Breaking News

Purbaya Ungkap TKD Turun 24 Persen pada 2026: “Banyak yang Dikorupsi, Belanja Daerah Tidak Efisien”

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa 

D'On, Jakarta —
Pemerintah pusat memangkas anggaran Transfer ke Daerah (TKD) sebesar 24,8 persen dalam RAPBN 2026. Langkah drastis ini, menurut Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, bukan sekadar penyesuaian fiskal, melainkan konsekuensi dari temuan berulang mengenai korupsi dan rendahnya kualitas belanja daerah.

Berbicara dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kadin di Grand Hyatt Jakarta, Senin (1/12), Purbaya menyampaikan bahwa pemerintah pusat kehilangan kepercayaan terhadap banyak pemerintah daerah akibat penyalahgunaan anggaran yang terus terjadi.

“Banyak uang yang dikorupsi oleh pemerintah daerah. Karena itu, tidak aneh kalau anggaran transfer daerah dipotong sebesar itu. Pemimpin tertinggi sudah tidak percaya dengan daerah,” ujar Purbaya di hadapan peserta Rapimnas.

Dialog dengan Kepala Daerah Gagal Yakinkan Pemerintah Pusat

Purbaya menuturkan bahwa Kementerian Keuangan sudah menggelar dialog dengan seluruh bupati dan wali kota sebelum memutuskan pemangkasan TKD. Namun, ia menyebut tidak ada argumen kuat yang bisa disampaikan kepala daerah untuk mempertahankan besaran anggaran.

Menurutnya, sebagian besar kepemimpinan daerah gagal menunjukkan bahwa belanja APBD dieksekusi secara disiplin, tepat sasaran, dan menghasilkan dampak nyata bagi perekonomian.

Penyerapan APBD Dinilai Buruk, Belanja Modal Jauh dari Target

Data Kementerian Keuangan menunjukkan hingga Oktober 2025, belanja daerah baru terserap 63,78 persen atau Rp 902,73 triliun. Sementara itu, belanja yang bersifat produktif masih tertinggal jauh:

  • Belanja modal baru 41,47 persen
  • Realisasi hanya Rp 88,322 triliun dari pagu Rp 212,97 triliun

Belanja modal yang seharusnya menjadi tumpuan pembangunan infrastruktur, peningkatan layanan publik, serta penggerak ekonomi tertinggal paling jauh.

Purbaya menilai kondisi ini menunjukkan lemahnya perencanaan, rendahnya kapasitas eksekusi, dan tingginya risiko penyimpangan anggaran.

Masih Ada Peluang TKD Naik, Tapi Syaratnya Berat

Meski keras dalam kritiknya, Purbaya membuka ruang untuk mengembalikan TKD ke level lebih tinggi. Ia menyebut ada satu syarat besar yang menentukan:

“Kalau pada kuartal terakhir tahun ini sampai kuartal pertama tahun depan belanja tepat sasaran, tidak dikorupsi, dan berdampak ke ekonomi, saya akan bilang ke Presiden bahwa pemda sudah disiplin. Anggaran TKD bisa kembali naik.”

Kementerian Keuangan akan memantau data realisasi APBD dari Oktober 2025 hingga Maret 2026 sebagai indikator utama disiplin fiskal daerah.

Jika pemerintah daerah mampu membuktikan perbaikan signifikan, rekomendasi kenaikan anggaran akan diajukan kepada Presiden Prabowo Subianto.

Pemangkasan TKD Terdalam dalam Satu Dekade

Dalam RAPBN 2026, pemerintah mematok TKD sebesar Rp 650 triliun, turun dari Rp 848,52 triliun pada APBN 2025. Pemotongan hampir Rp 200 triliun ini merupakan salah satu kontraksi fiskal terbesar dalam 10 tahun terakhir.

Pengurangan alokasi ini diprediksi akan mempengaruhi kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai berbagai program layanan publik dan pembangunan infrastruktur, terutama di wilayah dengan ketergantungan tinggi pada dana pusat.

Sinyal Tegas Pemerintah Pusat Terhadap Daerah

Pernyataan Purbaya yang disampaikan secara terbuka di hadapan pelaku usaha nasional menjadi sinyal jelas bahwa pemerintah tidak lagi toleran terhadap:

  • belanja tidak produktif,
  • serapan anggaran yang lambat,
  • pola mark-up dan proyek fiktif,
  • hingga praktik rente yang membebani anggaran daerah.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah pusat memang terus menekan agar TKD lebih berkualitas dan diarahkan pada program prioritas nasional. Namun, dugaan kebocoran anggaran yang tak kunjung mereda membuat kepercayaan pusat kepada daerah merosot tajam.

Menanti Respons Daerah

Pernyataan pedas Purbaya diperkirakan akan memicu reaksi dari para kepala daerah, terutama mereka yang menilai pemotongan TKD dapat mengganggu pelayanan masyarakat. Namun, bagi pemerintah pusat, langkah ini dianggap perlu untuk mendorong disiplin, transparansi, dan akuntabilitas.

Dengan tenggat waktu hingga Maret 2026, kini sorotan publik mengarah ke pemerintah daerah: apakah mereka mampu membuktikan diri dan mengembalikan kepercayaan pusat?

(K)

#Nasional #PurbayaYudhiSadewa