Duka Ponpes Al Khoziny: 67 Jiwa Melayang, 104 Selamat dari Reruntuhan Musala
D'On, Sidoarjo - Suasana haru masih menyelimuti Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur. Di balik hiruk-pikuk suara sirine ambulans dan desah panjang para relawan, angka pahit akhirnya terungkap: 171 orang menjadi korban dari ambruknya bangunan musala di lingkungan ponpes tersebut. Dari jumlah itu, 104 orang berhasil selamat, sementara 67 lainnya dinyatakan meninggal dunia.
Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Marsekal Madya TNI Mohammad Syafii, mengonfirmasi data tersebut pada Selasa (7/10/2025) di Sidoarjo. Setelah berhari-hari berjibaku di antara puing-puing beton dan serpihan genteng, tim gabungan resmi menutup operasi pencarian.
“Tim penyelamat gabungan berhasil mengevakuasi total 171 korban. Dari jumlah itu, 104 orang selamat, sementara 67 korban meninggal dunia. Dari korban meninggal, delapan di antaranya hanya ditemukan dalam kondisi bagian tubuh yang tidak utuh,” ungkap Syafii dalam keterangan resminya, dikutip dari Antara.
Dengan ditemukannya seluruh korban, misi pencarian dan penyelamatan (SAR) secara resmi dinyatakan selesai. Namun, bagi keluarga korban dan masyarakat pesantren, perjalanan panjang pemulihan baru saja dimulai.
Proses Identifikasi: Tugas Berat Tim DVI
Seluruh jenazah korban kini berada di bawah tanggung jawab Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Jawa Timur. Proses identifikasi dilakukan dengan cermat, menggunakan berbagai metode mulai dari pencocokan sidik jari, catatan medis, hingga tes DNA.
Syafii menegaskan, meski operasi penyelamatan telah usai, investigasi penyebab ambruknya musala akan terus berlanjut. Tugas itu kini berada di tangan pihak berwenang, termasuk aparat kepolisian dan tim ahli bangunan.
“Basarnas hanya menangani evakuasi dan penyelamatan. Proses penyelidikan dan identifikasi selanjutnya merupakan kewenangan lembaga terkait,” jelasnya.
Pesan Kemanusiaan dari Basarnas: Pulih, Tapi Tak Lupa
Dalam pernyataannya, Syafii juga menyampaikan harapan agar Ponpes Al Khoziny dapat segera bangkit dari bencana yang memilukan ini. Ia berharap para santri, pengasuh, dan seluruh keluarga besar pondok bisa kembali menata kehidupan dengan semangat baru.
“Kami berharap aktivitas belajar-mengajar bisa segera pulih. Namun, proses rehabilitasi nanti akan mendapat pengawasan ketat dari pemerintah provinsi agar pembangunan kembali dilakukan dengan standar keamanan maksimal, sehingga tragedi serupa tidak terulang,” ujarnya.
Suara dari Dalam Pesantren: Luka yang Tak Mudah Pulih
Dari pihak pesantren, KH Zainal Abidin, Ketua Alumni Ponpes Al Khoziny yang juga mewakili pengasuh pondok, menyampaikan rasa duka mendalam. Ia mengatakan, tragedi ini menjadi pukulan besar bagi keluarga besar pesantren yang selama ini dikenal sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam tertua dan berpengaruh di Sidoarjo.
“Sudah pasti, ke depan kegiatan belajar mengajar akan menjadi perhatian khusus. Kami akan bermusyawarah dengan para pengasuh dan pengurus ponpes untuk menentukan mekanisme program belajar berikutnya,” kata KH Zainal dengan nada berat.
Meski demikian, Zainal belum dapat memberikan keterangan lebih lanjut terkait penyebab ambruknya bangunan. Ia meminta masyarakat bersabar dan menyerahkan sepenuhnya kepada pihak berwenang.
“Kami tidak ingin berspekulasi. Mari kita tunggu hasil investigasi resmi. Saat ini, fokus kami adalah memastikan keselamatan para santri dan pemulihan aktivitas ponpes,” tambahnya.
Harapan di Tengah Duka
Tragedi ambruknya musala Ponpes Al Khoziny meninggalkan luka mendalam, bukan hanya bagi keluarga korban, tetapi juga bagi masyarakat luas yang mengenal pesantren itu sebagai tempat tumbuhnya ribuan santri dari berbagai daerah di Indonesia.
Di tengah duka, berbagai pihak mulai dari pemerintah daerah, relawan, hingga alumni ponpes terus berdatangan memberikan bantuan moral dan materi. Tenda-tenda darurat kini berdiri di halaman pesantren, menjadi tempat sementara bagi santri yang kehilangan kamar dan tempat belajar.
Namun di balik kesedihan, terselip semangat kebersamaan yang luar biasa. Para santri saling menguatkan, para relawan terus bekerja tanpa lelah, dan masyarakat sekitar bahu-membahu membantu pemulihan.
Tragedi ini menjadi peringatan keras tentang pentingnya standar keselamatan bangunan pendidikan. Namun lebih dari itu, ia juga menjadi ujian keteguhan iman dan solidaritas di tengah bencana.
Musala yang dulu menjadi tempat bersujud kini hanya menyisakan puing dan debu. Namun dari tempat yang sama, doa-doa terus bergema bukan hanya untuk mereka yang telah pergi, tetapi juga untuk mereka yang masih bertahan, agar mampu bangkit kembali.
Seperti yang diungkapkan salah satu santri yang selamat, dengan mata sembab menatap reruntuhan:
“Kami kehilangan teman, tapi kami tidak kehilangan semangat. Insyaallah, Al Khoziny akan berdiri lagi.”
(T)
#PonpesAlKhoziny #BangunanRoboh #Peristiwa