Breaking News

Jaksa Agung Ungkap Bencana di Sumatera Tak Murni Faktor Alam: Alih Fungsi Lahan Masif Jadi Pemicu Utama

Foto udara warga menyeberangi sungai dengan jembatan darurat di wilayah Tenge Besi, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah, Aceh, Sabtu (20/12/2025).

D'On, JAKARTA
— Bencana banjir bandang dan longsor yang berulang kali melanda wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dalam beberapa waktu terakhir mulai menemukan titik terang. Pemerintah melalui Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa bencana tersebut tidak semata-mata disebabkan faktor alam, melainkan dipengaruhi kuat oleh alih fungsi lahan secara masif di kawasan hulu daerah aliran sungai (DAS).

Hal itu disampaikan langsung oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam acara Penyerahan Hasil Penguasaan Kembali Kawasan Hutan dan Penyelamatan Keuangan Negara yang digelar di Gedung Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (24/12).

Burhanuddin menegaskan, temuan tersebut merupakan hasil kerja Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang dibentuk untuk mengusut penguasaan kawasan hutan secara ilegal dan dampaknya terhadap lingkungan serta keselamatan publik.

27 Perusahaan Telah Diklarifikasi

Dalam proses identifikasi awal, Satgas PKH telah melakukan klarifikasi terhadap 27 perusahaan yang beroperasi di tiga provinsi terdampak bencana tersebut. Perusahaan-perusahaan ini diduga memiliki aktivitas yang berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan, khususnya di wilayah hulu sungai.

“Satgas PKH telah melakukan identifikasi dengan temuan yakni sejumlah besar entitas korporasi dan perorangan terindikasi memiliki kontribusi terhadap terjadinya bencana banjir bandang. Klarifikasi telah dilakukan terhadap 27 perusahaan yang tersebar di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat,” ujar Burhanuddin.

Ia menegaskan, klarifikasi tersebut masih merupakan tahap awal untuk memetakan potensi pelanggaran hukum, baik di bidang kehutanan, lingkungan hidup, maupun tata ruang.

Hasil Riset ITB: Ada Korelasi Kuat dengan Alih Fungsi Lahan

Temuan Satgas PKH diperkuat oleh hasil analisis Pusat Riset Interdisipliner Institut Teknologi Bandung (ITB). Analisis tersebut menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara bencana banjir besar di Sumatera dengan perubahan tutupan lahan di kawasan hulu DAS.

Menurut Burhanuddin, hasil riset itu menepis anggapan bahwa bencana yang terjadi semata akibat curah hujan tinggi.

“Berdasarkan hasil klarifikasi Satgas PKH dan analisa Pusat Riset Interdisipliner ITB, diperoleh temuan bahwa bencana banjir besar di Sumatera bukan hanya fenomena alam biasa. Bencana tersebut terarah pada alih fungsi lahan yang masif di hulu daerah aliran sungai yang kemudian bertemu dengan curah hujan yang tinggi,” jelasnya.

Alih fungsi lahan, terutama dari kawasan hutan menjadi area industri, perkebunan, atau aktivitas ekonomi lainnya, menyebabkan hilangnya tutupan vegetasi alami yang berfungsi sebagai penahan air dan pengikat tanah.

Dampak Lingkungan: Daya Serap Tanah Menurun Drastis

Jaksa Agung menjelaskan, kerusakan vegetasi di kawasan hulu DAS berdampak langsung terhadap kemampuan tanah menyerap air hujan. Akibatnya, air hujan yang turun dalam intensitas tinggi tidak lagi tertahan, melainkan langsung mengalir di permukaan tanah dalam volume besar.

“Hilangnya tutupan vegetasi di hulu DAS menyebabkan daya serap tanah berkurang drastis. Aliran air permukaan meningkat tajam, terlebih saat hujan ekstrem, sehingga memicu banjir bandang akibat volume air yang meluber ke permukaan,” imbuh Burhanuddin.

Kondisi tersebut tidak hanya memperparah banjir, tetapi juga meningkatkan risiko longsor, terutama di wilayah dengan kontur tanah labil dan lereng terjal.

Investigasi Diperluas, Seluruh Subjek Hukum Akan Diperiksa

Menindaklanjuti temuan tersebut, Kejaksaan Agung bersama Satgas PKH merekomendasikan perluasan investigasi terhadap seluruh subjek hukum yang diduga terlibat, baik korporasi maupun perorangan.

Burhanuddin menegaskan bahwa proses penegakan hukum akan dilakukan secara terpadu dan lintas sektor, melibatkan berbagai kementerian dan lembaga.

“Rekomendasi Satgas PKH adalah melanjutkan proses investigasi terhadap seluruh subjek hukum yang dicurigai di Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat dengan melibatkan seluruh stakeholder, mulai dari Satgas PKH, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, hingga Polri,” tegasnya.

Langkah tersebut, kata dia, bertujuan untuk menghindari tumpang tindih pemeriksaan, sekaligus mempercepat penuntasan kasus secara efektif dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Pesan Tegas Negara: Lingkungan Bukan Korban Pembangunan

Pernyataan Jaksa Agung ini sekaligus menjadi sinyal kuat bahwa negara mulai menempatkan persoalan lingkungan sebagai isu hukum serius, bukan sekadar dampak sampingan pembangunan.

Bencana yang merenggut ratusan nyawa dan menghancurkan ribuan rumah di Sumatera kini tidak lagi dipandang sebagai takdir alam semata, melainkan konsekuensi dari kebijakan dan praktik pengelolaan lahan yang abai terhadap keberlanjutan lingkungan.

Ke depan, hasil investigasi ini diperkirakan akan membuka babak baru dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia babak di mana korporasi tidak lagi kebal, dan kerusakan alam yang berdampak pada keselamatan rakyat dapat dimintai pertanggungjawaban pidana maupun perdata.

(K)

#JaksaAgung #Nasional #BencanaSumatera