Mengaku Punya 32 Media, Seorang "Wartawan" Diduga Peras ASN Lampung Tengah hingga Miliaran Rupiah
Ilustrasi Pemerasan
D'On, Lampung Tengah – Dunia jurnalistik di Lampung Tengah diguncang oleh kabar mencengangkan. Seorang pria yang mengaku wartawan dan bahkan mengklaim memiliki 32 media online, diduga kuat melakukan pemerasan terhadap sejumlah aparatur sipil negara (ASN) di wilayah itu. Nilainya tidak main-main mencapai miliaran rupiah dengan modus kerja sama advertorial dan langganan publikasi.
Kasus yang kini ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Tengah ini membuka tabir sisi gelap di balik praktik “kerja sama media” yang ternyata dijadikan kedok untuk menguras uang negara.
Modus Sistematis: Tekanan Bertopeng Media
Menurut keterangan resmi Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Lampung Tengah, Median Suwardi, laporan yang diterima pihaknya menggambarkan pola pemerasan yang terencana dan sistematis.
Satu laporan awal saja sudah cukup menggemparkan: dari satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD), terduga pelaku berhasil “memeras” hampir Rp500 juta hanya dalam satu tahun anggaran 2025.
“Pelapor menyebutkan, pelaku datang membawa nama sejumlah media yang diklaim miliknya sendiri. Dengan dalih kerja sama advertorial dan langganan berita, ia menekan ASN agar segera mencairkan dana publikasi. Nilainya, kalau ditotal dari berbagai instansi, bisa mencapai miliaran rupiah,” ujar Median, Jumat (17/10/2025).
Namun, praktiknya jauh dari profesionalisme pers. Tekanan bukan lagi dalam bentuk surat kerja sama resmi, melainkan ancaman halus hingga kekerasan fisik.
“Dari hasil telaah awal, tekanan dilakukan berulang-ulang, mulai dari ancaman melalui voice note, pesan digital, sampai tindakan kekerasan terhadap ASN dan bahkan kendaraan mereka,” ungkap Median dengan nada tegas.
Beberapa insiden dilaporkan terjadi di lokasi berbeda, menimbulkan rasa takut dan ketidaknyamanan di kalangan ASN. Sejumlah pegawai bahkan memilih bungkam karena khawatir nama mereka terseret atau dijadikan bahan pemberitaan negatif oleh pelaku.
Kejari Bergerak: Usut Tuntas, Libatkan Dewan Pers dan Ditjen Pajak
Kejari Lampung Tengah kini tengah menelaah laporan secara komprehensif. Jika ditemukan indikasi penggunaan uang negara secara tidak sah, kasus ini akan naik ke tahap penyelidikan resmi.
“Kalau ada unsur tindak pidana korupsi, kami akan keluarkan surat perintah penyelidikan (Sprinlidik). Tapi jika ranahnya pidana umum, kami akan berkoordinasi dengan Polda Lampung agar penanganannya tepat,” jelas Median.
Tak berhenti di situ, Kejari juga akan menggandeng Dewan Pers dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menelusuri legalitas media-media yang diklaim pelaku.
Langkah ini penting untuk memastikan apakah 32 media yang disebut itu benar-benar terdaftar, memiliki badan hukum, dan membayar pajak sebagaimana mestinya.
“Profesi wartawan itu terhormat dan dijamin undang-undang. Tapi kalau nama pers digunakan untuk memeras dan menakut-nakuti, itu bukan lagi kebebasan pers itu kejahatan,” tegas Median.
ASN Ketakutan, Kejari Turun ke Lapangan
Kepala Seksi Intelijen Kejari Lampung Tengah, Alfa Dera, menyebut pihaknya juga turun langsung ke lapangan untuk memetakan situasi dan memastikan keamanan ASN yang menjadi korban tekanan.
“Kami tidak ingin ASN bekerja dalam ketakutan. Mereka harus merasa aman agar bisa melayani publik secara profesional. Laporan seperti ini tidak boleh dianggap sepele,” ujar Alfa.
Ia memastikan bahwa kejaksaan akan menangani kasus ini secara objektif, transparan, dan berkeadilan, tanpa memandang siapa pun yang terlibat.
“Hukum tidak akan tunduk pada tekanan. Siapa pun yang menyalahgunakan profesi wartawan untuk menakut-nakuti ASN dan mencari keuntungan pribadi, akan kami proses sesuai hukum,” tegasnya.
Marwah Pers Dipertaruhkan
Lebih jauh, Alfa menyoroti pentingnya menjaga marwah dan kemerdekaan pers agar tidak disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Menurutnya, praktik seperti ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap dunia jurnalistik.
“Kami berkewajiban memastikan kemerdekaan pers tidak diselewengkan. Pers itu mulia dibutuhkan untuk mengawal pembangunan dan mengawasi kebijakan publik. Tapi jangan dijadikan alat tekanan demi keuntungan pribadi,” ujarnya.
Alfa juga menegaskan bahwa di Lampung Tengah masih banyak wartawan sejati yang bekerja dengan idealisme tinggi.
“Banyak jurnalis yang benar-benar menjalankan profesinya dengan integritas, tapi sayangnya, segelintir oknum seperti ini merusak citra seluruh profesi,” tambahnya.
Fenomena "Media Instan" dan Bisnis Tekanan
Kasus ini menjadi alarm keras bagi dunia media lokal. Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena “media instan” situs berita dadakan tanpa redaksi jelas memang tumbuh subur di berbagai daerah.
Sebagian dijadikan alat tawar-menawar proyek advertorial, bahkan tidak jarang digunakan untuk menekan OPD atau sekolah agar “berlangganan”.
Praktik tersebut membuat batas antara fungsi kontrol sosial pers dan pemerasan terselubung menjadi kabur.
Kejari Lampung Tengah kini bertekad untuk menertibkan pola ini dan mengembalikan martabat profesi jurnalis di wilayahnya.
“Ini momentum untuk membersihkan dunia pers dari penyalahgunaan,” tutup Median.
Catatan Redaksi
Kasus ini membuka fakta penting: kebebasan pers bukan kebebasan untuk menindas. Profesi wartawan adalah penjaga kebenaran, bukan pemeras dengan topeng berita.
Publik menanti langkah tegas aparat penegak hukum bukan hanya untuk menghukum pelaku, tapi juga untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap media yang benar-benar berfungsi sebagai pilar demokrasi.
(L6)
#Pemerasan #Kriminal