Buntut Panjang Polisi Loloskan SKCK Anggota DPRD Pelaku Pembunuhan
Polisi menetapkan Anggota DPRD Wakatobi bernama Litao alias La Lita sebagai tersangka pembunuhan anak. (Dok Ist)
D'On, Wakatobi, Sulawesi Tenggara – Nama Litao alias La Lita, anggota DPRD Wakatobi yang baru saja dilantik Februari 2025, kini menjadi sorotan nasional. Bukan karena prestasi politiknya, melainkan karena terbongkarnya masa lalu kelam: ia ternyata buronan kasus pembunuhan remaja berusia 17 tahun bernama Wiranto alias Wiro pada tahun 2014 silam.
Kasus ini menjadi ironi besar. Seorang buronan bisa lolos maju menjadi calon anggota legislatif, bahkan mendapatkan SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian) yang seharusnya menjadi filter utama riwayat kriminal seseorang. Pertanyaan besar pun muncul: bagaimana mungkin seorang DPO (Daftar Pencarian Orang) bisa mendapat SKCK bersih tanpa catatan kejahatan?
Dari Buronan ke Kursi DPRD
Pada malam kelabu 2014, dalam sebuah acara joget organ tunggal di Pulau Wangi-wangi, keributan kecil berujung maut. Wiranto, seorang remaja 17 tahun, meregang nyawa setelah mendapat tusukan di bagian bawah ketiak. Saksi-saksi menyebut, Litao bersama adiknya Rahmat La Dongi dan rekannya La Ode Herman, terlibat langsung dalam pengeroyokan. Rahmat membuat korban terjatuh, Herman menghantam dengan kursi plastik, dan Litao yang disebut-sebut menusuk dengan benda tajam hingga darah mengucur deras.
Setelah kejadian, Litao melarikan diri. Ia berpindah-pindah kota selama bertahun-tahun, menjadi buronan yang masuk dalam DPO Polres Wakatobi. Namun, alih-alih menyerahkan diri atau menunjukkan penyesalan, pada 2024 ia kembali ke kampung halaman dengan langkah mengejutkan: mencalonkan diri sebagai anggota DPRD.
Dan lebih mengejutkan lagi, ia lolos.
SKCK Bermasalah: Celah yang Membuka Jalan
Kunci kelolosan Litao ada di SKCK. Dokumen ini seharusnya menjadi saringan awal yang mengungkap catatan kriminal, termasuk status buronan. Namun, pada kasus ini, SKCK terbit mulus.
Kapolda Sulawesi Tenggara melalui Kabid Humas, Kombes Pol Kristianto, mengakui adanya kelalaian fatal dari aparat Polres Wakatobi. Seorang anggota polisi berinisial Aiptu S terbukti lalai dalam proses penerbitan SKCK untuk Litao.
“Petugas tidak melakukan koordinasi dengan Reskrim, Res Narkoba, maupun Satlantas. Sehingga status DPO Litao tidak terpantau. Ini jelas kelalaian,” tegas Kris.
Atas kelalaian itu, Aiptu S dijatuhi hukuman demosi 3 tahun dan ditempatkan di patsus (tempat khusus). Ia juga batal mengikuti sekolah perwira dan dipindahkan dari Polres Wakatobi ke Polres Buton Utara.
Fakta ini membuka luka baru: bagaimana mungkin seorang buronan pembunuhan bisa lolos dari jeratan hukum selama 11 tahun hanya karena pergantian personel dan kelalaian administratif?
Luka Keluarga Korban yang Belum Pulih
Bagi keluarga Wiro, kabar ini adalah pil pahit yang membangkitkan trauma lama. Mereka kehilangan anak di usia belia, dengan cara yang begitu tragis. Kini, mereka dipaksa melihat pelaku yang seharusnya menjalani hukuman, malah duduk manis di kursi parlemen daerah.
“Seharusnya dia datang minta maaf, bukan malah mencalonkan diri jadi wakil rakyat,” ungkap seorang kerabat korban dengan nada geram.
Keluarga Wiro juga mempertanyakan integritas penegakan hukum di daerah. Jika seorang buronan bisa lolos dan bahkan dilantik menjadi pejabat publik, apa artinya hukum bagi rakyat kecil?
Masalah Sistemik: Hanya Kelalaian atau Ada yang Ditutupi?
Kasus ini menyingkap lebih dari sekadar kelalaian seorang anggota polisi. Banyak pihak menilai ada indikasi lemahnya sistem pengawasan internal Polri, bahkan kemungkinan adanya permainan politik.
- Pertama, SKCK seharusnya melewati proses pengecekan silang. Namun, prosedur ini diabaikan.
- Kedua, alasan pergantian personel sejak 2014 tidak bisa dijadikan tameng. Arsip status DPO seharusnya tercatat dalam sistem, bukan bergantung pada ingatan pejabat lama.
- Ketiga, KPU dan Bawaslu juga perlu dipertanyakan: apakah mereka tidak memverifikasi ulang berkas calon legislatif, atau justru menutup mata?
Kasus Litao menjadi preseden buruk. Ia menunjukkan bahwa sistem demokrasi bisa dibobol jika dokumen kunci seperti SKCK bisa “dibersihkan” dengan mudah.
Bukan Sekadar Kasus Wakatobi
Kasus Litao bukan hanya cerita lokal Wakatobi. Ini adalah cermin buram wajah hukum Indonesia: buronan bisa menjadi pejabat, korban dibiarkan menanggung luka, sementara kelalaian aparat hanya dibayar dengan demosi.
Masyarakat kini menanti: apakah Litao akan benar-benar diproses hukum atas kasus pembunuhan yang menjeratnya, ataukah ia kembali lolos dengan tameng politik?
Satu hal pasti, selama sistem verifikasi lemah dan aparat bisa abai, pintu bagi penjahat untuk masuk ke kursi kekuasaan akan selalu terbuka.
(L6)
#Pembunuhan #Kriminal #AnggotaDPRDWakatobiDPOPembunuhan