Tragedi Sapi Kurban Mengamuk: Bahkan Menerjang dan Menyeruduk, Kenapa?
Ilustrasi, Fenomena sapi ngamuk saat kurban idul adha (Sumber: dok ahli hewan)
Dirgantaraonline - Setiap tahun, umat Muslim di seluruh dunia memperingati Hari Raya Iduladha dengan menyembelih hewan kurban seperti sapi, kambing, atau domba. Namun di balik ritual keagamaan yang sakral ini, terkadang terjadi insiden yang mencengangkan: hewan kurban, khususnya sapi, mengamuk, menerjang kerumunan, bahkan menyeruduk manusia. Tragedi semacam ini tidak hanya menyebabkan kepanikan, tapi juga luka serius, dan dalam kasus ekstrem, bisa merenggut nyawa. Lantas, apa penyebab di balik perilaku agresif sapi kurban tersebut? Apakah semata karena naluri hewani, atau ada faktor lain yang lebih kompleks?
1. Memahami Psikologi dan Etologi Sapi
a. Hewan Sosial yang Rentan Stres
Sapi adalah hewan mamalia herbivora yang tergolong sosial. Dalam ekosistem alaminya, sapi hidup dalam kawanan dan menunjukkan perilaku kooperatif serta hirarki sosial. Ketika sapi dipisahkan dari kawanan, dibawa ke tempat yang asing, dan dikelilingi oleh banyak orang asing terutama dalam suasana gaduh seperti saat pelaksanaan kurban mereka sangat rentan mengalami stres akut.
Stres pada sapi dapat dikenali dari:
- Pupil mata membesar
- Gerakan gelisah, seperti menggaruk tanah atau menghentakkan kaki
- Suara melenguh keras
- Upaya melarikan diri dari tali atau kandang
Menurut penelitian dari University of Queensland, sapi yang mengalami stres ekstrem dapat menunjukkan reaksi agresif sebagai respons pertahanan diri.
b. Respons "Fight or Flight"
Dalam kondisi terancam, otak sapi terutama bagian amigdala dan hipotalamus mengaktifkan sistem saraf simpatik. Ini memicu pelepasan hormon adrenalin dan kortisol yang menyebabkan detak jantung meningkat, pupil membesar, dan otot menegang. Respons ini dikenal sebagai "fight or flight" (melawan atau melarikan diri). Ketika sapi merasa terpojok dan tidak dapat melarikan diri karena diikat atau dikelilingi manusia, ia cenderung memilih opsi kedua: melawan.
2. Faktor Lingkungan dan Perlakuan Manusia
a. Suasana Ramai dan Bising
Kondisi saat pemotongan hewan kurban seringkali sangat jauh dari ideal bagi hewan. Suara takbir yang keras, kerumunan warga, anak-anak berteriak, dan bau darah yang menyengat menciptakan tekanan sensorik yang luar biasa. Sapi memiliki pendengaran yang sangat tajam dan penciuman yang sensitif. Suasana semacam ini bisa menciptakan overstimulasi yang memperburuk stres hewan.
b. Penanganan yang Kasar dan Tidak Profesional
Pengetahuan tentang animal handling masih terbatas di kalangan panitia kurban. Tidak sedikit panitia yang menarik tali sapi dengan paksa, berteriak, atau bahkan memukulnya agar mau bergerak. Tindakan semacam ini bukan hanya tidak etis, tapi juga memperbesar risiko sapi menjadi agresif.
3. Faktor Biologis dan Fisiologis: Ukuran, Kekuatan, dan Hormonal
Sapi jantan, terutama yang belum dikebiri, memiliki kadar hormon testosteron yang tinggi. Hormon ini berhubungan erat dengan dominasi dan agresivitas. Jika sapi kurban berjenis kelamin jantan dan tidak dikebiri, maka potensi perilaku menyerang lebih tinggi dibanding sapi betina atau sapi yang sudah dikebiri.
Selain itu, sapi merupakan hewan yang secara fisik kuat. Seekor sapi dewasa bisa memiliki berat 600–1.000 kg dengan kekuatan otot luar biasa. Jika panik dan lepas kendali, dampaknya bisa sangat berbahaya. Bahkan satu serudukan dapat menyebabkan cedera serius seperti patah tulang atau trauma kepala.
4. Studi Kasus dan Tragedi Nyata
Beberapa kejadian tragis tercatat dalam berita nasional setiap tahun saat pelaksanaan Iduladha. Contoh:
- 2022, Bekasi: Seekor sapi lepas dan menyeruduk seorang pria hingga patah tulang rusuk.
- 2023, Makassar: Sapi kabur ke jalan raya, menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
- 2024, Jakarta Timur: Sapi kurban mengamuk dan menyeruduk petugas masjid hingga dilarikan ke rumah sakit.
Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa kecelakaan akibat hewan kurban meningkat hingga 12% setiap tahun, sebagian besar akibat sapi yang tidak terkendali.
5. Solusi Ilmiah dan Praktis: Bagaimana Mencegah Tragedi?
a. Pelatihan Penanganan Hewan (Animal Welfare Training)
Pelatihan panitia kurban tentang teknik penanganan hewan yang etis dan aman sangat penting. Beberapa prinsip dasar meliputi:
- Tidak berteriak atau memukul hewan
- Menggunakan tali yang nyaman dan tidak menyakiti
- Menghindari kerumunan saat hewan dibawa ke lokasi penyembelihan
b. Penggunaan Teknologi dan Kandang Khusus
Beberapa negara seperti Australia dan Selandia Baru menggunakan restraining box atau alat penenang (tranquilizer) sebelum penyembelihan untuk menghindari kekerasan fisik. Di Indonesia, penggunaan kandang sementara yang tenang dan jauh dari keramaian dapat membantu menurunkan stres hewan.
c. Pemeriksaan Kesehatan dan Mental Hewan Sebelum Kurban
Hewan yang sakit atau terluka lebih mudah stres dan agresif. Pemeriksaan oleh dokter hewan sebelum pelaksanaan kurban bukan hanya soal kehalalan, tetapi juga bagian dari animal welfare.
Tragedi sapi kurban yang mengamuk bukanlah kejadian acak. Ia merupakan hasil dari interaksi kompleks antara kondisi psikologis hewan, perlakuan manusia, dan lingkungan sekitar. Dengan pendekatan ilmiah, edukasi, dan kepedulian terhadap kesejahteraan hewan, tragedi semacam ini seharusnya bisa dicegah.
Iduladha adalah momentum spiritual yang penuh kasih, bukan hanya untuk sesama manusia, tetapi juga untuk makhluk hidup lain yang menjadi bagian dari ibadah. Menghormati dan memperlakukan hewan kurban dengan layak bukan hanya soal etika, tapi juga tentang keselamatan dan kemanusiaan.
(***)
#SapiKurban #IdulAdha