Breaking News

Kisah Pahit ART yang Dipaksa Makan Kotoran Anjing dan Minum Air Toilet Oleh Boss Kaya di Batam

sidang ART di batam dipaksa makan kotoran anjing (Istimewa)

D'On, Batam -
Isak tangis pecah di ruang sidang Pengadilan Negeri Batam. Seorang perempuan muda asal Nusa Tenggara Timur (NTT) berdiri dengan tubuh bergetar di hadapan majelis hakim. Namanya Intan Tuwa Negu (22) seorang asisten rumah tangga yang kini menjadi simbol luka dan keberanian.

Dengan suara bergetar, ia membuka tabir kelam penyiksaan yang dialaminya di rumah mewah majikannya, Roslina (44) dan Merliyati, dua perempuan yang kini duduk di kursi terdakwa.

Selama berbulan-bulan, Intan hidup dalam ketakutan, terkurung tanpa akses dunia luar. Ponselnya disita, pintu rumah selalu terkunci, dan setiap hari menjadi neraka baru yang harus ia lalui.

Saya nggak bisa kabur, semua pintu dikunci dari dalam. Mereka ancam akan lapor saya ke polisi kalau saya lari,” ucap Intan lirih di hadapan hakim Andi Ayu, yang memimpin persidangan bersama hakim anggota Douglas Napitupulu dan Dina Puspita Sari, Kamis (6/11/2025).

Setiap kalimat yang keluar dari bibirnya seperti luka yang terbuka kembali. Ruang sidang mendadak sunyi  hanya terdengar tangis pelan dari beberapa pengunjung yang tak kuasa menahan haru.

Mimpi yang Berubah Jadi Neraka

Intan datang ke Batam pada Juni 2024 dengan harapan sederhana: mencari nafkah untuk keluarga di kampung halamannya, Sumba Barat, NTT. Ia diterima bekerja di rumah Roslina di kawasan elit Bukit Golf Residence 1, Sukajadi, dengan gaji dijanjikan Rp1,8 juta per bulan.
Tugasnya terdengar biasa  membersihkan rumah dan merawat 16 ekor anjing peliharaan majikannya. Namun kenyataan yang menantinya jauh dari kata manusiawi.

Saya tidur jam dua belas, bangun jam empat subuh. Kalau telat, rambut saya dijambak, kepala saya dibenturkan ke tembok,” kata Intan dengan suara pelan tapi tegas.
Tidur hanya empat jam setiap malam, makan di tempat terpisah karena dianggap “menjijikkan”, dan setiap kesalahan dicatat dalam sebuah buku kecil yang disebut ‘Buku Dosa’.

Setiap kali dianggap salah, gaji saya dipotong. Bahkan kalau anjing berantem pun saya yang disalahkan,” tambahnya dengan mata berkaca-kaca.

Dipaksa Makan Kotoran Anjing, Minum Air Toilet

Namun yang paling kejam, Intan dipaksa melakukan hal yang tak pernah bisa ia bayangkan sebelumnya.
Ia mengaku pernah disuruh memakan kotoran anjing, bahkan dipaksa meminum air dari toilet.
Saya sudah tidak kuat, tapi mereka terus paksa. Saya cuma bisa nangis. Saya pikir saya akan mati,” ceritanya sambil terisak.

Puncak kekejaman terjadi ketika Roslina, majikannya sendiri, diduga memerintahkan Merliyati untuk menghabisi nyawanya.
Roslina bilang, ‘Kamu harus kasih mati anjing itu,’ maksudnya saya,” ujar Intan menunduk, bergetar menahan tangis.

Majelis hakim sempat beberapa kali menskors jalannya sidang ketika kondisi Intan tampak labil. Pendamping hukumnya bahkan terlihat memegangi bahunya, menenangkan gadis yang telah kehilangan masa mudanya itu.

‘Saya Sudah Maafkan, Tapi Biarlah Hukum yang Berjalan’

Di akhir kesaksiannya, Intan dengan lemah menunjukkan bekas luka di kepala dan tangannya kepada majelis hakim.
Ruangan seketika hening. Beberapa pengunjung sidang tampak menunduk, tak sanggup menatap luka yang menjadi bukti kekejaman manusia terhadap sesamanya.

Namun dari wajah penuh luka itu, muncul kalimat yang menggetarkan hati:
Saya sudah maafkan Merliyati, karena dia saudara saya. Tapi biarlah hukum yang berjalan,” ujarnya tegas.

Kisah Dua Sepupu yang Terbelenggu

Dari keterangan jaksa, terungkap bahwa Intan sebenarnya tidak sendiri. Ia bekerja bersama sepupunya, Merliyati Lauru Peda, yang juga berasal dari NTT.
Merliyati awalnya menjadi asisten rumah tangga kedua di rumah tersebut, namun perlahan ia ikut menjadi kaki tangan Roslina.

Mereka berdua sama-sama korban intimidasi. Hanya saja satu terpaksa tunduk, satu mencoba bertahan,” ujar pendamping korban seusai sidang.

Keduanya hidup dalam ketakutan dan terisolasi. Roslina, sang majikan, dikenal memiliki kekayaan besar dan memelihara banyak anjing. Namun di balik dinding rumah megah itu, penderitaan dua perempuan muda dari NTT terkubur dalam diam.

Tuntutan Hukum dan Harapan Keadilan

Jaksa Penuntut Umum Aditya Syaummil menjerat Roslina dan Merliyati dengan Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, jo Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ancaman hukumannya bisa mencapai 10 tahun penjara atau lebih.

Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi lanjutan.

Namun bagi Intan, perjuangan di pengadilan bukan sekadar soal hukuman. Ini adalah upaya memulihkan harga diri dan martabatnya sebagai manusia.

Saya tidak minta banyak. Saya cuma mau hidup tenang, tanpa ketakutan lagi,” katanya pelan sebelum meninggalkan ruang sidang.

Catatan Kemanusiaan: Luka yang Tak Boleh Terulang

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia kemanusiaan di Indonesia. Di balik janji pekerjaan dan rumah megah, masih banyak pekerja rumah tangga yang hidup tanpa perlindungan, tanpa suara.

Intan mungkin satu dari sekian yang berani bicara. Tapi kisahnya menuntut kita semua untuk tidak lagi menutup mata.
Karena di balik setiap kisah kekerasan, selalu ada manusia yang hanya ingin satu hal sederhana: dihargai sebagai manusia.

(Mond/Abrol)

#Kekerasan #Penganiayaan #Hukum #Batam