Kemenkes: Sumbar Catat Kasus Demam Tertinggi Pascabanjir–Longsor, Lingkungan Belum Pulih Jadi Pemicu

Kondisi jalan yang dihantam banjir bandang di perbatasan Kabupaten Tanah Datar dan Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, Minggu 30 November 2025. (Antara/Muhammad Zulfikar)
D'On, Sumatera Barat - Sumatera Barat kembali menjadi sorotan setelah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan lonjakan kasus demam tertinggi pascabencana banjir dan tanah longsor yang melanda wilayah tersebut akhir November lalu. Dalam laporan resmi yang dirilis Kamis (4/12/2025), tercatat 376 kasus demam di lima kabupaten terdampak hanya dalam periode 25–29 November 2025.
Data ini menempatkan Sumbar sebagai provinsi dengan keluhan demam terbanyak dibanding dua provinsi lain di Sumatera yang mengalami bencana serupa.
Lonjakan Keluhan Kesehatan di Tengah Pemulihan Lambat
Kelima kabupaten yang menyumbang tingginya angka keluhan tersebut meliputi Pasaman, Pasaman Barat, Agam, Pesisir Selatan, dan Tanah Datar. Selain demam, berbagai gangguan kesehatan lain juga muncul secara simultan, mencerminkan beratnya kondisi lingkungan pascabencana.
Rinciannya sebagai berikut:
- Myalgia (nyeri otot): 201 kasus
- Gatal-gatal: 120 kasus
- Dispepsia (gangguan pencernaan): 118 kasus
- ISPA: 116 kasus
- Hipertensi: 77 kasus
- Luka-luka: 62 kasus
- Sakit kepala: 46 kasus
- Diare: 40 kasus
- Asma: 40 kasus
Pola kenaikan keluhan ini, menurut Kemenkes, identik dengan yang terjadi pada bencana-bencana sebelumnya, di mana penyakit berbasis lingkungan langsung melonjak saat masyarakat masih berada dalam kondisi darurat dan pemulihan belum stabil.
Situasi Serupa Terjadi di Sumatera Utara
Fenomena yang hampir sama juga terjadi di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Pada periode 25 November–1 Desember 2025, jumlah kasus demam sudah mencapai 277 kasus, disusul:
- Myalgia: 151 kasus
- Gatal-gatal: 150 kasus
- Dispepsia: 94 kasus
- ISPA: 96 kasus
- Hipertensi: 75 kasus
- Luka-luka: 45 kasus
- Sakit kepala: 23 kasus
- Diare: 23 kasus
- Asma: 3 kasus
Tingginya kasus demam dan keluhan pencernaan di kedua provinsi ini menunjukkan bahwa akses air bersih, sanitasi, dan kepadatan pengungsian menjadi titik lemah utama yang belum sepenuhnya tertangani.
Kondisi Aceh Berbeda: Luka-Luka Jadi Keluhan Dominan
Berbeda dari Sumbar dan Sumut, pola kesehatan korban bencana di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, menunjukkan karakteristik lain. Pada periode serupa, keluhan yang paling banyak dilaporkan adalah:
- Luka-luka: 35 kasus
- ISPA: 15 kasus
- Diare: 6 kasus
Perbedaan pola ini menunjukkan variasi tingkat keparahan bencana dan jenis paparan yang dialami masyarakat setempat.
Kemenkes: “Demam Muncul Paling Cepat Saat Lingkungan Belum Pulih”
Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, Agus Jamaludin, menjelaskan bahwa demam menjadi keluhan pertama yang melonjak karena berbagai faktor lingkungan pascabencana yang belum stabil.
“Demam adalah keluhan yang paling cepat meningkat setelah banjir, terutama ketika tempat pengungsian padat dan akses air bersih terbatas. Kondisi tubuh para pengungsi yang lemah, minimnya perlindungan diri, dan paparan lingkungan kotor menjadi penyebab utama,” jelas Agus.
Ia menegaskan bahwa banjir dan longsor selalu menyisakan kondisi rentan—air genangan yang tercemar, rumah rusak, sulitnya akses layanan kesehatan, serta tingginya kontak antarpengungsi.
Respons Cepat Kemenkes: Tenaga Medis dan Logistik Dikerahkan
Mengantisipasi lonjakan kasus dan risiko penularan, Kemenkes menegaskan telah mengirim tenaga kesehatan tambahan, termasuk dokter dan perawat, ke wilayah-wilayah yang mengalami lonjakan keluhan.
Selain itu, distribusi logistik kesehatan, obat-obatan esensial, cairan infus, antibiotik, hingga paket sanitasi juga dipercepat.
“Kami menjamin ketersediaan obat dan tenaga kesehatan untuk masyarakat terdampak. Fokus kami adalah mencegah penularan penyakit dan menekan risiko komplikasi lebih lanjut,” kata Agus.
Ancaman Penyakit Pascabencana Belum Usai
Meski banjir dan longsor telah surut, para ahli epidemiologi menilai bahwa fase pemulihan pascabencana justru menjadi periode paling krusial. Jika sanitasi tidak membaik dalam dua hingga tiga minggu, dikhawatirkan akan muncul:
- Lonjakan diare akut
- Penyebaran leptospirosis
- Kasus infeksi kulit
- Peningkatan ISPA akibat pengungsian yang padat
Kemenkes mengimbau pemerintah daerah untuk mempercepat normalisasi air bersih, perbaikan tempat pengungsian, serta edukasi pengungsi mengenai kebersihan pribadi.
(B1)
#Kemenkes #BanjirSumbar #BencanaAlam