Iran Ancam Tutup Selat Hormuz, Eropa di Ujung Tanduk: Ancaman Energi Membayangi
Iran Ancam Tutup Selat Hormuz, Negara Eropa Dinilai Paling Dirugikan (Foto: Nile Post)
D'On Iran - Ketegangan geopolitik di Timur Tengah kembali memanas setelah Iran mengeluarkan ancaman tegas untuk menutup Selat Hormuz, jalur pelayaran vital bagi perdagangan minyak dunia. Ancaman ini mencuat sebagai respons atas serangan Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran yang dinilai sebagai provokasi terbuka. Jika ancaman ini benar-benar direalisasikan, maka negara-negara Eropa diprediksi akan menjadi pihak yang paling terdampak.
Pakar hubungan internasional dan pengamat Timur Tengah, Dina Sulaeman, menegaskan bahwa Eropa akan menanggung beban terbesar jika Iran menutup Selat Hormuz. Hal ini ia ungkapkan dalam diskusi bertajuk “Iran Diserang AS-Israel, Dunia di Ambang Perang?” yang diselenggarakan Selasa, 24 Juni 2025.
“Kalau seandainya Selat Hormuz ditutup, memang yang sangat rugi itu adalah Eropa,” tegas Dina.
Eropa Terkepung Krisis Energi Kedua
Dina mengulas bahwa sebelum pecahnya konflik Rusia-Ukraina, Eropa sangat bergantung pada pasokan gas dan minyak dari Rusia. Namun sejak krisis itu meletus, Uni Eropa mengambil langkah drastis dengan menjatuhkan sanksi dan melakukan embargo energi terhadap Moskow. Akibatnya, negara-negara Eropa terpaksa mencari sumber energi alternatif.
Pilihan mereka kemudian jatuh kepada negara-negara Teluk seperti Qatar. Namun, ada satu persoalan besar: semua jalur distribusi energi dari kawasan Teluk menuju Eropa bergantung pada Selat Hormuz — jalur sempit antara Teluk Persia dan Teluk Oman, yang kini menjadi titik panas.
Jika Selat Hormuz diblokade, bukan hanya pengiriman minyak Qatar yang terganggu, tetapi juga hampir 20 persen perdagangan minyak dunia bisa lumpuh. Situasi ini menghidupkan kembali bayang-bayang krisis energi yang bahkan bisa lebih buruk dibanding era embargo minyak tahun 1970-an.
Diplomasi Eropa Vs. Agresi AS
Menurut Dina, kekhawatiran Eropa atas potensi blokade ini mendorong mereka untuk mengambil langkah preventif. Salah satunya dengan mengaktifkan saluran diplomatik guna mencegah Amerika Serikat melakukan eskalasi lebih lanjut terhadap Iran.
“Eropa akan mengaktifkan channel-channel diplomasinya untuk mengupayakan agar tidak terjadi eskalasi, agar Amerika Serikat tidak terus-menerus menyerang Iran,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa ketidakterlibatan Eropa dalam agresi militer ini bukan karena kurangnya solidaritas, melainkan sikap pragmatis demi menjaga stabilitas energi dan ekonomi kawasan mereka sendiri.
“Makanya betul, Amerika sendirian. Karena Eropa enggak mau bantu. Eropa tahu betul risiko besar yang mengintai jika Amerika terus memprovokasi Iran,” tambahnya.
Dampak Global: Dunia di Ambang Krisis Energi Baru
Penutupan Selat Hormuz tidak hanya akan mengguncang pasar energi di Eropa, tetapi juga berpotensi menimbulkan efek domino ke seluruh dunia. Harga minyak global bisa melambung, mengganggu rantai pasok, hingga memperparah inflasi yang belum pulih sepenuhnya pascapandemi dan perang di Ukraina.
Dalam konteks ini, dunia kini berada pada persimpangan krusial: antara perdamaian yang rapuh atau konflik terbuka berskala global. Keputusan diplomatik yang diambil dalam beberapa hari ke depan sangat menentukan.
Selat Hormuz dalam Angka:
- Mengalirkan lebih dari 21 juta barel minyak setiap hari.
- Menjadi jalur penting bagi ekspor minyak Iran, Arab Saudi, UEA, dan Qatar.
- Memiliki lebar hanya sekitar 33 km, menjadikannya sangat mudah diblokade secara militer.
Kesimpulan: Siapa yang Bisa Mencegah Krisis?
Ketegangan di Timur Tengah bukan sekadar konflik regional. Ketika geopolitik bersinggungan dengan energi, maka dampaknya tak bisa diisolasi. Eropa menyadari bahwa serangan Amerika terhadap Iran bisa menjadi bumerang bagi stabilitas benua mereka. Oleh karena itu, tekanan diplomatik terhadap Washington kemungkinan akan meningkat dalam waktu dekat.
Jika diplomasi gagal, maka dunia berpotensi menghadapi gelombang krisis baru: krisis energi, ekonomi, dan bahkan kemanusiaan. Dalam situasi seperti ini, pertanyaan yang menggantung adalah siapa yang akan menahan pelatuk konflik, sebelum terlambat?
(*)
#Internasional #SelatHormuz #Iran