Update Korban Bencana Sumatera Tembus 914 Jiwa, 389 Masih Hilang
D'On, Sumatera - Jumlah korban meninggal akibat banjir bandang dan longsor yang menerjang Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat terus bertambah. Hingga Sabtu (6/12/2025), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 914 orang meninggal dunia, naik 47 korban dibandingkan sehari sebelumnya.
Dalam konferensi pers, Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, merinci sebaran korban jiwa yang membuat publik kembali terhenyak.
- Aceh: 359 jiwa (naik 14 dari 345)
- Sumatera Utara: 329 jiwa
- Sumatera Barat: 226 jiwa
“Ini data terbaru hingga Sabtu siang, hasil sinkronisasi dengan tim SAR gabungan di lapangan,” kata Muhari.
389 Orang Masih Hilang, Sebagian Ditemukan Selamat
Jumlah orang yang masih dinyatakan hilang turun cukup signifikan, dari 521 menjadi 389 jiwa. Penurunan drastis ini menumbuhkan sedikit harapan di tengah kabar duka berkepanjangan.
Menurut Muhari, tidak sedikit warga yang awalnya dilaporkan hilang ternyata berhasil menyelamatkan diri.
“Ada beberapa korban yang dilaporkan hilang, namun kemudian ditemukan selamat di lokasi-lokasi pengungsian,” ujarnya.
Meski begitu, ia menekankan bahwa 389 orang belum ditemukan adalah angka yang sangat besar, dan setiap menit pencarian menjadi krusial.
Tim SAR gabungan kini memperluas area pencarian hingga radius sungai, kawasan hutan terisolasi, hingga lembah yang tertimbun longsor.
Mengapa Bencana Ini Begitu Dahsyat?
BNPB dan Akademisi Ungkap 3 Faktor Kunci
Bencana besar yang menghantam Sumatera sejak 24 November 2025 bukan sekadar akibat hujan lebat. Para ahli meteorologi dan geospasial menyebut tiga faktor utama yang berinteraksi dan memperparah dampak bencana.
1. Atmosfer Sangat Aktif: Siklon, Vortex, dan Curah Hujan Ekstrem
Ketua Program Studi Meteorologi ITB, Muhammad Rais Abdillah, menjelaskan bahwa Sumatera bagian utara berada tepat pada puncak musim hujan dengan karakteristik dua puncak intensitas dalam setahun.
Beberapa data yang ia ungkap sangat mengejutkan:
- Curah hujan mencapai 150–300 milimeter per hari.
- Beberapa stasiun BMKG mencatat lebih dari 300 mm, mendekati level ekstrem banjir Jakarta 2020.
- Pada 24 November, terbentuk vortex dari Semenanjung Malaysia yang berkembang menjadi Siklon Tropis Senyar di Selat Malaka.
Walau tidak sekuat siklon di Samudra Hindia, Senyar meningkatkan suplai uap air, memperkuat pembentukan awan hujan, dan memperluas area presipitasi.
“Indikasi cold surge vortex dan sistem skala meso turut mendorong terbentuknya awan-awan hujan besar,” jelas Rais.
Kombinasi ini menjadikan hujan tak hanya deras, tapi kontinu, luas, dan bertahan lama.
2. Kerusakan Lingkungan: Tanah Kehilangan Kemampuan Menyerap Air
Hujan deras mestinya bukan langsung identik dengan bencana besar—asal lingkungan masih sehat.
Namun menurut Heri Andreas, Dosen Teknik Geodesi dan Geomatika ITB, kerusakan lingkungan memperparah kondisi banjir.
“Banjir bukan hanya soal hujan. Ini tentang bagaimana air diterima, diserap, dan dikelola permukaan bumi.”
Ia menjelaskan:
- Hilangnya tutupan vegetasi
- Perubahan fungsi lahan yang masif
- Dominasinya permukiman dan perkebunan intensif
- Menurunnya kapasitas tampung lingkungan
membuat air hujan yang turun dalam volume besar tidak lagi terserap, melainkan langsung mengalir deras ke sungai dan lembah memicu banjir bandang.
3. Kapasitas Tampung Wilayah Melemah: Infrastruktur Tak Mampu Menahan Beban
Banyak daerah terdampak ternyata memiliki kapasitas tampung yang telah berada pada titik kritis.
Sungai yang menyempit, sedimentasi tinggi, drainase yang tidak terhubung dengan baik, serta kawasan resapan yang hilang, membuat daerah-daerah tersebut tak lagi sanggup menahan limpasan air.
Heri menilai peta bahaya banjir di Indonesia masih jauh dari sempurna. Pemodelan geospasial yang belum komprehensif membuat mitigasi berbasis risiko masih lemah.
“Perencanaan tata ruang berbasis risiko seharusnya menjadi prioritas nasional. Tanpa itu, bencana seperti ini akan kembali terulang.”
Luka Panjang Sumatera: Antara Kehilangan dan Harapan
Bencana yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sejak akhir November ini menjadi salah satu yang terbesar dalam satu dekade terakhir.
Lebih dari 914 keluarga berduka, ratusan orang masih hilang, dan ribuan lainnya mengungsi.
Di tengah semua itu, cerita tentang warga yang ditemukan selamat memberi cahaya kecil dalam gelapnya duka.
Pencarian, evakuasi, dan pemulihan masih terus berlangsung.
Dan satu pertanyaan besar kembali menggema:
Seberapa siap kita menghadapi bencana yang makin sering datang?
(L6)
#UpdateKorbanBanjirSumatera #BencanaAlam #BanjirSumatera
