Breaking News

Viral Video Pria Curhat Kena Pungli TNI dan DPR untuk Antar Bantuan Bencana, Berujung Minta Maaf

BPBD Tapanuli Selatan juga mencatat sedikitnya 5.366 warga mengungsi karena rumah dan fasilitas umum di kawasan terdampak mengalami kerusakan berat. Tampak dalam foto, sebuah rumah terlihat berserakan puing-puing di sebuah desa yang terdampak banjir bandang di Batang Toru, Sumatera Utara, Senin 1 Desember 2025. (AP Photo/Binsar Bakkara)

D'On, Jakarta
- Sebuah video pengakuan seorang pria terkait dugaan pungutan liar saat hendak menyalurkan bantuan ke korban banjir bandang di Sumatera Utara mendadak menyambar perhatian publik. Dalam lanskap digital yang kerap memanaskan percakapan sebelum fakta rampung dikumpulkan, video itu merebak seperti api yang menemukan tumpukan ranting kering.

Dalam rekaman yang beredar pada Rabu (3/12/2025), seorang pria bernama M. Asyraf Sugana Nasution mengaku kesulitan menyalurkan logistik karena tidak memiliki kendaraan bak. Ia bercerita mencoba meminta dukungan kendaraan operasional dari Kodim setempat namun mengklaim justru dimintai biaya hingga Rp2 juta. Ia juga menyebut sempat beralih meminta bantuan melalui seorang anggota DPR, namun kembali dipatok bayaran sebesar Rp1 juta.

“Nego… nego… bro. Sama TNI. Akhirnya ketemu channel lain lewat DPR, tetap dipatok. Mereka bilang nggak ada yang gratis di dunia ini,” ujar Asyraf dalam video itu, nada suaranya terdengar seperti seseorang yang kelelahan sekaligus terkaget oleh lanskap birokrasi yang tak ia duga.

Pengakuannya menyulut reaksi berjenjang: publik bertanya-tanya, sementara warganet mulai mengaitkan dugaan pungli ini dengan kondisi bencana yang masih berlangsung. Bantuan yang seharusnya mengalir cepat justru dianggap tersendat oleh mekanisme yang tak jelas ujung pangkalnya.

Namun narasi itu tidak bertahan lama.

Video Kedua: Asyraf Muncul dan Meminta Maaf

Tak lama setelah video pertama menyebar luas, muncullah rekaman kedua: Asyraf duduk bersama kedua orang tuanya, wajahnya tampak tegang namun terukur, memberikan klarifikasi bahwa ucapannya sebelumnya keliru.

Dengan bahasa yang lebih berhati-hati, ia menyebut bahwa pernyataan dalam video pertamanya dipicu oleh percakapan internal dalam grup relawan yang membuatnya tersulut emosi.

“Saya ingin klarifikasi… saya salah berbicara terhadap instansi TNI dan saya meminta maaf setulusnya, tanpa paksaan,” ujar Asyraf.

Ia menegaskan kembali bahwa kesalahpahaman itu tidak lebih dari kekeliruan interpretasi dalam dinamika relawan yang bekerja di tengah situasi bencana.

“Dalam relawan bantuan itu terjadi komunikasi yang membuat saya terpancing. Itu murni kesalahan saya,” tuturnya.

Kedua orang tuanya tampak menunduk, memberi sinyal bahwa keluarga mencoba menyelesaikan perkara ini tanpa memperpanjang ketegangan.

Sikap TNI: Bantahan Tegas dan Pesan Berhati-Hati

Menanggapi isu ini, Kapuspen TNI Brigjen TNI (Mar) Freddy Ardianzah angkat suara. Dalam keterangan tertulis, ia menyebut bahwa Asyraf telah menghubungi TNI dan menyampaikan permintaan maaf secara langsung. Freddy menegaskan bahwa informasi pungli sebagaimana disebut dalam video pertama tidak benar.

“Yang bersangkutan sudah konfirmasi dan minta maaf, bahwa itu tidak benar.”

Freddy juga mengingatkan bahwa setiap laporan masyarakat tetap akan ditindaklanjuti namun harus disertai bukti yang jelas, bukan sekadar narasi yang langsung diunggah ke media sosial.

“Apabila ada pengaduan, mohon disertai bukti dan keterangan yang jelas agar bisa dilakukan pengecekan terhadap satuan maupun prajurit yang dimaksud.”

Freddy menambahkan bahwa TNI punya mekanisme disiplin internal yang ketat. Setiap prajurit yang melanggar, kata dia, tidak akan dilindungi. Namun ia meminta publik berhati-hati karena situasi bencana adalah ruang yang rentan diselimuti informasi setengah matang.

“Kita harus saling menguatkan di masa sulit ini. Jangan sampai pernyataan yang tidak terverifikasi justru memperkeruh keadaan,” tegasnya.

Konteks Lebih Luas: Bencana, Relawan, dan Informasi yang Mengabur

Di tengah upaya evakuasi dan distribusi bantuan, relawan kerap berlomba melawan waktu. Ketergesaan, tekanan psikologis, dan dinamika lapangan kerap membuat percakapan internal melebar tanpa filter. Para ahli komunikasi krisis menyebut situasi bencana selalu membuka ruang bagi noise: miskomunikasi, salah tafsir, dan narasi spontan yang viral sebelum diverifikasi.

Kasus Asyraf adalah salah satu dari fragmen kecil bagaimana suara relawan dapat berubah menjadi isu publik hanya dalam hitungan menit.

Pelajaran di Tengah Bencana

Kisah ini memperlihatkan dua hal sekaligus: bahwa masyarakat butuh saluran pengaduan yang cepat dan responsif, dan bahwa setiap tuduhan harus berdiri di atas bukti yang kokoh, bukan hanya emosi atau percakapan grup.

Di tengah banjir bandang yang merenggut rumah dan harapan warga, keakuratan informasi bukan sekadar urusan reputasi melainkan bagian dari upaya menjaga koordinasi agar bantuan benar-benar sampai pada mereka yang menunggu dalam dingin dan lumpur.

(L6)

#Viral #Peristiwa