Doktif Resmi Jadi Tersangka Kasus Pencemaran Nama Baik, Polisi Tempuh Jalur Mediasi
D'On, JAKARTA — Kepolisian resmi menetapkan pemilik akun media sosial @dokterdetektifreal, yang dikenal luas dengan sebutan Doktif, sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik. Sosok di balik akun tersebut diketahui bernama Dokter Samira, seorang dokter yang aktif mengulas dan mengomentari berbagai isu publik di media sosial.
Penetapan status tersangka ini disampaikan langsung oleh Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal (Wakasat Reskrim) Polres Metro Jakarta Selatan, Kompol Dwi Manggala Yuda, dalam keterangan resminya pada Kamis, 25 Desember 2025.
“Perkara ini terkait dugaan pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27A Undang-Undang ITE. Perkaranya telah naik ke tahap penyidikan dan status tersangka ditetapkan pada 12 Desember 2025,” ujar Kompol Dwi.
Naik ke Penyidikan Setelah Proses Panjang
Kasus ini berawal dari laporan seorang dokter bernama dr. Tri, yang merasa nama baik dan kehormatannya diserang melalui unggahan akun @dokterdetektifreal. Laporan tersebut tercatat secara resmi dengan nomor:
LP/B/779/III/2025/SPKT/POLRES METRO JAKSEL/POLDA METRO JAYA,
tertanggal 6 Maret 2025.
Menurut penyidik, dugaan penyerangan bermula dari unggahan yang dibuat pada 4 Maret 2025, di mana konten tersebut dinilai secara langsung menyinggung dan merugikan pihak pelapor. Unggahan itu kemudian menjadi dasar laporan pidana karena dianggap melanggar ketentuan dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Setelah melalui tahapan penyelidikan, pemeriksaan saksi, serta pengumpulan alat bukti, polisi akhirnya menyimpulkan telah terpenuhi unsur pidana untuk meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan dan menetapkan tersangka.
Polisi Kedepankan Mediasi
Meski telah berstatus tersangka, Dokter Samira belum diperiksa secara resmi sebagai tersangka. Kepolisian memilih untuk terlebih dahulu mengedepankan pendekatan restorative justice melalui upaya mediasi antara kedua belah pihak.
“Kami masih menempuh jalur mediasi. Penyidik telah melayangkan surat pemanggilan kepada pelapor dr. Tri dan tersangka dr. Samira untuk bertemu dan mencari solusi bersama,” jelas Kompol Dwi.
Namun, agenda mediasi tersebut mengalami penundaan dan dijadwalkan ulang pada 6 Januari 2026. Hingga kini, pihak kepolisian masih menunggu kehadiran kedua belah pihak di Mapolres Metro Jakarta Selatan.
“Apabila tidak tercapai kesepakatan atau keputusan yang baik dalam mediasi, maka ke depannya kami akan menindaklanjuti dengan pemanggilan resmi terhadap tersangka,” tambahnya.
Tidak Ditahan, Wajib Lapor
Terkait kemungkinan penahanan, kepolisian memastikan tidak melakukan penahanan terhadap Dokter Samira. Hal ini didasarkan pada ancaman pidana pasal yang disangkakan, yakni maksimal dua tahun penjara, sehingga tidak memenuhi syarat objektif untuk penahanan.
“Kami tidak melakukan penahanan. Statusnya wajib lapor,” tegas Kompol Dwi.
Dokter Samira disangkakan melanggar Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27A UU ITE, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024, yang merupakan perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sorotan Publik dan Kebebasan Berekspresi
Kasus ini menyita perhatian publik karena akun @dokterdetektifreal dikenal vokal dan memiliki pengikut besar di media sosial. Penetapan tersangka terhadap Dokter Samira kembali memunculkan perdebatan tentang batas antara kritik, edukasi publik, dan pencemaran nama baik di ruang digital.
Di satu sisi, penegakan hukum dianggap penting untuk melindungi kehormatan individu. Namun di sisi lain, kasus ini juga menjadi pengingat bahwa aktivitas di media sosial memiliki konsekuensi hukum, terutama ketika menyangkut tuduhan atau pernyataan yang menyasar individu secara personal.
Kini, publik menanti bagaimana hasil mediasi yang akan digelar awal Januari 2026 mendatang apakah berujung damai atau berlanjut ke proses hukum penuh di meja hijau.
(L6)
#Hukum #Doktif
