Mahfud MD: Dua Cucu Jadi Korban Keracunan MBG
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD
D'On, Jakarta - Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengakui satu peristiwa yang sejak beberapa hari terakhir mengoyak kepercayaan publik terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG): dua cucunya dan beberapa anak lain di satu kelas di Yogyakarta mengalami gejala keracunan selepas mengonsumsi menu MBG satu di antaranya sampai harus dirawat inap selama empat hari karena muntah-muntah tanpa henti. Pengakuan itu disampaikan Mahfud dalam kanal YouTube pribadinya dan dikutip media nasional.
Skala program MBG yang digalakkan pemerintah membuat kasus ini cepat meluas menjadi isu nasional. Presiden menyebut angka korban keracunan sebagai proporsi yang sangat kecil sekitar 0,00017 persen dari total sajian sementara program itu sendiri telah menjangkau puluhan juta penerima manfaat sejak diluncurkan. Pro dan kontra langsung bertabrakan: bagi pemerintah, MBG adalah upaya besar melawan stunting; bagi keluarga yang terkena dampak, setiap kasus adalah soal nyawa dan rasa aman anak.
Data insiden yang terlapor menimbulkan kegelisahan: media internasional dan nasional melaporkan ribuan anak mengalami gangguan pencernaan atau gejala keracunan di beberapa daerah—angka laporan berkisar pada 5.000–6.000 kasus yang terdokumentasi hingga kini—mendorong seruan dari aktivis, orang tua, dan pejabat daerah untuk evaluasi menyeluruh. Tekanan publik semakin kuat setelah beberapa dapur penyaji MBG sementara ditutup dan investigasi ketat oleh otoritas kesehatan dimulai.
Mahfud tidak menutup pujian pada tujuan program tersebut: menurutnya MBG “program yang mulia” karena memberi makanan bagi jutaan anak yang sebelumnya rentan kurang gizi. Namun, pengakuan bahwa dua cucunya jadi korban mendorong nada kritis—bukan menolak program, melainkan mendesak perbaikan tata kelola. Ia mempertanyakan dasar hukum pelaksanaan MBG (apakah berbasis Perpres, PP, atau UU), skema tanggung jawab antara pusat-daerah-sekolah, serta mekanisme pengawasan sehingga ketika terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) siapa yang seharusnya bertindak cepat.
Peta kesalahan yang mungkin terjadi sangat beragam: dari rantai pasok bahan baku, proses distribusi, higienitas dapur penyajian, hingga kapasitas sumber daya manusia lokal yang mengelola dapur. Kementerian Kesehatan dan instansi terkait melaporkan langkah-langkah mitigasi—penutupan sementara dapur yang tidak memenuhi standar, percepatan penerbitan sertifikat laik higienis sanitasi, serta usulan penggunaan alat uji cepat dan standar sterilisasi namun publik menuntut transparansi: hasil uji laboratorium, siapa pemasok bahan, kontrak penyedia, dan audit independen.
Di ranah politik, kasus ini sensitif. MBG dipromosikan sebagai program prioritas yang memberi dampak luas—sehingga setiap kegagalan dapat berujung pada sorotan intens politik dan legal. Pernyataan Mahfud yang menekankan bahwa “ini bukan persoalan angka” menjadi penegas bahwa urusan keselamatan anak tidak boleh direduksi menjadi statistik kenyamanan politik. Kasus ini menuntut dua jalur paralel: (1) penanganan medis dan psikologis bagi korban di lapangan; (2) audit tata kelola dan kepastian hukum agar akar masalah terdeteksi dan penanggung jawab jelas.
Apa yang harus segera dilakukan — langkah praktis yang dapat meredam kerusakan kepercayaan publik:
- Investigasi independen yang memeriksa rantai pasok, lab uji, dan standar dapur penyajian.
- Transparansi hasil uji laboratorium dan publikasi daftar pemasok serta standar kontrak penyedia.
- Percepatan sertifikasi kesehatan dapur (SLHS/sertifikat laik higienis sanitasi) dan audit rutin.
- Perlindungan dan perawatan korban (medis + psikologis) serta pemberian ganti rugi bila terbukti kelalaian.
- Kepastian hukum dan tata kelola: aturan yang jelas mengenai siapa bertanggung jawab administratif dan pidana bila terjadi kelalaian.
Mahfud menutup pernyataannya dengan nada yang sekaligus merendah dan mendesak: program yang menyentuh jutaan nyawa harus dikelola dengan hati-hati dan kepastian hukum, karena “sekecil apapun kejelekan itu harus diselesaikan.” Di balik angka-angka impresif capaian program, ada nama anak, ada keluarga yang tengah mengukur trauma dan kepercayaan yang retak itulah alasan mengapa kasus ini tak bisa ditanggapi sekadar statistik.
(T)
#KeracunanMBG #MahfudMD #Nasional #MakanBergiziGratis