Jenazah Turis Australia Dipulangkan dari Bali Tanpa Jantung: Misteri Kematian Byron Haddow
Konferensi pers untuk mengklarifikasi kasus jantung Byron Haddow di RSUP Prof. Ngoerah, Denpasar, Rabu (24/09/2025).
D'On, Denpasar – Sebuah kasus kematian turis asal Australia, Byron James Dumschat atau yang dikenal juga sebagai Byron Haddow (23), menimbulkan gelombang tanda tanya besar. Bukan hanya karena ia ditemukan meninggal dunia dengan luka mencurigakan saat berlibur di Bali, melainkan juga karena jenazahnya dipulangkan ke Australia dalam kondisi tanpa jantung. Fakta mengejutkan ini baru terungkap setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan oleh koroner di Queensland, Australia.
Dugaan Kematian Tidak Wajar
Byron, seorang pekerja tambang fly-in-fly-out (FIFO) asal Sunshine Coast, ditemukan tak bernyawa di sebuah kolam renang pada 26 Mei 2025. Hasil autopsi awal mengungkap adanya memar, pendarahan, serta trauma pada kepala korban. Temuan ini memunculkan dugaan kuat adanya unsur kematian tidak wajar.
“Luka-luka yang ditemukan pada tubuh Byron memperkuat dugaan adanya kejanggalan dalam peristiwa kematiannya,” ungkap Ni Luh Arie Ratna Sukasari, Founding Partner Malekat Hukum International Law Firm yang mewakili keluarga, Rabu (24/9/2025).
Namun, menurut kuasa hukum, tindak lanjut kepolisian terhadap kasus ini baru dilakukan empat hari kemudian, tepatnya pada 30 Mei 2025. Keterlambatan tersebut menimbulkan kekecewaan keluarga, terlebih lagi karena tiga saksi kunci yang merupakan WN Australia – berinisial BPW, KP, dan JL – sempat diperbolehkan meninggalkan Bali tanpa dimintai keterangan.
Transaksi Keuangan Misterius
Selain luka fisik, tim hukum keluarga juga menemukan adanya transaksi keuangan mencurigakan menjelang kematian Byron. Uang tersebut mengalir ke rekening sebuah toko tato serta dua perempuan WN Australia yang juga berada di Bali.
“Penting bagi aparat penegak hukum menelusuri aliran dana ini, menghubungkannya dengan keterangan saksi, serta memeriksa rekaman CCTV untuk membongkar kejanggalan,” tegas Arie.
Fakta Mengejutkan: Jantung Tertahan di Bali
Keluarga Byron awalnya hanya berduka karena kehilangan putra mereka. Namun, duka itu berubah menjadi keterkejutan mendalam ketika The Queensland Coroners Court menginformasikan bahwa jantung Byron tidak ikut dipulangkan bersama jenazahnya. Organ vital itu masih tertahan di Bali tanpa sepengetahuan ataupun persetujuan keluarga.
Fakta tersebut baru terungkap hampir empat minggu setelah jenazah Byron tiba di Australia. Pihak keluarga pun segera bersurat ke RSUP Prof Ngoerah, rumah sakit rujukan di Denpasar yang menangani autopsi, pada 7 Agustus 2025.
Jantung Dikembalikan dengan Biaya Tambahan
Dalam perkembangan kasus, pihak keluarga akhirnya mengetahui bahwa RSUP Prof Ngoerah mengatur pengembalian jantung Byron ke Australia pada 11 Agustus 2025. Namun, proses itu tidak berlangsung tanpa hambatan.
“Alih-alih memberi penjelasan, RSUP Prof Ngoerah justru meminta biaya tambahan sebesar AUD 700 untuk proses repatriasi organ. Ini membuat keluarga semakin terpukul,” kata Arie.
Keterlambatan lebih dari dua bulan sejak kematian Byron membuat keluarga menilai perlakuan terhadap almarhum tidak manusiawi. “Ini menambah penderitaan yang sudah sangat berat bagi klien kami,” imbuhnya.
Penjelasan RSUP Prof Ngoerah
Menanggapi kontroversi tersebut, pihak RSUP Prof Ngoerah akhirnya menggelar konferensi pers. Direktur Medik Keperawatan dan Penunjang, I Made Darmajaya, menegaskan bahwa pengambilan jantung dilakukan sesuai standar operasional prosedur (SOP).
Menurutnya, dalam kasus tertentu, jantung harus diangkat secara utuh untuk keperluan pemeriksaan patologi anatomi, mikroskopis jaringan, hingga toksikologi. Proses itu memerlukan waktu panjang, bahkan hingga satu bulan.
“Jenazah dipulangkan terlebih dahulu, sedangkan jantung disusulkan setelah pemeriksaan selesai. Tidak ada maksud lain, apalagi transaksi organ,” jelas Darmajaya.
Pihak rumah sakit juga menegaskan bahwa syarat donor organ tidak mungkin terpenuhi karena Byron sudah meninggal lebih dari lima hari saat tiba di RS.
Catatan Dokter Forensik
Dokter penanggung jawab autopsi, Nola Margaret Gunawan, menambahkan bahwa informasi soal pengambilan jantung sudah tercatat dalam laporan medis, meskipun tidak tertulis dalam dokumen resmi yang dikirim ke Australia karena alasan kerahasiaan medis.
Menurutnya, permintaan keluarga agar jenazah segera dipulangkan membuat proses pemeriksaan jantung belum tuntas saat itu. “Kami tetap membutuhkan hasil patologi anatomi dan toksikologi untuk menentukan sebab kematian Byron,” ujarnya.
Nola juga menegaskan bahwa pihaknya tidak keberatan dengan autopsi ulang yang dilakukan otoritas di Queensland. “Itu hak mereka. Bahkan, mereka meminta sampel tambahan untuk analisis forensik. Kami tidak punya hak menghalangi,” tambahnya.
Misteri Belum Terjawab
Meski RSUP Prof Ngoerah telah memberikan klarifikasi, pertanyaan besar masih menyelimuti kasus ini. Mengapa komunikasi terkait pengambilan organ tidak dilakukan secara lebih transparan kepada keluarga? Mengapa saksi-saksi kunci bisa meninggalkan Bali tanpa pemeriksaan mendalam?
Kini, koroner di Australia masih melakukan tes DNA terhadap jantung yang dikirim dari Bali untuk memastikan keasliannya. Bagi keluarga, jawaban atas misteri kematian Byron bukan hanya soal mencari kebenaran hukum, tetapi juga soal keadilan dan penghormatan terakhir untuk putra mereka.
(KS)