5.914 Anak Jadi Korban, BGN Akui Lalai Awasi Program Makan Bergizi Gratis
D'On, Jakarta – Program andalan pemerintah untuk pemenuhan gizi anak sekolah justru berubah menjadi momok. Badan Gizi Nasional (BGN) merilis data mencengangkan: sebanyak 70 kasus keracunan dengan total korban 5.914 orang tercatat sejak Januari hingga 25 September 2025.
Data ini menyebar di tiga wilayah besar Indonesia.
- Wilayah I (Sumatera): 9 kasus dengan 1.307 korban.
- Wilayah II (Jawa): 41 kasus dengan 3.610 korban – menjadikannya wilayah dengan catatan terparah.
- Wilayah III (Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Timur): 20 kasus dengan 997 korban.
Lima Kasus Terbesar
Dari puluhan insiden tersebut, BGN menyoroti lima kasus keracunan paling masif dengan ratusan anak terkapar usai menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG).
- Bandar Lampung: 503 korban.
- Lebong, Bengkulu: 467 korban.
- Bandung Barat: 411 korban.
- Banggai Kepulauan: 339 korban.
- Kulon Progo: 305 korban.
Kasus-kasus ini tak hanya membuat panik sekolah dan orang tua, tapi juga memicu pertanyaan publik: apakah program MBG benar-benar aman dijalankan?
Ledakan Kasus di Dua Bulan Terakhir
Ironisnya, data tren bulanan BGN justru menunjukkan bahwa angka keracunan melonjak drastis di penghujung triwulan ketiga. Pada Agustus 2025 tercatat 1.988 korban dari 9 kasus, dan lonjakan makin parah di September dengan 2.210 korban dari 44 kasus. Artinya, lebih dari 70% kasus tahun ini terjadi hanya dalam dua bulan terakhir.
Tangis Wakil Kepala BGN
Dalam konferensi pers yang berlangsung di kantor BGN, Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2025), Wakil Kepala BGN Nanik S. Deyang tak kuasa menahan air mata. Dengan suara bergetar, ia menyampaikan permintaan maaf atas tragedi ini.
“Dari hati saya yang terdalam saya mohon maaf, atas nama BGN, atas nama seluruh SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) di Indonesia. Saya seorang ibu, melihat gambar-gambar di video, sedih hati saya,” ucap Nanik sambil menangis.
Nanik menegaskan bahwa kasus keracunan bukan sekadar “angka statistik” di meja birokrat, melainkan menyangkut nyawa dan masa depan anak bangsa.
Pengakuan Lalai, Bukan Sengaja
Lebih jauh, Nanik secara terbuka mengakui bahwa rentetan kasus ini adalah akibat kelalaian pengawasan BGN. Ia menepis anggapan bahwa ada unsur kesengajaan.
“Kalau saya sudah mengaku salah, itu berarti kelalaian. Kalau kesengajaan, saya enggak usah ngomonginlah, nanti jadi ramai. Sudahlah nanti aja, bisik-bisik tetangga aja,” katanya, setengah berusaha menenangkan suasana.
BGN, lanjut Nanik, menemukan bahwa tidak semua kasus berasal dari makanan yang terkontaminasi zat beracun. Beberapa korban disebut mengalami reaksi alergi atau faktor kesehatan lain yang memperparah kondisi.
Meski demikian, Nanik menegaskan BGN siap menanggung seluruh biaya pengobatan korban dan berjanji memperketat standar pengawasan agar tragedi serupa tidak terulang.
Krisis Kepercayaan
Program Makan Bergizi Gratis yang digadang-gadang sebagai solusi malnutrisi anak kini menghadapi krisis kepercayaan. Ribuan orang tua resah, sekolah was-was, dan publik menuntut evaluasi menyeluruh.
Lonjakan kasus justru di tengah gencarnya kampanye pemerintah tentang pentingnya gizi anak menimbulkan ironi pahit: program yang dirancang untuk menyehatkan justru membuat ribuan anak masuk rumah sakit.
Kini, publik menunggu langkah konkret: apakah BGN benar-benar berbenah, ataukah tragedi ini akan menjadi catatan kelam lain dalam daftar panjang program yang gagal karena lemahnya pengawasan?
(B1)