Breaking News

Dari Ribuan Menjadi Ratusan: Pengungsian di Padang Perlahan Menyusut, Harapan Mulai Tumbuh

Pengungsi Banjir Padang Mulai Berkurang 

D'On, Padang
— Suasana di sejumlah posko pengungsian korban banjir bandang dan longsor di Kota Padang kini tak lagi seramai dua pekan lalu. Tenda-tenda yang sebelumnya penuh sesak, kini mulai lengang. Tikar-tikar yang dulu berjejer rapat, sebagian telah digulung. Tangis anak-anak yang bercampur hiruk-pikuk bantuan logistik perlahan berganti dengan obrolan ringan dan aktivitas berkemas.

Pasca bencana besar yang melanda Padang pada 28 November 2025, ribuan warga terpaksa meninggalkan rumah mereka. Banjir bandang dan longsor menghancurkan permukiman, memutus akses jalan, serta memaksa keluarga-keluarga bertahan di pengungsian dengan segala keterbatasan.

Namun waktu berjalan. Luka masih ada, tetapi denyut kehidupan perlahan kembali terasa.

Pengungsi Tersisa 262 Orang

Data terbaru menunjukkan, jumlah pengungsi terus mengalami penurunan signifikan. Dari ribuan orang yang sempat memenuhi posko-posko darurat, kini hanya 262 jiwa yang masih bertahan di pengungsian.

“Ada sebanyak 262 orang yang kini masih berada di pengungsian,” ujar Kepala Pelaksana BPBD Kota Padang, Hendri Zulviton, kepada Diskominfo Kota Padang, Sabtu (13/12/2025).

Angka itu menjadi penanda penting: fase tanggap darurat perlahan bergerak menuju pemulihan.

Hunian Sementara Jadi Titik Balik

Berkurangnya jumlah pengungsi bukan tanpa sebab. Salah satu faktor utama adalah mulainya pemanfaatan hunian sementara (huntara) yang disiapkan Pemerintah Kota Padang.

Puluhan unit rumah sementara berdiri di Kampung Nelayan, Kecamatan Koto Tangah. Bangunan sederhana namun layak huni itu kini menjadi harapan baru bagi para korban yang rumahnya rusak berat atau hilang diterjang banjir dan longsor.

“Beberapa di antaranya sudah pindah ke hunian sementara di Koto Tangah,” jelas Hendri Zulviton.

Sejak Rabu lalu, satu per satu keluarga mulai menempati huntara tersebut. Bagi mereka, rumah sementara bukan sekadar tempat berteduh, melainkan simbol awal untuk menata kembali kehidupan yang sempat porak-poranda.

Di sana, anak-anak mulai kembali tertawa, para ibu menata dapur darurat, dan para ayah berbincang tentang rencana ke depan—sesuatu yang sulit dibayangkan di hari-hari awal bencana.

Kembali ke Pelukan Keluarga

Selain huntara, faktor lain yang mendorong berkurangnya pengungsi adalah pilihan warga untuk tinggal bersama sanak saudara. Ikatan keluarga menjadi jaring pengaman sosial yang nyata di tengah krisis.

“Ada juga yang pindah ke tempat saudaranya,” kata Hendri.

Bagi sebagian korban, tinggal bersama keluarga dirasa lebih nyaman secara psikologis dibanding bertahan di posko. Kehangatan keluarga memberi rasa aman yang tak selalu bisa didapatkan di pengungsian umum.

Pemerintah Siap Tambah Hunian

Meski jumlah pengungsi menyusut, Pemko Padang belum berhenti bergerak. Pemerintah menyatakan siap menambah unit rumah sementara jika masih dibutuhkan.

Hunian tambahan akan disesuaikan dengan permintaan dan keinginan para korban, agar solusi yang diberikan benar-benar menjawab kebutuhan di lapangan.

Pendekatan ini menegaskan bahwa pemulihan pascabencana tidak hanya soal angka, tetapi juga soal martabat dan pilihan warga.

Menyusun Ulang Kehidupan

Bagi 262 orang yang masih bertahan di pengungsian, perjalanan belum selesai. Mereka masih menunggu kepastian: apakah rumah bisa diperbaiki, apakah relokasi diperlukan, atau kapan kehidupan normal bisa benar-benar kembali.

Namun satu hal jelas Padang sedang bergerak keluar dari masa paling gelapnya. Dari ribuan pengungsi kini tersisa ratusan, dari kepanikan kini tumbuh harapan.

Di balik statistik dan laporan resmi, ada cerita tentang ketahanan, solidaritas, dan keberanian untuk bangkit. Dan di Kota Padang, kisah itu masih terus ditulis pelan, tapi pasti.

(Mond)

#BanjirPadang #Padang