Breaking News

Momen Menhut Raja Juli Antoni ‘Disidang’ DPR: Dari Kayu Gelondongan hingga Desakan Mundur

Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni saat rapat kerja di Komisi IV DPR (dua dari kanan) (Istimewa)

D'On, Jakarta — Suasana ruang rapat Komisi IV DPR RI di Senayan memanas.
Pada Kamis (4/12/2025), Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni duduk berhadapan dengan para legislator yang tengah menuntut penjelasan terkait rangkaian banjir dan longsor besar di Aceh hingga Sumatra Barat bencana yang menelan ratusan korban jiwa dan meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat.

Rapat kerja yang sejatinya bersifat evaluatif itu berubah menjadi ‘sidang terbuka’ yang mempertanyakan bukan hanya kebijakan, tetapi juga akuntabilitas seorang menteri.

Kayu Gelondongan di Tengah Banjir: Titiek Soeharto Sorot Sumber Masalah

Ketua Komisi IV DPR, Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto), menjadi sosok pertama yang melempar sorotan tajam. Ia menyinggung banyaknya kayu gelondongan yang tampak berserakan dan terseret aliran banjir di Sumatra sebuah sinyal kuat tentang kerusakan hutan yang tidak lagi bisa ditutupi.

Dengan nada tegas, Titiek menyampaikan bahwa bencana di Sumatra tidak semata-mata akibat hujan ekstrem atau fenomena siklon tropis.

“Ini bukan lagi sekadar anomali cuaca. Ini alarm keras bagi kita semua,” tegas Titiek di hadapan Menhut.

Menurutnya, daya serap tanah di kawasan hulu telah runtuh akibat deforestasi masif. Ia menyebut bahwa setiap banjir besar yang terjadi serentak dan berulang adalah bukti nyata menara air di hulu telah hancur.

“Kita tidak bisa terus menyalahkan curah hujan tinggi, sementara menutup mata terhadap kondisi hutan yang gundul,” ujarnya.

Sorotan Titiek dianggap sebagian kalangan sebagai pesan terselubung agar kementerian berhenti bersembunyi di balik dalih cuaca ekstrem.

PKS Desak Menteri Mundur: “765 Nyawa Itu Bukan Angka”

Ketegangan meningkat saat giliran Rahmat Saleh dari PKS berbicara. Tidak seperti biasanya, ia menohok langsung ke arah kursi menteri.

Rahmat mengungkapkan data korban yang mengejutkan:

  • 765 meninggal dunia (per data kemarin),
  • 650 orang masih hilang.

Dalam konteks itu, ia menyampaikan desakan yang jarang terdengar di forum DPR:

“Satu nyawa sangat berharga. Kalau menteri tidak sanggup mengatasi ini, mundur adalah tindakan gentleman.”

Rahmat bahkan mencontohkan dua menteri di Filipina yang mundur setelah gagal mencegah banjir besar di negaranya.

“Di Filipina, dua menteri mengundurkan diri. Mereka gentleman. Mereka menganggap diri tidak mampu mengatasi bencana. Kenapa di sini tidak bisa begitu?”

Pernyataan ini membuat suasana ruang rapat mengeras. Semua mata mengarah ke Raja Juli Antoni.

Respons Menhut Raja Juli: Tenang, tetapi Mengakui Beratnya Kritik

Berbeda dari nada keras yang diterimanya, Raja Juli Antoni merespons dengan nada tenang. Ia menegaskan bahwa jabatan adalah amanah dan evaluasi sepenuhnya berada di tangan Presiden Prabowo Subianto.

“Kekuasaan itu milik Allah. Hak prerogatif Presiden. Saya siap dievaluasi,” ujarnya.

Raja juga menyebut tidak pernah menghapus kritik netizen, bahkan saat desakan mundur menggema di media sosial.

“Kritik itu aspirasi, kemarahan, ekspektasi. Itu harus didengarkan.”

Namun ia juga menegaskan bahwa tugasnya adalah bekerja sekuat tenaga, sementara keputusan jabatan ada pada Presiden.

Kecurigaan Deforestasi: Polisi Dilibatkan

Di tengah panasnya diskusi, Raja Juli mengungkap telah berkoordinasi dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memperkuat penjagaan hutan.

“Tim sudah bergerak. Kami punya MoU dengan Polri untuk menjaga hutan,” katanya.

Pernyataan ini dibaca sebagai sinyal bahwa pemerintah mulai menaruh perhatian serius pada peran perusahaan-perusahaan yang diduga membuka hutan tanpa kontrol ketat.

Banjir Sumatra Jadi Cambuk: Menhut Akui Harus “Refleksi” Total

Menhut tak menutup mata bahwa bencana besar ini menampar keras kinerja sektor kehutanan.

“Peristiwa ini melecut saya untuk refleksi,” katanya.

Ia memastikan akan melakukan:

  • Evaluasi total terhadap tata kelola hutan,
  • Pembenahan sistem forest governance,
  • Pemetaan ulang kawasan hutan yang rentan bencana.

Selain itu ia mengklaim telah mengeksekusi instruksi Presiden Prabowo untuk mempercepat bantuan kemanusiaan ke korban banjir.

Rapat Panas, Pertaruhan Politik Menguat

Rapat di Komisi IV tadi tidak hanya membicarakan banjir. Ia juga membuka babak baru dalam hubungan eksekutif-legislatif terkait isu lingkungan yang selama ini dianggap “tak seksi” secara politik.

  • Ada tekanan moral: ratusan nyawa melayang.
  • Ada tekanan hukum: dugaan pembalakan liar.
  • Ada tekanan publik: tagar desakan mundur bergema di media sosial.
  • Ada pertaruhan jabatan: apakah Menhut mampu memulihkan kepercayaan publik?

Rapat tersebut pada akhirnya menunjukkan satu hal: bencana di Sumatra bukan semata tragedi alam, tetapi akumulasi krisis tata kelola hutan yang meledak dalam satu momentum.

Dan kini, sorotan politik mengarah tepat ke pangkal masalah itu.

(L6)

#RajaJuliAntoni #DPR #Nasional #BanjirSumatera