Gara-Gara Alasan Cek Suhu, Guru SD Divonis 5 Tahun Penjara atas Kasus Pelecehan Siswi

Mansur (53), guru SD di Kendari divonis 5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kendari atas kasus pelecehan seksual. (Dok Ist)
D'On, Kendari – Ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Kendari mendadak senyap saat palu hakim diketukkan, Senin (1/12/2025). Di hadapan majelis hakim, seorang guru sekolah dasar bernama Mansur (53) akhirnya harus menerima kenyataan pahit: divonis 5 tahun penjara setelah dinyatakan terbukti melakukan pelecehan terhadap siswi kelas III yang masih berusia 9 tahun.
Vonis ini hanya terpaut satu tahun lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kendari yang sebelumnya menuntut 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Bagi keluarga korban, putusan ini menjadi titik terang setelah berbulan-bulan dihantui ketakutan dan trauma. Namun bagi pihak terdakwa, vonis ini dianggap penuh kejanggalan dan langsung digugat dengan banding.
Kronologi Awal: Berawal dari Sentuhan yang Dianggap “Tak Wajar”
Kasus ini bermula dari pengakuan sang korban kepada orang tuanya bahwa ia mengalami perlakuan tak pantas dari gurunya sendiri sejak Agustus 2024 hingga Januari 2025. Menurut pengakuan korban, Mansur kerap melakukan sentuhan yang membuatnya tidak nyaman mulai dari memegang pipi, kepala, hingga melontarkan panggilan sayang.
Merasa ada yang tidak beres, orang tua korban akhirnya melaporkan dugaan kekerasan dan pelecehan seksual itu ke pihak kepolisian. Laporan tersebut menjadi pintu masuk bagi penyelidikan yang kemudian menyeret Mansur ke meja hijau.
Detik-Detik Mencekam di Dalam Kelas: Upaya Cium Paksa yang Gagal
Fakta paling mencengangkan terungkap dalam persidangan ketika Kasi Intelijen Kejari Kendari, Aguslan, membeberkan peristiwa yang disebut sebagai puncak dugaan pelecehan.
Peristiwa itu terjadi pada 8 Januari 2025, sekitar pukul 07.00 Wita, saat para siswa bersiap mengikuti apel pagi di sekolah.
Saat korban hendak keluar kelas, Mansur justru menahan dan melarang korban mengikuti apel, sementara siswa lainnya diperbolehkan keluar. Korban diminta tetap duduk di dalam kelas bersama dua siswa lain. Beberapa saat kemudian, dua siswa tersebut keluar, menyisakan korban sendirian bersama terdakwa.
“Terdakwa lalu mendekat, duduk di samping korban,” ungkap Aguslan di hadapan wartawan.
Tak lama kemudian, Mansur memegang pipi kanan korban dengan kuat hingga korban tak bisa menggerakkan kepalanya. Dalam jarak yang sangat dekat hanya dua ruas jari Mansur berusaha mencium bibir korban.
“Dengan sekuat tenaga korban memalingkan wajahnya,” kata Aguslan.
Upaya itu gagal. Mansur kemudian berdiri dan keluar kelas seolah tak terjadi apa-apa. Sementara korban yang ketakutan langsung mengirim voice note kepada ibunya.
“Mama tolong saya, pak guru mau cium saya. Tolong mama datang ke sekolah,” demikian isi pesan yang dikutip jaksa.
Tak lama kemudian, sang ibu datang ke sekolah dan mendapati anaknya dalam kondisi ketakutan, gemetar, dan berbeda dari biasanya.
Proses Hukum: Tuntutan Berat, Vonis Lebih Ringan
Setelah melalui rangkaian penyidikan, pemeriksaan saksi, dan pembuktian di persidangan, JPU akhirnya menuntut Mansur dengan pidana 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar berdasarkan dakwaan tindak pidana pencabulan terhadap anak.
Namun majelis hakim memutuskan menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara, satu tahun lebih ringan dari tuntutan jaksa. Putusan ini didasarkan pada keyakinan hakim bahwa keterangan korban konsisten, diperkuat saksi serta rangkaian kejadian yang tak terbantahkan.
Pembelaan Mansur: “Saya Hanya Cek Suhu Badannya”
Sejak awal proses hukum, Mansur bersikukuh membantah seluruh tuduhan pelecehan. Ia mengklaim bahwa tindakan memegang wajah korban semata-mata karena ingin mengecek suhu tubuh anak yang disebut sedang sakit.
“Saya cuma cek suhu badannya,” kata Mansur singkat saat ditemui di Polresta Kendari.
Ia juga berdalih hanya pernah memegang bahu korban karena anak tersebut diganggu oleh teman-temannya di kelas.
Kuasa Hukum Ajukan Banding: Soroti Visum yang Dinilai Janggal
Tak menerima putusan tersebut, Kuasa Hukum Mansur, Andre Darmawan, langsung menyatakan banding di tempat sesaat setelah vonis dibacakan.
“Kami menyatakan banding sekarang juga,” ujarnya tegas di ruang sidang.
Menurut Andre, terdapat sejumlah kejanggalan dalam proses pembuktian, khususnya terkait hasil visum yang menurutnya tidak pernah diperlihatkan secara utuh dalam persidangan.
Pihak terdakwa juga mencurigai adanya dugaan rekayasa yang menurut mereka berpotensi mengaburkan fakta. Keberatan tersebut sempat disampaikan dalam persidangan dan diminta agar majelis hakim mempertimbangkan alat bukti secara objektif.
Trauma Anak dan Luka Kepercayaan di Dunia Pendidikan
Terlepas dari perdebatan hukum yang masih bergulir di tingkat banding, kasus ini meninggalkan luka mendalam bagi korban dan keluarganya. Seorang anak yang seharusnya merasa aman di lingkungan sekolah justru harus menghadapi ketakutan di tangan orang yang seharusnya menjadi pelindung.
Kasus ini juga kembali mengguncang kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan, khususnya soal perlindungan anak di lingkungan sekolah.
(L6)
#PelecehanSeksual #Pendidikan #Hukum