Istri Desertir TNI Mengaku Dilecehkan Dua Polisi Saat Ditahan: "Saya Disuruh Video Call Sambil Mandi"
Alamsyah memberikan keterangan soal dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh oknum kepolisian.
D'On, Asahan, Sumatera Utara – Seorang perempuan muda berusia 23 tahun, istri dari prajurit TNI yang berstatus desertir, mengungkap pengalaman kelam yang dialaminya selama mendekam di balik jeruji besi tahanan Polres Asahan. Kepada kuasa hukumnya, ia mengaku menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh dua oknum anggota polisi.
Perempuan itu ditahan bukan karena kepemilikan narkotika, melainkan karena dituduh mengetahui keberadaan narkoba namun tidak melaporkannya. Status hukumnya adalah tersangka pasal obstruction of justice dalam UU Narkotika. Sang suami, Chandra, adalah buron kasus narkoba yang sempat memicu kehebohan karena menembaki polisi saat penggerebekan.
Namun, dari balik kasus narkoba yang membelit mereka, muncul kisah lain yang lebih mengerikan tentang kekuasaan yang disalahgunakan, dan tentang tubuh seorang perempuan yang dijadikan objek saat ia dalam kondisi tak berdaya.
Modus Pelecehan 1: HP, Godaan, dan Video Call Saat Mandi
Pelecehan pertama disebut dilakukan oleh seorang polisi yang disebut-sebut menjalin komunikasi intens dengan korban selama di tahanan. Menurut Alamsyah, kuasa hukum korban, pelaku menggoda korban secara verbal, memberikan ponsel untuk dipakai, bahkan meminta korban melakukan video call sambil mandi.
“Klien kami berulang kali menegaskan bahwa ia adalah istri sah dari seorang prajurit, tetapi hal itu tidak menghentikan pelaku,” kata Alamsyah usai melapor ke Divisi Propam Polda Sumut, Kamis (15/5). “Perlakuan seperti ini tidak hanya tidak etis, tapi juga merupakan bentuk kekerasan seksual terselubung di dalam institusi hukum.”
Modus Pelecehan 2: Panggil Periksa, Tapi Malah Menciumi
Oknum kedua memiliki modus berbeda namun tak kalah mengerikan. Ia memanggil korban dengan alasan pemeriksaan, namun sesampainya di ruangan, bukan pertanyaan hukum yang diajukan melainkan perlakuan tidak senonoh yang diterima korban.
“Alih-alih diperiksa, klien kami diciumi oleh petugas itu. Bukan sekali, tapi dua kali,” ungkap Alamsyah. Ia menambahkan bahwa korban dalam keadaan tertekan dan takut saat peristiwa itu terjadi, sehingga baru berani bercerita setelah dipindahkan ke Lapas Labuhan Ruku. Di sana, ia menceritakan semuanya kepada kuasa hukum dan keluarga.
Korban mengaku tidak bisa mengingat secara rinci kapan insiden-insiden tersebut terjadi, karena pada saat itu ia mengalami tekanan psikologis yang cukup berat.
Propam Bergerak, Polda Sumut Menanggapi Singkat
Kasubbid Penmas Polda Sumut, Kompol Siti Rohani, saat dikonfirmasi wartawan, menyatakan bahwa pihaknya masih memverifikasi aduan tersebut.
“Kami cek dulu ya,” jawabnya singkat.
Namun, pernyataan itu belum cukup untuk menenangkan publik yang kini mulai mempertanyakan integritas aparat penegak hukum. Kasus ini membuka kembali luka lama tentang kekuasaan yang sering kali beroperasi tanpa pengawasan—terutama di ruang-ruang tertutup seperti tahanan, di mana perempuan sering menjadi korban yang tak terdengar suaranya.
Bukan Kasus Pertama
Kasus seperti ini bukan kali pertama terjadi di institusi kepolisian. Dalam beberapa tahun terakhir, muncul sejumlah pengakuan dari tahanan perempuan yang mengaku dilecehkan bahkan diperkosa oleh oknum petugas.
Sayangnya, banyak dari kasus itu berakhir tanpa kejelasan, karena minimnya bukti atau tekanan dari berbagai pihak.
Kini, mata publik tertuju pada Polda Sumut. Akankah kasus ini diusut tuntas? Ataukah ia akan tenggelam seperti banyak kasus kekerasan terhadap perempuan lainnya yang berakhir dalam senyap?
(Mond)
#PelecehanSeksual #TNI #Polri