Breaking News

Dana BOS Disulap Jadi Ladang Korupsi: Tiga Oknum Tersangka Korupsi MTsN 10 Pesisir Selatan Ditahan, Negara Rugi Rp1,2 Miliar

Tiga tersangka dugaan kasus korupsi dana BOS di MTsN 10 Pessel ketika ditahan Kejari Pessel.(kejari pessel)

D'On, Pesisir Selatan —
Kabar mengejutkan kembali datang dari dunia pendidikan. Bukan tentang prestasi siswa atau inovasi pembelajaran, melainkan tentang dugaan penyelewengan dana yang sejatinya diperuntukkan bagi masa depan anak bangsa.

Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Pesisir Selatan resmi menahan tiga tersangka kasus korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di MTsN 10 Pesisir Selatan, dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp1,2 miliar.

Tersangka Tiga Serangkai: Kepala Sekolah, Bendahara, dan Rekanan

Tiga orang yang kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu adalah Burhanudin (60), Kepala Sekolah periode Juni 2017–Juni 2024, Syafril (56), Bendahara sekolah periode Juli 2016–2024, serta Dedi Erita (60), pihak rekanan penyedia barang dan jasa.
Mereka diduga bekerja sama menyalahgunakan dana BOS serta dana operasional dan pemeliharaan sekolah secara sistematis selama enam tahun berturut-turut.

“Ketiganya kini telah kami tahan di Rutan Painan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut. Langkah ini dilakukan agar mereka tidak melarikan diri atau menghilangkan barang bukti,” ungkap Rova Yufirsta, Kepala Cabjari Pesisir Selatan, Jumat (7/11).

Menurut Rova, perbuatan para tersangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Benang Kusut Terbuka Berkat Aksi Siswa

Ironisnya, kasus ini baru mencuat ke publik bukan karena laporan internal atau audit berkala, melainkan berkat suara lantang para siswa sendiri.
Pada tahun 2024, ratusan siswa MTsN 10 Pesisir Selatan turun ke halaman sekolah menggelar aksi damai, menuntut transparansi pengelolaan dana BOS dan operasional sekolah.

Aksi yang semula dianggap “kenakalan remaja” itu ternyata menjadi titik balik terungkapnya skandal korupsi pendidikan di lingkungan madrasah negeri tersebut.

“Dari aksi itulah, kami mulai menelusuri laporan masyarakat dan menemukan sejumlah kejanggalan dalam penggunaan anggaran sekolah,” ujar Rova.

Hasil penyelidikan mendalam membongkar adanya kegiatan fiktif, mark up harga barang, dan laporan keuangan manipulatif pada periode 2018–2024.
Beberapa pengadaan barang diduga hanya tercatat di atas kertas tanpa pernah sampai ke sekolah, sementara kegiatan pembinaan guru dan siswa banyak yang tidak pernah terlaksana meski sudah dicairkan dan dilaporkan.

Audit BPKP Ungkap Lubang Rp1,2 Miliar

Kecurigaan itu kemudian diperkuat hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumatera Barat, yang menemukan kerugian negara mencapai Rp1.215.291.730.
Angka ini bukan sekadar statistik  melainkan potret bagaimana uang rakyat yang seharusnya untuk meningkatkan mutu pendidikan justru beralih menjadi pundi-pundi pribadi segelintir orang.

“Penyimpangan pengelolaan anggaran ditemukan hampir di setiap tahun anggaran, dengan modus yang berulang dan terstruktur,” ujar sumber internal penyidik yang enggan disebut namanya.

Rova menegaskan, penyidik masih menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain, termasuk apakah ada pejabat pembina teknis atau pengawas madrasah yang ikut menikmati hasil korupsi ini.

Dari Sekolah ke Meja Hijau

Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, Mhd. Rasyid, menyebut berkas perkara sedang disempurnakan untuk segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Padang.

“Tim penyidik terus melengkapi berkas agar dalam waktu dekat kasus ini bisa segera disidangkan,” ujarnya, Sabtu (8/11).

Jika terbukti bersalah, para tersangka terancam hukuman maksimal seumur hidup dan denda hingga Rp1 miliar.

Dana BOS: Antara Harapan dan Pengkhianatan

Kasus ini menampar keras wajah pendidikan di Indonesia. Dana BOS, yang setiap tahunnya digelontorkan pemerintah demi memastikan anak-anak di pelosok negeri mendapatkan akses pendidikan layak, justru dijadikan alat memperkaya diri oleh oknum bermental tikus berdasi.

Masyarakat Pesisir Selatan kini berharap proses hukum berjalan transparan dan tuntas, tanpa tebang pilih.
“Sangat menyedihkan. Uang yang seharusnya buat anak-anak kami belajar malah diselewengkan,” keluh salah seorang wali murid.

Kasus ini bukan sekadar tentang angka miliaran rupiah yang hilang, melainkan tentang hilangnya kepercayaan terhadap lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi tempat menanam nilai kejujuran dan moralitas.

(Mond/Zoe)

#Korupsi #MTsN10PesisirSelatan #KejariPessel