Breaking News

TNI Tembak Mati Panglima OPM Pegunungan Bintang, Lamek Taplo

Tentara Nasional Indonesia (TNI) berhasil merebut wilayah Distrik Bibida, Kabupaten Paniai, Papua Tengah, yang sebelumnya dikuasai Organisasi Papua Merdeka (OPM). (TNI)

D'On, Pegunungan Bintang, Papua —
Dentuman senjata memecah kesunyian pagi di lembah berkabut Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Minggu (20/10/2025). Dari arah hutan lebat di perbatasan dengan Papua Nugini, pasukan TNI Komando Operasi (Koops) Swasembada Papua melancarkan serangan kilat yang telah lama direncanakan. Targetnya bukan sembarang kelompok melainkan markas Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Brigjen Lamek Alipky Taplo, salah satu tokoh paling berpengaruh sekaligus paling ditakuti di wilayah timur Pegunungan Bintang.

Dalam operasi itu, Lamek Taplo bersama tiga anggota pasukannya tewas di lokasi. Serangan yang dilakukan dengan kombinasi tembakan darat dan dukungan udara tersebut menjadi puncak dari pengejaran panjang selama lima tahun terhadap sosok yang disebut sebagai “bayangan Kiwirok”.

Akhir Sebuah Perburuan

Informasi intelijen yang dikantongi Koops Swasembada menunjukkan adanya aktivitas mencurigakan di sebuah kamp terpencil di hutan Distrik Kiwirok. Setelah dilakukan pengintaian, terdeteksi pergerakan kelompok bersenjata yang diyakini bagian dari Kodap XV Ngalum Kupel, pasukan inti di bawah kendali Lamek Taplo.

“Operasi ini merupakan tindak lanjut dari hasil intelijen yang kami kumpulkan selama beberapa minggu terakhir,” ujar Asisten Intelijen Koops Swasembada Papua, Letkol Inf Renaldy H, Senin (20/10/2025).

Menurutnya, Lamek Taplo dikenal sebagai sosok yang cerdas, licin, dan sangat militan. Selama bertahun-tahun, ia berhasil lolos dari berbagai upaya penangkapan. Namun pagi itu, keberuntungan tampaknya berpihak pada TNI. Serangan dilakukan secara terukur, cepat, dan presisi tinggi.

“Dengan tewasnya Lamek Alipky Taplo, kami yakin struktur OPM di wilayah Pegunungan Bintang akan terguncang hebat. Ini adalah langkah nyata untuk menjamin keamanan masyarakat sipil,” tegas Renaldy.

Rekam Jejak Berdarah Lamek Taplo

Nama Lamek Alipky Taplo bukan nama asing bagi aparat keamanan maupun masyarakat Papua. Sejak 2020, ia menjadi salah satu komandan lapangan paling aktif yang memimpin berbagai aksi kekerasan di Pegunungan Bintang dan sekitarnya.

Berikut catatan aksi brutal kelompoknya:

  1. 2 Maret 2020 – Menyerang pekerja proyek Jalan Trans Papua di perbatasan Oksibil.
  2. 28 Mei 2021 – Merampas senjata dari Pospol Subsektor Oksamol.
  3. 13 September 2021 – Melakukan serangan terhadap Satgas Pamtas 403/WP, membakar Puskesmas Kiwirok, dan membunuh tenaga kesehatan.
  4. 8 Oktober 2021 – Menembaki pesawat Smart Aviation yang tengah mendarat di bandara perintis.
  5. Desember 2021 – Membakar sekolah dan fasilitas umum di Kiwirok dan Serambakon.
  6. 2022–2025 – Melancarkan serangkaian serangan terhadap aparat TNI–Polri di berbagai titik terpencil.
  7. Oktober 2025 – Menembaki helikopter pembawa bantuan kemanusiaan dan membakar sekolah, gereja, serta puskesmas di Distrik Kiwirok.

Aksi-aksi tersebut menelan 6 korban jiwa, melukai 8 orang lainnya, dan menghancurkan sedikitnya 7 bangunan fasilitas umum serta 6 alat berat proyek infrastruktur. Aktivitas kelompok ini membuat pembangunan dan pelayanan publik di Kiwirok lumpuh selama bertahun-tahun.

Serangan Subuh dan Gugurnya Panglima Hutan

Laporan dari lapangan menyebutkan, serangan TNI dimulai sekitar pukul 06.00 WIT. Dari udara, drone pengintai mendeteksi aktivitas kelompok bersenjata di antara pepohonan. Tak lama kemudian, suara rentetan tembakan menggema.

Menurut laporan Komnas Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – OPM (TPNPB–OPM) yang dikonfirmasi Juru Bicara Sebby Sambom, Lamek Taplo tewas akibat serangan udara menggunakan drone militer.

“Pasukan TPNPB Kodap XV Ngalum Kupel melaporkan adanya serangan udara di markas kami di Kiwirok. Serangan itu menyebabkan Lamek Taplo dan tiga anggota pasukannya gugur,” ujar Sebby dalam keterangan tertulis.

Ia juga menyatakan bahwa Komnas TPNPB menetapkan duka nasional atas kematian sang panglima yang dianggap “simbol perlawanan” di Pegunungan Bintang.
“Gugurnya Brigjen Lamek Alipky Taplo tidak membuat kami mundur. Kami akan terus berjuang,” tegas Sebby.

Antara Teror dan Keamanan

Di sisi lain, masyarakat Kiwirok menyambut kabar tewasnya Lamek Taplo dengan kelegaan bercampur haru. Selama lima tahun terakhir, daerah itu praktis hidup dalam bayang-bayang teror. Aktivitas ekonomi nyaris terhenti, proyek pembangunan terbengkalai, dan ribuan warga mengungsi ke Oksibil maupun ke daerah perbatasan.

“Tiap malam kami tidur dengan ketakutan. Kalau dengar suara tembakan, langsung lari sembunyi di hutan,” ujar seorang warga yang enggan disebut namanya.

Kini, dengan tewasnya sang panglima OPM, TNI menyatakan akan melanjutkan operasi pemulihan keamanan dan membuka kembali jalur logistik serta pelayanan publik di Kiwirok dan sekitarnya.

Akhir dari Sebuah Nama, Tapi Bukan dari Sebuah Konflik

Kematian Lamek Alipky Taplo mungkin menandai berakhirnya satu bab dalam sejarah konflik bersenjata di Pegunungan Bintang. Namun bagi banyak pihak, ini belum berarti akhir dari perjuangan atau kekerasan di Papua.

“Perjuangan mereka tidak bergantung pada satu orang, tapi pada ide yang mereka yakini,” ujar seorang analis keamanan di Jayapura.

Meski demikian, bagi masyarakat sipil, setiap langkah menuju kedamaian  sekecil apa pun  adalah harapan besar setelah bertahun-tahun hidup di tengah ketakutan.

(L6)

#TNI #TPNPB #OPM #Peristiwa