Pigai di Tengah Kasus Keracunan MBG: Klaim 99,99 Persen Program Berhasil
Menteri HAM, Natalius Pigai, saat konferensi pers di Gedung Kementerian HAM, Jakarta Selatan, Rabu (1/10/2025).
D'On, Jakarta — Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, tampil dengan pernyataan mengejutkan di tengah derasnya kritik terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG). Meski kasus keracunan siswa akibat konsumsi menu MBG marak diberitakan, Pigai menyebut program unggulan Presiden Prabowo Subianto itu justru 99,99 persen berhasil.
“Yang deviasi atau penyimpangan itu hanya 0,0017 persen. Jadi, 99,99 persen makan bergizi gratis di Indonesia yang baru seumur jagung ini termasuk berhasil sampai pada hari ini,” tegas Pigai dalam konferensi pers di Gedung Kementerian HAM, Jakarta Selatan, Rabu (1/10/2025).
Pernyataan ini sontak menimbulkan pro-kontra. Di satu sisi, Pigai menekankan capaian besar program nasional yang baru berjalan beberapa bulan. Namun di sisi lain, publik masih dicekam keresahan akibat kasus keracunan yang melibatkan ratusan siswa di berbagai daerah.
Klaim Keberhasilan vs Fakta Keracunan
Pigai mengakui adanya kasus keracunan, namun ia menyebut insiden tersebut hanya “sebagian kecil” dari keseluruhan program. Ia bahkan membandingkan dengan negara-negara maju.
“Di Amerika, sudah 70 tahun lebih ada program makan gratis, tetap saja ada kendala. Di Jerman, Brazil, bahkan Jepang yang terkenal higienis pun mengalami hal serupa. Jadi, wajar kalau di Indonesia juga masih ada insiden,” ujarnya.
Menurut Pigai, kesalahan dalam pengelolaan dan pengawasan adalah faktor utama yang menyebabkan adanya penyimpangan. Namun ia menilai itu bagian dari proses belajar dalam menjalankan program sebesar MBG.
“Penyelewengan pasti ada. Yang penting kita terus memperbaiki. Kalau orang minta program ini dihentikan, saya pikir itu terlalu berlebihan. Justru orang yang tidak ingin bangsa ini maju, tidak ingin rakyat kenyang, sehat, dan pintar,” katanya dengan nada tegas.
Narasi Keberhasilan: Disiplin Siswa dan Antusiasme
Meski dihantam isu negatif, Pigai mengungkap sisi lain dari MBG yang jarang disorot. Ia menyebut banyak siswa merasa senang dengan adanya program ini, bahkan menunjukkan perubahan sikap di sekolah.
“Anak-anak lebih disiplin, lebih semangat datang ke sekolah, karena mereka tahu ada makanan bergizi yang menunggu. Itu bukti nyata bahwa program ini berdampak positif,” tutur Pigai.
Ia menekankan, indikator keberhasilan tidak boleh hanya dilihat dari insiden keracunan, tetapi juga dari dampak sosial dan pendidikan yang mulai terlihat.
Kritik Publik: Antara Statistik dan Realitas Lapangan
Meski Pigai mengedepankan statistik—99,99 persen berhasil—banyak pihak menilai bahwa nyawa manusia tidak bisa direduksi menjadi angka persentase.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil menilai pemerintah tidak bisa berlindung di balik klaim keberhasilan jika ada anak-anak yang jatuh sakit, bahkan dilarikan ke rumah sakit.
“Jangan sampai klaim sukses hanya angka di atas kertas. Faktanya, ada siswa yang muntah-muntah, ada yang opname. Itu realitas yang harus dijawab dengan tanggung jawab, bukan sekadar perbandingan dengan negara lain,” ujar seorang aktivis pendidikan yang enggan disebutkan namanya.
Program Strategis, Tapi Masih Rapuh
Makan Bergizi Gratis adalah program andalan Presiden Prabowo Subianto yang digadang-gadang sebagai salah satu tonggak pembangunan manusia Indonesia. Dengan target menjangkau jutaan siswa, program ini dianggap kunci peningkatan kualitas gizi sekaligus pendidikan nasional.
Namun, sejumlah insiden keracunan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa rantai distribusi, pengawasan, dan standar kebersihan masih rapuh. Dari mulai bahan baku, proses masak, hingga distribusi ke sekolah-sekolah, celah kesalahan bisa memicu bencana kesehatan.
Pigai menyadari hal ini, namun ia tetap meminta publik untuk melihat capaian besar alih-alih hanya terjebak pada insiden.
“Tidak ada negara di dunia yang langsung sempurna dalam menjalankan program sebesar ini. Yang penting adalah kita evaluasi, kita perbaiki, dan terus maju,” tegasnya.
Pertarungan Persepsi: Antara Optimisme dan Skeptisisme
Pernyataan Pigai menegaskan adanya pertarungan narasi antara pemerintah yang berusaha menjaga optimisme publik dengan masyarakat yang menuntut akuntabilitas.
Apakah klaim 99,99 persen berhasil cukup untuk meredam keresahan orang tua yang anaknya keracunan? Ataukah justru pernyataan ini akan semakin memicu kritik bahwa pemerintah lebih sibuk “menjual angka” ketimbang memastikan keamanan makanan di lapangan?
Waktu yang akan menjawab. Namun satu hal pasti: MBG kini bukan hanya soal gizi dan pendidikan, melainkan juga soal kepercayaan publik terhadap pemerintah.
(T)
#KeracunanMBG #MakanBergiziGratis #Kontroversi #NataliusPigai