“Kami Tidak Diam, Kami Tidak Tunduk”: Kapolres Pasaman Barat Nyatakan Perang Terbuka terhadap Tambang Emas Ilegal
![]() |
Kapolres Pasaman Barat AKBP Agung Tribawanto |
D'On, Pasaman Barat — Di tengah derasnya kritik publik dan sorotan tajam terhadap maraknya aktivitas tambang emas ilegal di Sumatera Barat, satu pernyataan tegas muncul dari ujung barat provinsi ini. Tak sekadar formalitas birokrasi, Kapolres Pasaman Barat, AKBP Agung Tribawanto, S.I.K., berdiri di hadapan publik dan menyatakan satu sikap yang tak bisa ditawar: perang terhadap Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI).
“Saya tidak akan bersembunyi di balik meja, dan tidak akan pernah berkompromi dengan kejahatan lingkungan,” ujar Agung kepada dirgantaraonline.co.id, beberapa waktu lalu. “Saya pastikan: kami tidak diam, kami tidak takut, dan kami tidak tunduk!”
Pernyataan ini bukan sekadar retorika. Ini adalah bentuk tanggung jawab moral dan sikap profesional dari seorang perwira kepolisian yang sadar bahwa tantangan yang dihadapinya bukanlah biasa. Bukan sekadar memburu satu dua pelaku di hutan, tapi melawan sistem gelap yang telah mengakar kuat, membentang mulai dari hulu birokrasi, kekuatan modal, hingga simpul-simpul kuasa tak kasat mata.
PETI: Wajah Gelap yang Terorganisir Rapi
Sejak mengemban amanah sebagai Kapolres Pasaman Barat pada Februari 2024, AKBP Agung langsung ‘turun ke lumpur’. Ia memetakan pola dan jaringan tambang ilegal yang selama ini bersembunyi di balik semak-semak, menyusuri sungai-sungai yang hening di siang hari, namun riuh oleh mesin pengeruk emas di malam hari.
“Tapi praktik PETI ini bukan urusan ekskavator yang beroperasi diam-diam. Ini sindikat. Terorganisir. Ada dana besar, ada jaringan relasi politik, bahkan kadang ada oknum aparat yang bermain,” ungkapnya, tak segan membuka kenyataan pahit.
Ia menyebutkan bahwa selama penelusuran di lapangan, timnya menghadapi beragam tantangan: intimidasi oleh preman bayaran, ancaman bersenjata, hingga tawaran suap dalam jumlah fantastis. Namun, Agung menegaskan: “Kami tidak mundur.”
Sebagai langkah tegas internal, ia bahkan membentuk Tim Khusus Internal untuk menyelidiki kemungkinan keterlibatan anggotanya sendiri dalam praktik tambang ilegal. Jika terbukti, tidak akan ada ampun.
“Pencopotan, pemecatan, dan proses hukum. Itu harga yang harus dibayar bagi siapa pun yang mengkhianati seragam,” katanya.
Dukungan Penuh Kapolda Sumbar: Tidak Ada Ampun bagi Pengkhianat Seragam
Semangat AKBP Agung selaras dengan instruksi langsung dari Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol. Dr. Drs. Gatot Tri Suryanta, M.Si., CSFA, yang menginstruksikan agar seluruh jajaran memberantas PETI secara menyeluruh dan tanpa kompromi.
“Bapak Kapolda memberi mandat tegas: tidak ada tempat bagi perusak lingkungan, apalagi bagi polisi yang ikut bermain dalam tambang ilegal,” ujar Agung, menegaskan bahwa dirinya memegang garis keras itu sebagai prinsip utama kepemimpinan.
Langkah Nyata: Perang Lapangan yang Sunyi tapi Nyata
Meski bagi sebagian masyarakat langkah-langkah ini belum terasa nyata, AKBP Agung merinci sederet operasi dan program yang telah dilaksanakan jajarannya sepanjang 1,5 tahun terakhir:
7 operasi gabungan di titik-titik rawan PETI seperti Kinali, Sungai Aur, dan Gunung Tuleh.
11 unit alat berat disita, termasuk ekskavator dan mesin pengolah emas.
34 orang pelaku ditangkap, mulai dari operator lapangan hingga koordinator jaringan lokal.
Ratusan gram emas ilegal disita dari lokasi tambang gelap.
Pembentukan Satgas Anti-PETI lintas lembaga bersama Pemkab Pasbar, Kodim, dan Balai Gakkum Kementerian LHK.
Program konversi tambang ke pertanian produktif di wilayah Luhak Nan Duo dan sebagian Pasaman sebagai solusi ekonomi berkelanjutan.
Namun ia tak menampik, ini baru awal dari jalan panjang. Masih ada lokasi “gelap” yang belum bisa disentuh. Masih ada aktor-aktor besar yang belum tersentuh hukum.
“Kami butuh kekuatan kolektif. Pemerintah pusat, pemda, aparat vertikal, LSM, dan tentu saja: masyarakat. Ini bukan perang satu institusi,” tegasnya.
Untuk Aktivis dan Warga: Jangan Salahkan Semua Polisi, Lawan Bersama!
Kepada para aktivis lingkungan dan warga yang selama ini kritis terhadap aparat, AKBP Agung justru membuka ruang kolaborasi. Ia berharap kritik tidak hanya berhenti pada opini, tetapi disertai data dan laporan yang bisa ditindaklanjuti secara hukum.
“Jangan samakan semua polisi. Kami juga rakyat. Anak-anak kami juga akan hidup di tanah ini. Kritik boleh, tapi bantu juga dengan data. Jangan hanya membakar emosi publik,” ujarnya.
Ini Bukan Sekadar Jabatan, Ini Tanggung Jawab Sejarah
Menutup pernyataannya, Agung menyampaikan sebuah komitmen yang tidak biasa diucapkan oleh pejabat publik: kesiapan untuk mundur jika terbukti gagal.
“Kalau saya tidak layak memimpin perang ini, saya siap diganti. Tapi selama saya masih diberi kepercayaan, saya akan berdiri di barisan depan. Saya tidak akan tunduk pada uang, saya tidak akan takut pada kekuasaan,” katanya dengan suara bergetar.
“Kita tidak akan kalah. Bukan oleh emas, bukan oleh ancaman, dan bukan oleh kebusukan yang sudah lama dibiarkan.”
Catatan Redaksi
Pernyataan dan langkah-langkah AKBP Agung Tribawanto mencerminkan wajah langka dari seorang perwira polisi di daerah: berani bicara, berani bertindak, dan berani melawan sistem yang mengakar. Apakah keberanian ini cukup untuk meruntuhkan bangunan tambang ilegal yang telah berlangsung selama puluhan tahun? Waktu yang akan menjawab.
Namun satu hal yang pasti: Pasaman Barat tidak hanya butuh ketegasan polisi. Ia juga butuh keberanian dari kita semua warga, aktivis, pemangku kepentingan, dan pemerintah untuk melawan kejahatan yang merusak warisan tanah ini.
(Mond)
#PolresPasamanBarat #PETI #TambangIlegal