ODGJ Tewas Ditembak Oknum Polisi, Keluarga Menangis Tuntut Keadilan

Jenazah korban saat hendak di bawa ke TPU Kelurahan Kemelak, OKU. Foto : Istimewa
D'On, Ogan Komering Ulu (OKU) – Tangis pilu pecah di rumah sederhana milik keluarga Fadli, di Kelurahan Kemelak, Kecamatan Baturaja Timur, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU). Di rumah yang kini diselimuti suasana duka itu, keluarga dan warga sekitar masih tak percaya bahwa Fadli, pria berusia 35 tahun yang dikenal pendiam dan sopan, tewas dengan dua luka tembak di tubuhnya diduga dilakukan oleh oknum anggota kepolisian.
Peristiwa tragis itu terjadi pada Selasa pagi, 28 Oktober 2025, di ruas Jalan Lintas Sumatera, tak jauh dari pusat kota Baturaja. Menurut saksi mata, pagi itu suasana lalu lintas cukup ramai. Beberapa warga melihat Fadli berjalan sendirian di pinggir jalan. Tak lama kemudian, muncul suara ledakan senjata api yang memecah keheningan.
“Semula kami kira ban meletus, tapi ternyata itu suara tembakan. Kami lihat ada polisi dan seorang pria yang langsung tersungkur,” ungkap Rian (27), seorang pengendara yang kebetulan melintas.
Tubuh Fadli yang tergeletak bersimbah darah segera diangkat oleh beberapa orang ke dalam mobil minibus dan dilarikan ke RSUD Ibnu Sutowo Baturaja. Namun, takdir berkata lain. Sesampainya di rumah sakit, dokter menyatakan Fadli telah meninggal dunia. Dua luka tembak satu di bagian dada dan satu di perut menjadi saksi bisu akhir hidupnya.
“Dia Bukan Penjahat, Dia Sakit Jiwa”
Kabar kematian Fadli langsung menyebar cepat di kampung halamannya. Rumah keluarga korban dipenuhi tetangga, kerabat, dan rekan lama yang datang melayat. Di tengah isak tangis, Rahmalina Alin, kakak perempuan korban, tak kuasa menahan emosi.
“Sudah kami bilang kalau adik kami itu mengidap gangguan jiwa (ODGJ). Dia bukan penjahat, kenapa harus ditembak seperti itu?” ujarnya sambil memeluk foto mendiang adiknya yang dulu bekerja di kapal pelayaran.
Rahmalina menceritakan, Fadli dulunya adalah sosok pekerja keras. Ia sempat bekerja di pelayaran luar negeri selama beberapa tahun. Namun, setelah pulang ke kampung halaman, kondisi mentalnya berubah drastis. Ia kerap melamun, berbicara sendiri, dan mengalami depresi berat hingga akhirnya divonis mengalami gangguan jiwa.
“Dia sering menyendiri, tapi tidak pernah mengganggu orang. Kadang cuma jalan-jalan di sekitar rumah,” tutur Aldi, kakak laki-laki korban.
Menurut Aldi, sehari sebelum kejadian, beberapa polisi mendatangi rumah mereka. Mereka mencari Fadli terkait laporan dugaan pencemaran nama baik. Namun pihak keluarga sudah berulang kali menjelaskan bahwa Fadli adalah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang seharusnya mendapat perawatan, bukan penindakan seperti pelaku kejahatan.
“Sudah kami jelaskan baik-baik, bahkan tunjukkan surat dari puskesmas tentang kondisinya. Tapi entah kenapa keesokan harinya, kami malah dengar kabar dia ditembak,” ucap Aldi dengan suara parau.
Polisi Janji Proses Hukum Transparan
Menanggapi kejadian tersebut, Wakapolres OKU Kompol Eryadi Yuswanto membenarkan adanya peristiwa penembakan yang melibatkan anggotanya. Ia menegaskan bahwa kepolisian tengah melakukan penyelidikan internal untuk memastikan prosedur penanganan dilakukan sesuai aturan.
“Benar, ada peristiwa itu. Saat ini kami sedang melakukan penyelidikan mendalam dan pemeriksaan terhadap anggota yang terlibat. Kami tidak akan menutup-nutupi kasus ini,” tegas Kompol Eryadi saat diwawancarai, Selasa sore.
Ia juga menambahkan bahwa Polres OKU akan segera menemui keluarga korban untuk menyampaikan permintaan maaf secara resmi.
“Apabila terbukti ada pelanggaran prosedur atau tindakan berlebihan, kami pastikan akan ada sanksi tegas. Tidak ada toleransi bagi oknum yang mencederai citra institusi,” lanjutnya.
Harapan Keluarga: Keadilan untuk Fadli, Pelajaran untuk Semua
Rabu pagi, jenazah Fadli dimakamkan di TPU Kelurahan Kemelak. Ratusan warga ikut mengantar kepergian almarhum. Di sela-sela doa dan isak tangis, keluarga korban hanya berharap agar kematian Fadli tidak berakhir tanpa keadilan.
“Kami hanya ingin kebenaran. Jangan ada lagi orang seperti adik saya yang diperlakukan seperti itu. Dia sakit, bukan kriminal,” kata Rahmalina lirih.
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan penanganan ODGJ di lapangan yang kerap berujung pada tindakan kekerasan. Para pemerhati hak asasi manusia menilai, peristiwa seperti ini menjadi bukti bahwa pendekatan terhadap ODGJ masih minim empati dan pemahaman.
Kini, publik menunggu langkah nyata dari kepolisian bukan sekadar janji proses hukum. Sebab, di balik dua peluru yang merenggut nyawa Fadli, tersimpan jeritan sebuah keluarga kecil di Kemelak yang menuntut satu hal sederhana: keadilan dan kemanusiaan.
(K)
#Peristiwa #OknumPolisiTembakODGJ #ODGJ