Breaking News

Lebih Utama Aqiqah atau Kurban? Menimbang Prioritas Ibadah dalam Islam


Dirgantaraonline
- Setiap kali menjelang Iduladha, pertanyaan ini kerap muncul di kalangan umat Islam: lebih utama mana, aqiqah atau kurban? Apalagi bagi mereka yang terbatas secara finansial, pilihan antara menyembelih hewan untuk aqiqah anak atau berkurban pada Iduladha menjadi dilema tersendiri. Keduanya adalah syariat penting dalam Islam, namun dari sisi keutamaan, urgensi, dan konteks hukum, manakah yang lebih didahulukan?

Memahami Makna dan Tujuan Aqiqah

Aqiqah adalah ibadah yang berkaitan langsung dengan kelahiran seorang anak. Ia disyariatkan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah atas karunia keturunan. Dalam hadis sahih riwayat Tirmidzi, Rasulullah ï·º bersabda:

"Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama."
(HR. Tirmidzi)

Aqiqah dianjurkan dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran. Namun jika belum mampu, boleh dilakukan pada hari ke-14, ke-21, atau kapan pun selama anak belum baligh. Dalam aqiqah, disunnahkan menyembelih dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan.

Tujuan utama aqiqah adalah:

  • Menyambut kelahiran anak dengan ibadah
  • Menyucikan anak dari gangguan setan
  • Menyebarkan kebahagiaan dan mempererat silaturahmi lewat sedekah daging

Mendalami Ibadah Kurban

Kurban adalah ibadah tahunan yang dilaksanakan pada tanggal 10–13 Dzulhijjah, bertepatan dengan Hari Raya Iduladha dan hari-hari tasyrik. Hukum kurban menurut mayoritas ulama adalah sunnah muakkadah (sangat dianjurkan) bagi yang mampu. Namun menurut sebagian ulama Hanafiyah, kurban hukumnya wajib bagi muslim yang mampu.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

"Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah."
(QS. Al-Kautsar: 2)

Kurban memiliki dimensi sosial yang kuat. Dagingnya dibagikan kepada keluarga, tetangga, dan fakir miskin. Ini bukan hanya bentuk ketaatan kepada Allah, tetapi juga ajang solidaritas dan kepekaan sosial.

Perbandingan Hukum dan Keutamaan

Aspek Aqiqah Kurban
Hukum Sunnah muakkadah Sunnah muakkadah (wajib menurut Hanafiyah)
Waktu Pelaksanaan Fleksibel, sejak hari ke-7 kelahiran Terbatas: 10–13 Dzulhijjah
Subjek Per anak yang lahir Per individu yang mampu
Tujuan Syukur atas kelahiran Mendekatkan diri kepada Allah, solidaritas sosial
Distribusi Daging Boleh dimasak dulu, lalu dibagikan Lebih utama dibagikan dalam bentuk mentah

Bila melihat dari sisi hukum dan waktu, kurban lebih terikat secara waktu dan memiliki momen spesial (Iduladha), sedangkan aqiqah lebih fleksibel.

Mana yang Didahulukan Jika Tidak Mampu Dua-duanya?

Inilah inti persoalan yang sering membingungkan banyak orang. Apabila seseorang hanya mampu memilih satu, apakah sebaiknya mendahulukan aqiqah untuk anaknya atau berkurban?

Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, seorang ulama besar Arab Saudi, kurban lebih utama daripada aqiqah jika seseorang tidak mampu melaksanakan keduanya. Hal ini karena kurban adalah syiar yang lebih luas, waktu pelaksanaannya terbatas, dan pahalanya lebih besar karena bersifat umum dan sosial.

Namun demikian, Imam Ahmad bin Hanbal punya pandangan berbeda. Menurutnya, aqiqah lebih utama jika terkait dengan anak yang baru lahir, karena anak tergadai dengan aqiqahnya. Artinya, aqiqah menjadi bentuk tanggung jawab orang tua terhadap anak secara spiritual.

Pendapat yang Menengahi

Beberapa ulama kontemporer menyarankan pendekatan bijak:

  1. Jika anak belum diaqiqahi dan masih kecil, dahulukan aqiqah.
  2. Jika sudah dewasa dan belum diaqiqahi, maka tak ada kewajiban lagi, dan kurban lebih utama.
  3. Jika kondisi finansial sangat terbatas, boleh memilih salah satunya sesuai situasi dan niat terbaik.

Tidak Perlu Dibenturkan, Tapi Diprioritaskan

Aqiqah dan kurban bukan ibadah yang saling meniadakan. Keduanya memiliki nilai dan keutamaannya masing-masing. Namun, ketika kondisi tidak memungkinkan untuk menjalankan keduanya, kurban cenderung lebih utama didahulukan, terutama karena:

  • Waktunya terbatas (hanya setahun sekali)
  • Pahalanya besar dan mencakup aspek sosial yang luas
  • Syiar Islam yang nyata dan kolektif

Namun jika seorang anak belum diaqiqahi hingga baligh, maka kewajiban aqiqah gugur dan tidak berdosa.

Yang terpenting adalah niat dan kemampuan. Allah tidak membebani hamba-Nya di luar batas kesanggupan. Maka, tunaikanlah mana yang lebih mungkin dilakukan, dan yakinlah bahwa Allah Maha Mengetahui niat hamba-Nya.

(*)

#Aqiqah #Qurban #Islami #Religi