan yang sama? Itu jelas tidak dibenarkan,” tegas Nusron saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (6/11/2025).

Dua Sertifikat di Satu Lahan: Kesalahan yang Tak Bisa Ditoleransi

Menurut Nusron, sejak awal lahan yang berada di kawasan Metro Tanjung Bunga, Makassar, sudah bersertifikat sah atas nama PT Hadji Kalla, perusahaan milik keluarga mantan Wakil Presiden dua periode tersebut. Namun, belakangan muncul sertifikat baru atas nama PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD)  entitas yang berada di bawah naungan Lippo Group.

“Kalau sertifikat Hadji Kalla lebih dulu terbit, seharusnya langkah berikutnya adalah mediasi antar pihak. Bukan langsung eksekusi di lapangan. Itu prosedur dasarnya,” jelas Nusron.

Kementerian ATR/BPN, lanjutnya, kini telah mengirim surat resmi kepada Pengadilan Negeri (PN) Makassar untuk meminta klarifikasi atas dasar eksekusi yang dilakukan terhadap lahan tersebut.

“Kami mempertanyakan dasar hukumnya. PN Makassar sudah tiga kali membatalkan undangan konstatering, tapi tiba-tiba berubah menjadi eksekusi. Ini tidak benar,” ujar Nusron dengan nada serius.

Ia menegaskan, sengketa hukum sebenarnya bukan antara PT Hadji Kalla dengan GMTD, melainkan antara GMTD dan pihak lain yang mengklaim lahan yang sama. Namun, akibat kelalaian administratif dan lemahnya kontrol internal, lahan milik Hadji Kalla justru ikut terseret dalam pusaran sengketa.

JK Turun ke Lapangan: “Ini Tanah Saya Beli 35 Tahun Lalu!”

Tidak tinggal diam, Jusuf Kalla  sosok yang dikenal kalem dan penuh perhitungan  turun langsung ke lokasi yang kini menjadi medan sengketa. Di bawah teriknya matahari Makassar, JK meninjau lahannya dan menunjukkan ekspresi kecewa bercampur geram.

“Ini tanah saya beli sendiri 35 tahun lalu. Tidak pernah bermasalah. Kami tidak punya hubungan hukum sedikit pun dengan GMTD,” ujar JK tegas di hadapan awak media.

JK juga menyoroti kejanggalan munculnya klaim dari pihak Manyombalang, seseorang yang disebut-sebut sebagai penggugat lahan tersebut. Dengan nada sinis, JK mempertanyakan logika klaim tersebut.

“Yang menuntut itu Manyombalang. Itu penjual ikan, masa punya tanah seluas ini?” katanya penuh keheranan.

Menurut JK, ada aroma rekayasa dan dugaan praktik mafia tanah yang bermain di balik kasus ini. Ia menyebut ada pihak-pihak tertentu yang sengaja “memanfaatkan celah hukum” untuk mengambil alih lahan secara tidak sah.

“Ini kebohongan. Ini rekayasa. Jangan main-main di Makassar,” kata JK dengan nada tajam.

Ia juga menyinggung sosok Hj. Najmiah, pemilik lama lahan yang menjual tanah itu kepadanya puluhan tahun lalu. JK menduga Najmiah telah menjadi korban tekanan atau tipu muslihat sehingga muncul klaim baru atas tanah yang telah lama sah menjadi miliknya.

“Kalau Hadji Kalla Saja Bisa Diperlakukan Begini, Apalagi Rakyat Biasa”

Dengan nada tegas dan wajah menahan emosi, Jusuf Kalla memperingatkan bahwa kasus ini bisa menjadi preseden berbahaya bagi masyarakat luas jika dibiarkan begitu saja.

“Kalau begini, seluruh kota bisa dimainkan seperti ini. Ini perampokan. Kalau Hadji Kalla saja bisa diperlakukan begini, apalagi masyarakat biasa,” ujarnya.

JK menilai, tindakan sembrono dalam penerbitan sertifikat baru tanpa dasar yang kuat bukan hanya merusak kepercayaan publik terhadap lembaga negara, tetapi juga mengancam kepastian hukum di bidang pertanahan.

“Ini bukan sekadar soal tanah saya, ini soal keadilan dan kepastian hukum. Negara tidak boleh diam. Kalau sistem seperti ini dibiarkan, yang akan hancur itu rakyat kecil,” ucapnya.

ATR/BPN Didesak Bersih-Bersih Internal

Pengakuan Menteri Nusron bahwa ada kesalahan di tubuh BPN menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah akan melakukan audit besar-besaran terhadap proses sertifikasi tanah di seluruh Indonesia.

Sumber internal BPN bahkan menyebut, kasus ini bisa membuka “kotak Pandora” praktik mafia tanah, yang selama ini diduga bermain di balik banyaknya kasus tumpang tindih sertifikat di berbagai daerah.

Langkah konkret yang kini diambil antara lain:

  • Menunda seluruh proses hukum eksekusi sebelum ada klarifikasi lengkap.
  • Menginstruksikan evaluasi menyeluruh terhadap Kantor Pertanahan Kota Makassar.
  • Membentuk tim investigasi gabungan ATR/BPN dan Kejaksaan Agung untuk menelusuri kemungkinan adanya unsur pidana dalam penerbitan sertifikat baru.

JK Siap Tempuh Jalur Hukum: “Kita Lawan Sampai Tuntas”

Meski telah berusia 83 tahun, semangat JK untuk melawan ketidakadilan tampak tak surut sedikit pun. Ia menegaskan akan membawa kasus ini ke ranah hukum dan mengawal prosesnya hingga tuntas.

“Mau sampai manapun, kita siap melawan ketidakadilan. Pengadilan harus berlaku adil. Jangan dimain-mainkan,” tegasnya menutup pernyataan.

Kasus yang Bisa Mengguncang Sistem Pertanahan Nasional

Kisruh lahan Hadji Kalla ini kini bukan sekadar sengketa antar perusahaan, tetapi telah berkembang menjadi simbol kegagalan sistem pertanahan nasional.
Kasus ini membuka mata publik bahwa tumpang tindih sertifikat tanah bukan sekadar kesalahan administratif, melainkan bisa menjadi pintu masuk bagi praktik mafia tanah yang terorganisir.

Jika pemerintah gagal menuntaskan kasus ini secara transparan dan adil, bukan mustahil kepercayaan publik terhadap BPN akan runtuh, dan setiap pemilik tanah akan merasa tak lagi aman atas aset yang dimilikinya.

(FS)

#ATRBPN #Nasional #SengketaLahan #JusufKalla