Rebutan Ban Serep Hasil Curian Berujung Maut: Kisah Persahabatan yang Berakhir di Lahan Kosong Tangerang
Ilustrasi Pembunuhan
D'On, Tangerang – Persahabatan dua pria yang semula kompak berburu hasil rampokan berubah jadi kisah tragis yang berakhir di liang kubur. Gara-gara persoalan sepele pembagian uang hasil penjualan ban serep curian BT (43) tega menghabisi nyawa sahabatnya sendiri, TH (46), di sebuah lahan kosong di Kampung Pos Bitung, Desa Kadu, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang.
Ironisnya, harta yang diperebutkan bukan emas batangan atau koper berisi uang miliaran, melainkan ban serep truk hasil copotan. Nominal yang menjadi biang keladi pertumpahan darah itu pun tak sampai satu juta rupiah.
Dari Komplotan Pencuri ke Medan Pembantaian
Kapolres Tangerang Selatan, AKBP Victor D.H. Inkiriwang, membeberkan bahwa BT dan TH adalah bagian dari kelompok spesialis pencurian ban serep truk. Mereka mengincar kendaraan besar yang terparkir di sekitar ruas Tol Bitung–Merak.
Aksi mereka terbilang lihai dan terencana. Layaknya “ninja malam”, mereka menyelinap di bawah kolong truk, mencopot ban serep dengan cepat, lalu menghilang sebelum sopir menyadari kehilangan. Ban curian itu kemudian dijual ke penadah dengan harga miring — dan pada kasus ini, laku sekitar Rp 1 juta.
Namun, petaka datang dari dalam. BT merasa diperlakukan tak adil setelah mengetahui bagian yang ia terima hanya Rp 200 ribu, sedangkan TH menggenggam Rp 800 ribu. Perbedaan nominal itu menyulut api amarah yang sebelumnya terpendam.
Malam yang Berubah Jadi Neraka
Pada Rabu (30/7/2025) malam, amarah BT memuncak. Mereka berdua bertemu di lahan kosong yang jauh dari keramaian, sebuah lokasi yang selama ini menjadi titik aman mereka untuk membagi hasil kejahatan. Namun, kali ini suasananya berbeda.
Perdebatan panas pecah. BT yang merasa direndahkan berusaha menuntut keadilan versinya. Kata demi kata berubah jadi bentakan. Bentakan berubah jadi dorongan. Dan dorongan itu berujung pada serangan brutal.
Di dekat mereka, ada sebuah batu besar yang sudah retak. Batu itulah yang diduga menjadi “senjata pamungkas” BT untuk mengakhiri perlawanan TH. Hantaman demi hantaman menghujam kepala korban hingga terkapar tak bergerak. Tubuh TH kemudian tergeletak telungkup, tanpa mengenakan baju, di tanah berdebu. Darah membasahi tanah kering, menjadi saksi bisu pertemanan yang hancur oleh rakusnya manusia.
Mayat Ditemukan Warga, Pelaku Dibekuk Kurang dari 24 Jam
Penemuan jasad TH membuat warga geger. Mereka segera melapor ke pihak berwajib. Tim Polres Tangerang Selatan bergerak cepat, menyisir informasi dan jejak pelaku.
Hanya butuh waktu kurang dari 24 jam bagi polisi untuk meringkus BT yang berusaha melarikan diri ke Purwakarta. Saat diinterogasi, BT tak banyak berkelit. Ia mengakui bahwa korban adalah temannya sendiri, dan pembunuhan itu dipicu rasa kesal karena pembagian uang yang tidak adil.
Harga Nyawa Jauh Lebih Mahal daripada Rp 200 Ribu
BT mengaku awalnya hanya berniat “memberi pelajaran” kepada TH. Namun, amarah dan emosi yang tak terkendali mengubah niat itu menjadi aksi pembunuhan. Kini, ia harus menghadapi pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara.
Sebuah ironi pahit: harga nyawa manusia akhirnya kalah oleh nilai sepele Rp 200 ribu.
Kasus ini menjadi pengingat betapa cepatnya persahabatan bisa berubah menjadi permusuhan ketika serakah menguasai hati. Dan, seperti kata polisi, “Hukuman yang akan dijalani pelaku kini jauh lebih berat daripada rasa kecewa yang memicu amarahnya malam itu.”
(Mond)
#Pembunuhan #Kriminal