Kejagung Bongkar Dugaan Korupsi Raksasa Rp9,9 Triliun di Kemendikbudristek: Laptop Chromebook Jadi Sumber Masalah
Kapuspen Kejagung Harli Siregar
D'On, Jakarta – Skandal korupsi kembali mengguncang dunia pendidikan Indonesia. Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi meningkatkan status penanganan perkara dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) ke tahap penyidikan. Tak tanggung-tanggung, nilai proyek yang kini tengah diselidiki itu mencapai angka fantastis: Rp9,9 triliun.
Peningkatan status kasus ini diumumkan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, Senin (26/5/2025). Ia menyatakan, tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah mengeluarkan surat perintah penyidikan Nomor: Print-38/F.2/Fd.2/05/2025 tertanggal 20 Mei 2025.
"Kami resmi menaikkan status dari penyelidikan ke penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek digitalisasi pendidikan di lingkungan Kemendikbudristek, yang berlangsung selama periode 2019 hingga 2023," ujar Harli.
Proyek Ambisius yang Diduga Sarat Rekayasa
Proyek ini mulanya dirancang sebagai langkah besar pemerintah untuk mempercepat transformasi digital di sektor pendidikan. Melalui pengadaan massal laptop berbasis sistem operasi Chromebook, Kemendikbudristek mengklaim ingin memperluas akses teknologi bagi siswa di seluruh penjuru negeri.
Namun di balik niat mulia itu, penyidik menduga ada skenario busuk yang melibatkan pemufakatan jahat sejumlah pihak. Harli mengungkapkan, para pelaku diduga membuat kajian teknis yang telah direkayasa guna memuluskan jalannya proyek pengadaan.
“Pada saat itu, kajian mengenai kebutuhan laptop Chromebook dibuat dengan pendekatan yang tidak objektif, bahkan mengabaikan realitas infrastruktur Indonesia, terutama soal konektivitas internet,” ujar Harli.
Ia menekankan, Chromebook memang didesain untuk berfungsi optimal dalam ekosistem berbasis internet. Namun, pada tahun-tahun tersebut, sebagian besar wilayah di Indonesia masih belum memiliki akses internet stabil sebuah kondisi yang membuat penggunaan Chromebook jadi tidak relevan, bahkan kontraproduktif.
Uji Coba yang Diabaikan, Efektivitas Dipertanyakan
Fakta menarik lainnya yang terungkap dalam proses penyidikan adalah temuan uji coba yang dilakukan pada tahun 2019. Menurut Harli, Kemendikbudristek kala itu telah mendistribusikan sekitar 1.000 unit laptop Chromebook ke beberapa sekolah sebagai bagian dari tahap pilot project.
Hasilnya? Tidak menggembirakan.
"Uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook di tahun 2019 itu sudah membuktikan bahwa perangkat ini tidak efektif untuk diterapkan secara luas di Indonesia," tegas Harli.
Namun ironisnya, alih-alih menghentikan atau mengevaluasi rencana tersebut, proyek justru tetap dijalankan secara masif. Inilah yang memperkuat kecurigaan bahwa proyek tersebut didorong bukan oleh kebutuhan pendidikan, melainkan oleh kepentingan tertentu yang berpotensi merugikan keuangan negara dalam skala besar.
Kejagung Siap Ungkap Aktor Kunci di Balik Skema Korupsi
Hingga saat ini, penyidik masih mendalami siapa saja pihak yang terlibat dalam persekongkolan pengadaan laptop tersebut. Sejumlah pejabat Kemendikbudristek, rekanan penyedia barang, hingga tim penyusun kajian teknis tengah dipetakan peran dan tanggung jawabnya.
Meski belum ada tersangka yang diumumkan secara resmi, Kejagung memastikan bahwa pengusutan kasus ini akan dilakukan secara menyeluruh dan transparan.
"Kami akan menelusuri semua aliran dana, proses lelang, hingga keputusan-keputusan strategis yang diambil dalam proyek ini. Jika ada unsur kesengajaan untuk merugikan negara, maka para pelaku harus mempertanggungjawabkannya secara hukum," kata Harli.
Korupsi di Dunia Pendidikan: Luka Lama yang Terulang
Skandal ini bukan hanya soal uang. Ini tentang kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan yang kembali tercoreng. Dalam kondisi di mana banyak sekolah di pelosok masih kekurangan fasilitas dasar, dugaan korupsi sebesar Rp9,9 triliun untuk pengadaan perangkat yang tidak sesuai kebutuhan menjadi ironi pahit.
Publik kini menanti, apakah penegakan hukum akan benar-benar menyentuh para aktor intelektual di balik proyek ambisius ini. Apakah ini akan menjadi pembelajaran penting untuk kebijakan digitalisasi pendidikan ke depan, atau justru berakhir seperti banyak kasus lain: senyap, menguap, dan terlupakan.
(Mond)
#Korupsi #Kejagung #Kemendikbudristek