Breaking News

Menhut Ungkap 12 Perusahaan Diduga Biang Kerok Bencana Sumatra: “Kami Akan Kejar Sampai Tuntas”

Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni berdiri di atas tumpukan kayu yang hanyut saat meninjau proses pencarian korban banjir bandang di Pasak Kayu, Nagari Salareh Aia, Palembayan, Agam, Sumatera Barat, Minggu (30/11/2025). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/nz.

D'On, Jakarta —
Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni akhirnya buka suara mengenai temuan awal yang mengaitkan 12 perusahaan di Sumatra Utara sebagai pihak yang berpotensi kuat menjadi penyebab rangkaian bencana alam. longsor dan banjir bandang.yang meluluhlantakkan wilayah Aceh, Sumut, hingga Sumbar dalam beberapa minggu terakhir.

Dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR di Senayan, Kamis (4/12/2025), Raja Juli menyampaikan laporan yang membuat peserta rapat terhenyak: tim Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan (Gakkum Kemenhut) telah menemukan indikasi pelanggaran serius pada 12 subjek hukum perusahaan yang beroperasi di area-daerah rawan ekologis.

“Gakkum Kehutanan sedang melakukan inventarisasi subjek hukum yang terindikasi berkontribusi terhadap bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumut, dan Sumbar. Saat ini, ada 12 lokasi perusahaan di Sumut yang sudah terpetakan indikasi pelanggarannya,” tegas Raja Juli.

Meski belum membuka identitas perusahaan-perusahaan tersebut, sinyal yang muncul jelas: skala dugaan pelanggaran bukan lagi soal tebang pilih tetapi praktik masif yang berpotensi memperparah kerusakan hutan dan tata air di Sumatra bagian utara.

Gakkum Turun ke Lapangan: Audit Lapangan dan Pengumpulan Barang Bukti

Raja Juli menegaskan bahwa penegakan hukum bukan wacana. Menurutnya, tim Gakkum saat ini berada di lapangan untuk merampungkan pengumpulan data, audit dokumen, pengecekan perizinan PBPH, hingga observasi titik-titik rawan yang berkaitan dengan praktik perusahaan.

“Penegakan hukum terhadap 12 subjek hukum tersebut akan segera dilakukan. Kami akan laporkan hasilnya kepada Komisi IV dan juga kepada publik,” ujar Menhut, memastikan bahwa kementeriannya tidak akan ‘masuk angin’ dalam perkara besar ini.

Sejumlah sumber internal Kemenhut yang tidak disebutkan Raja Juli menyebut bahwa dugaan pelanggaran berkisar mulai dari:

  • Perambahan kawasan hutan lindung,
  • Kegiatan penebangan melebihi izin produksi,
  • Pelaporan RKU-RKT tidak akurat,
  • Operasi perusahaan yang menyalahi peta izin PBPH,
  • Pembuangan limbah dan sedimentasi sungai,
  • Pembukaan lahan tanpa analisis dampak yang memadai.

Jika indikasi ini terbukti, konsekuensinya bisa sangat serius: pencabutan izin, gugatan perdata, hingga pidana lingkungan yang dapat menyeret perusahaan dan manajemennya ke pengadilan.

Akar Masalah: Pengelolaan Hutan yang Lama Dibiarkan Membusuk

Laporan ini menjadi babak baru dari polemik panjang pengelolaan hutan di Sumatra. Bencana yang menewaskan puluhan orang dalam beberapa bulan terakhir memperlihatkan bahwa alam memberikan “nota protes” terbesar terhadap kelalaian tata kelola hutan.

Raja Juli mengingatkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan penertiban total terhadap izin-izin perusahaan yang bermasalah, terutama di wilayah hulu yang mempengaruhi sistem hidrologi.

Sebagai gambaran, pada Februari 2025 lalu, Kemenhut sudah mencabut 18 Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) seluas 526.114 hektare dalam satu gebrakan.

“Ini bagian dari penertiban kawasan hutan yang diperintahkan Presiden. Pembersihan izin bermasalah bukan hanya administratif, tapi juga untuk menekan risiko bencana ekologis,” kata Raja Juli.

DPR Desak Transparansi: Publik Berhak Tahu

Dalam rapat tersebut, beberapa anggota Komisi IV DPR menekan Kemenhut agar tidak menutup-nutupi nama perusahaan yang diduga terlibat. Menurut DPR, keterbukaan adalah bagian dari akuntabilitas publik, terlebih bencana yang terjadi telah mengakibatkan:

  • kerusakan infrastruktur,
  • puluhan korban jiwa,
  • ratusan warga mengungsi,
  • kerugian ekonomi yang menembus miliaran rupiah.

Raja Juli menegaskan bahwa identitas perusahaan akan dipaparkan setelah seluruh bukti dikunci dan proses hukum siap diumumkan tanpa celah gugatan balik.

Arah Selanjutnya: Publik Menunggu “Daftar Hitam” Perusahaan

Pengungkapan daftar perusahaan yang terindikasi sebagai penyebab bencana Sumatra disebut-sebut akan menjadi momen penting bagi reformasi tata kelola hutan di Indonesia. Bila dinyatakan bersalah, itu akan menjadi preseden kuat bahwa pemerintah tidak lagi kompromi terhadap perusak lingkungan.

Di tengah keprihatinan masyarakat Sumatra yang masih berduka akibat bencana beruntun, publik kini menunggu satu hal:

Siapa saja 12 perusahaan itu dan sejauh mana negara berani mengadilinya.

(T)

#PembabatanHutan #BanjirSumatera #RajaJuliAntoni