Breaking News

Tragedi Penjarahan Gudang Bulog di Tapteng: Seorang Ibu Tewas di Tengah Putus Asa Warga Menanti Bantuan

Detik-Detik Gudang Bulog Sibolga Dijarah Massa

D'On, Tapanuli Tengah
- Bencana banjir dan longsor yang meluluhlantakkan wilayah Sumatera Utara kembali menorehkan luka yang lebih dalam. Tidak cukup dengan melonjaknya angka korban jiwa, derita para penyintas kini bertambah dengan tragedi kemanusiaan yang terjadi akibat ketiadaan bantuan yang tak kunjung datang.

Di Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), seorang ibu terpaksa meregang nyawa saat berebut beras di Gudang Bulog Sibolga Tapteng, Sabtu (29/11/2025). Ia jatuh dan terinjak-injak di tengah kepanikan ratusan warga yang datang dengan harapan bisa membawa pulang sedikit bahan makanan untuk bertahan hidup. Sang ibu meninggalkan seorang anak yang juga terluka dan kini masih menjalani perawatan.

Kabar ini dikonfirmasi langsung oleh Bupati Tapteng, Masinton Pasaribu, yang menyebut kejadian itu sebagai “pukulan keras” bagi pemerintah dan pengingat bahwa akses logistik di masa krisis harus menjadi prioritas tanpa syarat.

"Yang meninggal dunia satu ibu, anaknya satu dalam perawatan," ujar Masinton dengan nada yang menggambarkan beratnya situasi lapangan.

Bantuan Tak Tiba Selama Lebih dari Tiga Hari: Pemantik Aksi Penjarahan

Harta benda, rumah, dan sanak keluarga telah hilang dihanyutkan banjir namun ketika perut mulai menagih isi setelah tiga hari penuh tanpa suplai bantuan, batas kesabaran warga pun runtuh. Keterlambatan distribusi bahan pokok menjadi pemicu utama aksi penjarahan yang meluas.

Gudang Bulog bukan satu-satunya sasaran. Warga yang putus asa turut merangsek ke tujuh gerai minimarket di Tapteng dan Kota Sibolga. Mereka mengambil apa pun yang bisa menjadi “penyelamat”: beras, mie instan, air minum, susu, gula, hingga sabun.

Polres Sibolga mengamankan 16 warga yang terlibat. Namun, alih-alih memenjarakan para pelaku, kepolisian mempertimbangkan jalur Restorative Justice (RJ) sebuah pendekatan yang menimbang kondisi kemanusiaan para penyintas.

"Rencananya mau di-RJ-kan, sudah ada petunjuk dari pimpinan atas," jelas Kasi Humas Polres Sibolga, AKP Suyatno.

Untuk mencegah insiden serupa, aparat TNI–Polri kini melakukan pengamanan ketat di sejumlah titik vital, termasuk minimarket dan gudang penyimpanan logistik.

Krisis Kemanusiaan Menganga: Korban Jiwa Terus Meningkat

Di sela hiruk-pikuk penjarahan, gelombang kabar duka lain terus berdatangan. BNPB melaporkan bahwa hingga Selasa (2/12/2025), jumlah korban meninggal dunia akibat banjir dan longsor di Sumatera Utara melonjak menjadi 283 jiwa angka yang mencerminkan betapa dahsyatnya bencana yang melanda.

Selain itu, 173 orang masih dinyatakan hilang, sementara puluhan ribu lainnya terpaksa mengungsi dalam kondisi serba terbatas:

  • Tapanuli Utara: 15.765 jiwa
  • Mandailing Natal: 7.194 jiwa
  • Kota Sibolga: 4.456 jiwa
  • Humbang Hasundutan: 2.200 jiwa
  • Tapanuli Tengah: 2.111 jiwa
  • Tapanuli Selatan: 1.505 jiwa

Tenda-tenda pengungsian yang penuh sesak, persediaan makanan yang makin menipis, anak-anak yang mulai jatuh sakit, serta jalur distribusi yang belum sepenuhnya pulih, menjadi gambaran getir dari situasi di lapangan.

Alarm Keras untuk Pemerintah

Tragedi seorang ibu yang meregang nyawa saat berebut beras bukan sekadar insiden tunggal ia adalah cerminan keputusasaan massal yang dipicu oleh runtuhnya sistem penanggulangan pascabencana. Ketika bantuan datang terlambat, rasa lapar berubah menjadi amarah, dan amarah berubah menjadi tindakan nekat yang dapat berujung maut.

Ini menjadi alarm darurat bagi pemerintah daerah maupun pusat untuk bergerak lebih cepat dan lebih sigap. Distribusi bantuan tidak bisa lagi sekadar direncanakan ia harus dijalankan, sekarang juga, sebelum lebih banyak nyawa hilang bukan karena bencana, tetapi karena kegagalan penanganan pascabencana.

(L6)

#Penjarahan #Peristiwa #BanjirSumut