Akses Jalan di Batu Busuak Padang Terputus, Lima Perkampungan Terancam Terisolasi

Jalan Batu Busuak Padang, Sumatra Barat, terputus karena luapan sungai. Foto: Fajar Alfaridho Herman
D'On, Padang — Curah hujan tinggi yang terus mengguyur Kota Padang, Sumatra Barat, dalam beberapa hari terakhir kembali menimbulkan dampak serius bagi warga di daerah rawan bencana. Salah satu wilayah yang terdampak paling parah adalah kawasan Batu Busuak, Kelurahan Lambung Bukit, Kecamatan Pauh, di mana luapan sungai memutus satu-satunya akses jalan menuju sejumlah perkampungan.
Putusnya akses jalan tersebut membuat puluhan kepala keluarga dengan ratusan jiwa berada dalam kondisi rawan terisolasi. Jalan yang selama ini menjadi urat nadi aktivitas warga baik untuk keperluan ekonomi, pendidikan, maupun akses layanan kesehatan kini rusak parah setelah tergerus derasnya aliran sungai.
Pantauan dirgantaraonline di lokasi menunjukkan, badan jalan sepanjang puluhan meter amblas dan nyaris hilang, menyisakan bebatuan, lumpur, serta aliran air yang terus menggerus sisi perbukitan. Meski debit air tidak selalu tinggi, kondisi jalan tetap membahayakan dan hanya bisa dilalui saat cuaca relatif stabil.
Dalam situasi darurat, warga terpaksa menyeberangi aliran sungai secara langsung atau memanfaatkan jalur darurat di sisi tebing yang curam, dengan risiko keselamatan yang tinggi. Petugas gabungan bersama masyarakat setempat tampak berjaga hampir setiap waktu untuk membantu proses penyeberangan warga, terutama lansia, anak-anak, dan perempuan.
Tak hanya itu, warga juga berupaya melakukan penanganan seadanya dengan menyusun bebatuan di alur sungai guna membentuk bendungan sederhana, berharap aliran air tidak terus mengikis tebing yang rawan longsor. Namun, upaya tersebut dinilai hanya bersifat sementara dan tidak mampu menahan derasnya arus saat hujan lebat kembali turun.
Salah seorang warga, Harmen (42), mengungkapkan bahwa jalan yang terputus tersebut merupakan satu-satunya akses menuju lima perkampungan di Kelurahan Lambung Bukit, yakni Bukik Tabua, Sikayan, Muaro Banda, Lubuak Kabun, dan Rimbo Panjang.
“Ini akses jalan satu-satunya, tidak ada jalan lain lagi. Kalau jalan ini putus, semua kampung di sana benar-benar terisolasi,” ujar Harmen Rabu (17/12/2025).
Harmen menjelaskan, banjir pertama yang terjadi pada Kamis (27/11/2025) sempat memutus jalan utama. Saat itu, warga masih bisa memanfaatkan lahan perkebunan sebagai jalur alternatif. Namun, hujan dengan intensitas tinggi yang terus berlangsung membuat debit air meningkat dan kembali menggerus tanah, hingga jalur alternatif tersebut ikut hancur dan tidak bisa dilalui sama sekali.
Kondisi terparah, lanjut Harmen, terjadi pada Minggu (14/12/2025). Saat hujan deras mengguyur kawasan tersebut sejak pagi, sungai kembali meluap dan memutus total akses jalan utama. Akibatnya, ratusan rumah di Batu Busuak terendam, memaksa warga yang sebelumnya sudah kembali ke rumah masing-masing untuk kembali mengungsi.
“Waktu itu hujan lebat, sungai meluap lagi. Warga dievakuasi, ada yang ke posko pengungsian, ada juga yang ke perbukitan. Saya sendiri mengungsi ke perbukitan karena jalan sudah putus dan air besar,” tuturnya.
Trauma akibat banjir berulang membuat warga memilih langkah cepat setiap kali hujan deras turun. Mengungsi ke perbukitan dianggap lebih aman dibanding bertahan di rumah yang berada dekat aliran sungai.
“Setiap hujan lebat dan sungai meluap, kami selalu memilih mengungsi ke perbukitan. Kami sudah trauma dengan kejadian sebelumnya,” tambah Harmen.
Setelah banjir berangsur surut, ratusan warga yang sempat terisolasi akhirnya berhasil dievakuasi ke posko pengungsian yang dinilai lebih aman. Meski demikian, kekhawatiran masih menyelimuti warga, mengingat kondisi cuaca yang belum menentu serta akses jalan yang hingga kini belum sepenuhnya pulih.
Warga berharap pemerintah daerah segera mengambil langkah konkret dan berkelanjutan, tidak hanya bersifat darurat. Menurut Harmen, penanganan harus mencakup normalisasi aliran sungai, penguatan tebing, serta perbaikan infrastruktur jalan yang layak dan aman.
“Kami berharap sungai segera dinormalisasi supaya alirannya tidak terus menggerus tanah. Perbaikan jalan juga sangat dibutuhkan karena masih banyak warga yang tinggal di sana dan menggantungkan hidup dari pertanian di sekitar sungai. Ini satu-satunya akses kami,” pungkasnya.
Hingga kini, warga Batu Busuak masih hidup dalam bayang-bayang ancaman banjir susulan. Setiap hujan turun, kekhawatiran kembali muncul bukan hanya tentang air yang meluap, tetapi juga tentang terputusnya akses hidup yang selama ini mereka andalkan.
(Mond)
#BanjirPadang #Padang #Peristiwa #BatuBusuk