KPK Ungkap Skandal THR Ilegal di Kemnaker: Hampir Semua Pegawai PPTKA Diduga Kecipratan Uang Pemerasan TKA
Ilustrasi KPK. Foto: Shutterstock
D'On, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membuka fakta mengejutkan dari kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan izin tenaga kerja asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Lembaga antirasuah itu mengungkap hampir seluruh pegawai Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Kemnaker, setiap tahun, menerima tunjangan hari raya (THR) yang sumber dananya bukan berasal dari kas resmi negara, melainkan diduga hasil pemerasan terhadap calon tenaga kerja asing.
“Uang THR tiap tahun yang diterima hampir seluruh pegawai pada Direktorat PPTKA, diduga berasal dari para agen TKA,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Kamis (11/9).
THR Ilegal dari Pemerasan RPTKA
Menurut KPK, uang tersebut dikumpulkan dari pungutan tidak sah terhadap para agen dan pemohon Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Dengan kata lain, para calon tenaga kerja asing maupun perusahaan yang ingin menggunakan jasa mereka “dipaksa” menyetor sejumlah uang agar urusan administrasi mereka bisa dipercepat.
Aliran dana itu kemudian dikemas dalam berbagai bentuk, mulai dari pembagian rutin, kegiatan makan bersama pegawai, hingga pemberian THR menjelang lebaran.
Untuk mendalami praktik ini, penyidik KPK hari ini memeriksa dua mantan Subkoordinator di Direktorat PPTKA Kemnaker, yakni Mustafa Kamal dan Eka Primasari. Kepada kedua saksi, penyidik menggali keterangan mengenai penerimaan uang tidak resmi dan dugaan pembelian aset pribadi oleh para pejabat Kemnaker dari hasil pungutan ilegal tersebut.
“Penyidik juga mendalami pembelian-pembelian aset oleh tersangka, yang diduga berasal dari uang tidak resmi yang diterima dari para agen TKA,” jelas Budi.
Namun, Budi belum merinci siapa saja pegawai yang menerima uang THR ilegal tersebut, termasuk besaran yang mereka kantongi.
Delapan Pejabat Kemnaker Jadi Tersangka
Kasus ini sudah menyeret delapan orang pejabat dan pegawai Kemnaker sebagai tersangka. Mereka ditangkap dalam dua gelombang pada 17 dan 24 Juli 2025.
Daftar nama para tersangka antara lain:
- Suhartono, Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker 2020–2023.
- Haryanto, Direktur PPTKA 2019–2024 sekaligus Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker 2024–2025.
- Wisnu Pramono, Direktur PPTKA 2017–2019.
- Devi Angraeni, Direktur PPTKA 2024–2025.
- Gatot Widiartono (GTW), Koordinator Analisis dan PPTKA 2021–2025.
- Putri Citra Wahyoe (PCW), Petugas Hotline RPTKA 2019–2024 sekaligus Verifikator RPTKA 2024–2025.
- Jamal Shodiqin (JMS), Analis TU Direktorat PPTKA 2019–2024 sekaligus Pengantar Kerja Ahli Pertama PPTKA 2024–2025.
- Alfa Eshad (ALF), Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker 2018–2025.
Menurut KPK, para tersangka ini secara sistematis mengumpulkan dana dari pemohon RPTKA sejak bertahun-tahun. Total uang yang berhasil dikumpulkan mencapai Rp 53,7 miliar. Dana haram itu tidak hanya mengalir ke kantong pribadi, tetapi juga digunakan untuk kegiatan internal, seperti makan-makan pegawai hingga pembagian THR.
Aliran Dana ke Pegawai Lain
Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, menambahkan bahwa dana hasil pemerasan tidak hanya berhenti di tangan delapan tersangka. Uang tersebut juga dibagikan kepada pegawai lain di lingkungan Direktorat PPTKA.
“Selain itu, uang dari pemohon tersebut dibagikan setiap dua minggu dan membayar makan malam pegawai di Direktorat PPTKA,” ungkap Budi.
Lebih mencengangkan lagi, hampir seluruh pegawai di Direktorat PPTKA—yang jumlahnya sekitar 85 orang—diduga turut menikmati aliran dana tersebut. Dari catatan penyidik, mereka menerima setidaknya Rp 8,94 miliar selama beberapa tahun terakhir.
Jerat Hukum yang Menanti
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 e atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor serta Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang penyertaan. Ancaman hukuman berupa pidana penjara dan denda besar menanti mereka.
Kasus ini kembali menyoroti rapuhnya integritas birokrasi di sektor ketenagakerjaan. Modus pembagian “THR ilegal” menjadi gambaran bagaimana budaya gratifikasi bisa bertransformasi menjadi praktik korupsi berjamaah, di mana hampir semua pegawai pada satu direktorat ikut kecipratan.
KPK menegaskan, pengusutan kasus ini tidak berhenti pada delapan tersangka yang sudah ditahan. Lembaga antirasuah itu akan menelusuri aliran dana dan pihak-pihak lain yang ikut menikmati uang hasil pemerasan tersebut.
(Mond)
#KPK #PemerasanTKA #Korupsi