Bripka Rohmat Sopir Rantis Pelindas Affan Dijatuhi Demosi 7 Tahun, Jalani Patsus 20 Hari
Bripka Rohmat selaku pengemudi barakuda yang menabrak Affan Kurniawan dalam sidang KKEP di TNCC Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/9/2025).
D'On, Jakarta – Sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) Polri akhirnya menjatuhkan sanksi berat kepada Bripka Rohmat, sopir kendaraan taktis (rantis) barakuda yang melindas pengemudi ojek online, Affan Kurniawan (22), hingga meninggal dunia. Dalam putusan yang dibacakan pada Kamis (4/9/2025), Bripka Rohmat dijatuhi hukuman demosi selama tujuh tahun, disertai penempatan khusus selama 20 hari di ruang pengamanan Biro Provost Divpropam Polri.
Kronologi Kasus yang Menyita Perhatian Publik
Tragedi yang menewaskan Affan Kurniawan ini terjadi saat aksi unjuk rasa di Jakarta beberapa waktu lalu. Massa demonstran berhadapan dengan aparat kepolisian, hingga terjadi ketegangan di sekitar titik keramaian. Di tengah situasi itu, kendaraan taktis barakuda yang dikemudikan Bripka Rohmat melaju dan tak mampu menghindari keberadaan Affan. Tubuh pemuda ojol itu pun terlindas rantis, menyebabkan ia meninggal di lokasi kejadian.
Kasus ini langsung menyulut gelombang kecaman publik. Banyak pihak menilai tindakan itu sebagai bentuk kelalaian fatal sekaligus pelanggaran prosedur pengendalian massa. Keluarga korban, komunitas ojek online, hingga aktivis HAM menyerukan agar kasus tidak berhenti di tingkat etik, melainkan diproses pidana.
Putusan Sidang Etik
Sidang KKEP yang dipimpin Kombes Pol Heri Setiawan menyatakan bahwa tindakan Bripka Rohmat termasuk dalam perbuatan tercela. Hukuman yang dijatuhkan mencakup beberapa poin:
- Demosi selama tujuh tahun – Rohmat diturunkan dari jabatannya ke satuan kerja lain, dengan pengurangan gaji, tanggung jawab, dan pangkat. Hukuman ini berlaku sesuai dengan sisa masa dinasnya di kepolisian.
- Penempatan khusus selama 20 hari – terhitung sejak 29 Agustus hingga 17 September 2025, ia ditempatkan di ruang Patsus Biro Provost Divpropam Polri.
- Permintaan maaf – Rohmat diwajibkan menyampaikan permintaan maaf secara lisan di depan majelis etik, serta secara tertulis kepada pimpinan Polri.
“Mutasi bersifat demosi selama tujuh tahun sesuai dengan sisa masa dinas pelanggar di institusi Polri,” tegas Kombes Heri dalam putusan yang dibacakan secara daring.
Sikap Bripka Rohmat
Usai mendengar putusan, Bripka Rohmat tampak pasrah. Namun, ia belum menentukan langkah lanjutan apakah menerima atau mengajukan banding. Ia menyebut akan terlebih dahulu berdiskusi dengan keluarganya.
“Dengan sidang KKEP Polri hari ini saya akan berkoordinasi dengan istri dan keluarga untuk langkah selanjutnya,” ujarnya singkat.
Bukan Pelaku Tunggal
Bripka Rohmat merupakan anggota kedua dari total tujuh anggota Brimob yang disidangkan dalam kasus barakuda pelindas Affan. Enam anggota lainnya masih menunggu giliran menjalani sidang etik. Hal ini menegaskan bahwa kasus tersebut bukan hanya soal individu, melainkan terkait tanggung jawab kolektif aparat dalam operasi pengendalian massa.
Sorotan Publik dan Tuntutan Keadilan
Meski sanksi etik telah dijatuhkan, publik masih menaruh perhatian besar pada kelanjutan kasus ini. Lembaga advokasi hukum dan HAM mendesak agar proses pidana tetap berjalan, mengingat kasus tersebut menyangkut hilangnya nyawa seorang warga sipil.
Keluarga Affan Kurniawan sendiri disebut masih menunggu tindak lanjut dari Polri, sekaligus mengharapkan adanya pertanggungjawaban hukum yang setimpal. Pasalnya, bagi mereka, kehilangan Affan bukan sekadar statistik korban dalam unjuk rasa, melainkan luka mendalam yang menyisakan duka panjang.
Catatan Akhir
Kasus Bripka Rohmat ini kembali membuka perdebatan lama tentang akuntabilitas aparat dalam penggunaan kendaraan taktis dan senjata saat pengamanan aksi massa. Apakah hukuman demosi cukup memberikan efek jera, atau justru dinilai ringan dibanding beratnya akibat yang ditimbulkan? Pertanyaan ini kini menggantung di ruang publik, menanti jawaban dari proses hukum berikutnya.
(T)
#MobilRantisTabrakOjol #Peristiwa #Polri #AffanKurniawan