Breaking News

Nobar SEA Games Berakhir Maut: Jet Myanmar Bom Warga Desa, 18 Tewas

18 Warga Myanmar Tewas Saat Nobar Sea Games 2025

D'On, Sagaing, Myanmar —
Sabtu, 5 Desember 2025 malam yang seharusnya penuh kegembiraan berubah jadi tragedi memilukan. Sekelompok warga sipil berkumpul di sebuah kedai teh kecil pedesaan di Desa Mayakan, Kabupaten Tabayin, wilayah Sagaing untuk nobar pertandingan sepak bola SEA Games 2025. Mereka sedang menyaksikan tim favorit lewat televisi  anak-anak, guru, orang tua, dan pemuda bercampur di antara gelas teh panas dan tawa yang riuh.

Tiba-tiba, langit malam yang tenang berubah menjadi neraka.

Dua bom dijatuhkan oleh jet tempur militer Myanmar, meledak secara beruntun tak lama setelah sirene serangan udara meraung. Para penonton tak punya waktu melarikan diri ke tempat aman. Setidaknya 18 warga tewas dan sekitar 20 lainnya luka parah akibat ledakan dan serpihan, termasuk anak berusia lima tahun dan dua guru sekolah yang sedang menonton bersama keluarga dan teman-temannya. Selain itu, lebih dari 20 rumah di sekitar lokasi ikut rusak parah setelah ledakan menghantam area hunian mereka.

Bagaimana Bisa Terjadi?

Insiden ini bukan sekadar kecelakaan militer  melainkan bagian dari pola serangan udara yang semakin brutal oleh junta militer Myanmar sejak kudeta Februari 2021. Pemerintahan militer yang dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing telah menggulingkan pemerintahan terpilih, memicu perang saudara meluas yang melanda berbagai wilayah seperti Sagaing, Rakhine, Shan, dan Kachin. Konflik ini melibatkan militer versus kelompok pro-demokrasi termasuk People’s Defence Forces (PDF) dan berbagai milisi etnis bersenjata.

Serangan udara militer secara rutin ditujukan kepada posisi kelompok perlawanan yang berada di daerah pedalaman, tetapi belakangan sering mengenai warga sipil tak bersenjata  pasar, sekolah, klinik, rumah, hingga tempat berkumpul seperti kedai teh ini.

Korban dan Reaksi Publik

Para saksi menggambarkan suasana pascakejadian yang penuh trauma: jeritan keluarga mencari anggota yang terluka, puing bangunan yang hancur, dan suasana duka yang membayangi desa kecil itu. Tidak ada laporan resmi dari junta militer mengenai serangan tersebut meskipun laporan lokal dan media independen telah mempublikasikan foto dan video kerusakan serta jenazah.

Reaksi publik Myanmar di media sosial dipenuhi dengan kemarahan dan kesedihan, tidak hanya karena kekejaman itu sendiri, tetapi juga karena perhatian media internasional yang minim terhadap penderitaan warga sipil di negara itu. Banyak masyarakat menyuarakan bahwa nyawa rakyat Myanmar seolah “terpinggirkan” dari berita utama global masyarakat yang sibuk dengan perang lain atau berita populer.


Konflik yang Lebih Luas  Tidak Hanya Sagaing

Tragedi di Sagaing bukan satu-satunya tragedi tragis akhir-akhir ini. Di Rakhine State sebelah barat Myanmar, serangan udara terhadap sebuah rumah sakit di Mrauk-U turut menewaskan puluhan orang dan melukai puluhan lainnya saat konflik antara junta dan kelompok bersenjata etnis terus memanas menjelang pemilu 28 Desember.

Laporan monitor independen juga mencatat ratusan serangan udara yang menewaskan warga sipil, menunjukkan bagaimana taktik militer Myanmar makin mengandalkan kekuatan udara dengan konsekuensi tragis terhadap kehidupan dan infrastruktur sipil.

Tragedi bukan sekadar angka: setiap korban punya cerita  anak yang ingin mencetak gol imajiner, seorang guru yang menonton bersama muridnya, keluarga yang berbagi tawa sore itu  semuanya hilang dalam sekejap tanpa peringatan.
Ini bukan konflik lokal biasa: ini adalah dampak langsung dari kehancuran demokrasi, di mana kekuatan bersenjata lebih memilih kekerasan daripada dialog.
Suara para warga sipil perlu terdengar: ketika media global sibuk dengan headline lain, kisah rakyat pinggiran seperti di Sagaing mengingatkan kita bahwa di berbagai belahan dunia lain, perang masih bergemuruh dan nyawa masih melayang tanpa keadilan.

(*)

#Peristiwa #SeaGames2025 #Bom