Breaking News

Gaduh di Kampus Pendidikan: Sumpah Rektor UPI Berbahasa Inggris, DPR Walkout

Pelantikan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia Periode 2025-2030. Foto: YouTube/ TVUPI DIGITAL

D'On, Bandung –
Atmosfer khidmat pelantikan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mendadak berubah tegang. Sorotan tajam dan langkah kaki meninggalkan ruangan menjadi tanda protes yang tak bisa diabaikan. Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, dengan tegas memilih walkout dari acara pelantikan Prof. Dr. Didi Sukyadi, M.A., yang baru saja diangkat sebagai Rektor UPI periode 2025–2030. Alasannya satu: pengucapan sumpah jabatan yang disampaikan dalam bahasa Inggris.

Momen ini terjadi saat Prof. Didi, di hadapan Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UPI, Komjen Pol (Purn) Nanan Soekarna, melafalkan sumpah jabatan. Di tengah kalimat sumpah, terdengar jelas frasa yang tidak lazim dalam prosesi kenegaraan:

"I will uphold the values for value, full commitment no conspiracy, and defender integrity."

Sontak, Cucun berdiri dari tempat duduknya, meninggalkan ruangan dengan wajah serius. Tak lama kemudian, ia mengeluarkan pernyataan keras kepada media.

“Saya tidak bisa menerima pengucapan sumpah jabatan rektor di institusi pendidikan Indonesia dilakukan dalam bahasa asing. Ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009,” ujarnya.

Dugaan Pelanggaran UU Bahasa, Identitas Nasional Dipertaruhkan

Pernyataan Cucun bukan tanpa dasar hukum. Ia merujuk langsung pada Pasal 28 UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, yang mewajibkan penggunaan Bahasa Indonesia dalam pidato resmi pejabat negara, baik di dalam maupun luar negeri. Lebih lanjut, Pasal 29 ayat (1) menyebutkan bahwa bahasa pengantar dalam pendidikan nasional juga harus menggunakan bahasa Indonesia.

Cucun menilai tindakan penggunaan bahasa Inggris dalam sumpah jabatan sebagai tanda lunturnya kesadaran institusi akademik terhadap nilai strategis bahasa negara.

“Ini bukan sekadar teknis. Ini soal identitas. Kita bisa go internasional, tapi tidak boleh mengorbankan jati diri bangsa,” tegasnya.

“Saya akan menyampaikan ini dalam rapat bersama Kemendiktisaintek. Jangan sampai bahasa Indonesia dianggap nomor dua di rumahnya sendiri,” tambahnya.

Respons Pemerintah: Akan Jadi Evaluasi Serius

Polemik ini cepat sampai ke telinga Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek). Direktur Jenderal Dikti Sains dan Teknologi, Khairul Munadi, mengonfirmasi bahwa kementerian mencatat insiden ini sebagai perhatian khusus. Ia sendiri hadir dalam pelantikan tersebut dan menyaksikan langsung momen yang menuai kontroversi itu.

“Kami mencatat penggunaan bahasa Inggris hanya terbatas pada bagian kecil dari sumpah dan bersifat simbolik. Inti sumpah tetap dalam bahasa Indonesia,” jelas Khairul.

“Namun, tetap saja, penggunaan bahasa Indonesia dalam forum resmi adalah prioritas utama sesuai amanat UU.”

Khairul menambahkan, Kemendiktisaintek akan memperkuat koordinasi dengan Majelis Wali Amanat dan pimpinan perguruan tinggi lainnya agar setiap prosesi resmi ke depan sepenuhnya mengikuti kaidah kebangsaan dan tata kelola baik.

Penjelasan Pihak UPI: Itu Slogan, Bukan Bahasa Resmi

Tak tinggal diam, UPI memberikan klarifikasi. Menurut Kepala Humas UPI, Suhendra, pengucapan sumpah Rektor Didi tetap menggunakan Bahasa Indonesia. Frasa dalam bahasa Inggris hanyalah sisipan berupa slogan kampanye Rektor terpilih selama proses pemilihan.

“Sumpah jabatan disampaikan dalam Bahasa Indonesia. Frasa berbahasa Inggris adalah slogan khas Prof. Didi saat proses pemilihan rektor,” ujar Suhendra.

“Pemilihan rektor adalah ranah Majelis Wali Amanat, termasuk format pelantikan,” tambahnya.

Namun klarifikasi ini tampaknya belum cukup meredakan kritik. Banyak pihak menilai bahwa simbolisme atau tidak, bahasa asing dalam momen resmi seperti pelantikan tetap tidak tepat dan berpotensi mencederai semangat nasionalisme.

Polemik Bahasa di Kampus: Simbol Internasionalisasi atau Krisis Identitas?

Insiden di UPI menyulut perdebatan yang lebih besar: sejauh mana kampus boleh mendorong internasionalisasi tanpa mengorbankan nilai-nilai kebangsaan? Bahasa, dalam konteks ini, menjadi simbol yang sangat kuat. Di satu sisi, ada dorongan globalisasi akademik. Di sisi lain, ada urgensi mempertahankan jati diri bangsa, terutama dalam institusi yang bernama "Universitas Pendidikan Indonesia".

Bagi Cucun dan sejumlah legislator lainnya, UPI seharusnya menjadi garda terdepan dalam membumikan Bahasa Indonesia, bukan justru menjadikannya sekadar pelengkap.

Kini, pelantikan rektor yang semestinya menjadi awal baru bagi kepemimpinan kampus justru membuka perdebatan nasional: apakah pendidikan tinggi Indonesia masih menjunjung tinggi bahasa dan identitas negaranya sendiri?

Pelantikan Rektor UPI yang seharusnya menjadi selebrasi akademik kini berubah menjadi peringatan. Peringatan bahwa dalam upaya mengejar pengakuan global, perguruan tinggi jangan sampai melupakan akar tempat ia berpijak. Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, tetapi cermin dari jiwa bangsa. Dan dalam setiap sumpah yang terucap di ruang publik resmi, identitas itu semestinya dikokohkan, bukan digeser.

(K)

#UPI #Viral #Peristiwa