Bea Cukai Terancam Dibekukan? Menkeu Purbaya Ungkap Peta Jalan Reformasi dan Nasib 16 Ribu Pegawai

Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa inspeksi mendadak (sidak) ke Posko Bea Cukai di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Senin (13/10/2025).
D'On, Jakarta - Di tengah sorotan publik atas serangkaian polemik yang melibatkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan skenario pembenahan yang berada pada spektrum ekstrem: mulai dari reformasi total hingga opsi pembekuan instansi. Dalam lanskap birokrasi yang biasanya memilih langkah perlahan, pernyataan Purbaya terasa seperti dentang lonceng perubahan yang tak bisa diabaikan.
Saat ditemui usai menghadiri Rapimnas Kadin pada Selasa (2/12/2025), Purbaya menegaskan bahwa keputusan final berada di tangan Presiden Prabowo Subianto. Namun nada tegasnya menunjukkan bahwa pemerintah tidak lagi menoleransi stagnasi apalagi bila masalah internal terus menumpuk.
“Kalau emang nggak bisa perform ya kita bekukan. Dan betul-betul-betul beku, artinya 16 ribu pegawai bea cukai kita rumahkan,” ujar Purbaya tanpa basa-basi. Ungkapan itu bergema seperti ketukan palu, menandai keseriusan pemerintah dalam membongkar persoalan lama.
Meski begitu, ia menambahkan bahwa pembekuan bukanlah langkah yang ingin diambil pertama kali. Pemerintah memberi ruang bagi reformasi ruang yang tidak luas, namun cukup untuk bergerak cepat.
Ruang Bernapas: Satu Tahun untuk Menghindari Pembekuan
Dalam pertemuan tertutup di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Kamis (27/11/2025), Purbaya memanggil seluruh pucuk pimpinan Bea Cukai. Di ruangan yang dipenuhi wajah-wajah tegang itu, ia menyampaikan ultimatum: satu tahun untuk melakukan reformasi struktural maupun kultural.
“Saya sudah minta waktu ke Presiden satu tahun untuk tidak diganggu dulu, biar saya bereskan dan perbaiki Bea Cukai,” tuturnya.
Purbaya menekankan bahwa arus kritik publik terhadap Bea Cukai bukan lagi sekadar riak, melainkan ombak besar yang menguji ketahanan institusi. Citra DJBC berada pada titik rawan, dan waktu yang diberikan Presiden harus dimanfaatkan habis-habisan untuk memulihkannya.
Catatan sejarah turut menjadi bayang-bayang. Pada era Orde Baru, fungsi pemeriksaan bea dan pabean pernah dialihkan ke perusahaan pengawasan asal Swiss, SGS, karena pemerintah menilai kinerja Bea Cukai kala itu tidak lagi bisa diandalkan. Jejak tersebut kini tampak seperti cermin yang memantulkan peringatan keras.
Nasib Pegawai di Ujung Timba Reformasi
Reformasi yang didorong pemerintah bukan sekadar penataan ulang sistem; konsekuensinya langsung menyentuh 16.000 pegawai DJBC yang selama ini menjadi tulang punggung operasional bea masuk, cukai, dan pengawasan kepabeanan di seluruh Indonesia.
Purbaya menggarisbawahi bahwa evaluasi kinerja akan dilakukan berlapis dan bertahap. Tidak semua pegawai otomatis dapat bertahan.
“Nanti kan kelihatan yang mana yang bisa gabung, yang mana yang nggak. Yang nggak bisa merubah diri ya saya selesaikan langsung,” katanya.
Nada kalimat itu memotong angin seperti pisau birokrasi: sederhana, tegas, dan menyiratkan bahwa perubahan bukan lagi pilihan, melainkan syarat kelangsungan.
Meski demikian, Purbaya menyebut bahwa kompetensi pegawai Bea Cukai sebenarnya kuat. “Orang Bea Cukai pintar-pintar,” ujarnya. Ia yakin detik-detik menuju tenggat waktu setahun ini justru dapat menjadi pemantik transformasi total, bila kultur internal bisa diselaraskan dengan tuntutan publik.
Menghindari Jalan Paling Gelap
Di balik pernyataan-pernyataan kerasnya, Purbaya tetap memberi sinyal bahwa pemerintah tidak ingin langsung menghukum sebelum memberi kesempatan. Ia menyebut pembekuan sebagai langkah terakhir, semacam gerbang darurat yang hanya dibuka ketika semua cara tak lagi berhasil.
“Sebaiknya kita perbaiki diri dulu daripada langsung ditutup tanpa warning. Dikasih kesempatan terlebih dahulu,” ujarnya.
Namun kesempatan itu tidak berpanjangan hanya setahun, dengan sorotan publik sebagai penonton yang tak berkedip.
Mengapa Reformasi Ini Begitu Mendesak?
Menurut berbagai sumber dalam pemerintahan, tekanan muncul karena tiga faktor besar:
- Citra publik yang merosot akibat beberapa kasus viral terkait pelayanan dan dugaan penyalahgunaan kewenangan.
- Performa pengawasan ekspor-impor yang dinilai masih belum optimal dalam menghadang penyelundupan maupun kebocoran penerimaan.
- Dorongan presiden untuk membangun birokrasi yang bersih, cepat, dan tidak bertele-tele, sejalan dengan agenda reformasi besar pemerintah.
Dalam konteks itu, Bea Cukai dianggap sebagai salah satu simpul strategis yang harus dibenahi terlebih dahulu.
Satu Tahun yang Akan Mencatat Banyak Nama
Reformasi Bea Cukai kini memasuki babak yang jarang terjadi: transparan, tegas, dan penuh risiko. Dalam satu tahun ke depan, 16 ribu pegawai harus membuktikan bahwa mereka layak menjadi bagian dari institusi yang “dibentuk ulang”.
Setahun ke depan bisa menjadi masa kelahiran kembali Bea Cukai atau menjadi catatan kelam yang akan dikenang lama.
Pemerintah telah menyalakan stopwatch.
Detiknya berjalan.
Dan nasib satu instansi besar kini berada dalam kompetisi antara perbaikan… atau pembekuan total.
(Mond)
#BeaCukai #Nasional #PurbayaYudhiSadewa #MenteriKeuangan