Breaking News

Diminta Tak Hantam DPR Usai Terpilih Jadi Hakim MK, Begini Jawaban Inosentius Samsul

Calon tunggal Hakim Konstitusi Inosentius Samsul mengikuti uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test di Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO

D'On, Jakarta 
— Uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang digelar Komisi III DPR RI kembali memunculkan dinamika menarik. Salah satu calon, Inosentius Samsul, mendapat pertanyaan sensitif dari anggota dewan: apakah dirinya, jika terpilih menjadi Hakim MK, tidak akan “menghantam DPR” lewat putusan-putusan yang bisa membatalkan produk legislasi lembaga tersebut.

Permintaan itu disampaikan langsung oleh anggota Komisi III dari Fraksi PDIP, Safaruddin, yang mengingatkan agar Hakim MK asal usulan DPR tetap mengingat asal-usul pengusulannya.

“Biasanya kalau fit and proper test di sini, kami memperjuangkan bapak sebagai utusan DPR. Tapi setelah sampai di sana, sering kali lupa, bahwa bapak itu dipilih dari DPR,” ujar Safaruddin dalam forum uji kelayakan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/8).

“Bapak jangan lupa bahwa bapak dipilih itu dari DPR, jangan kembali menghantam DPR,” tegasnya.

Jawaban Inosentius: Tak Ada Tekanan, Tak Ada Beban

Mendapat pertanyaan itu, Inosentius Samsul yang selama 35 tahun berkarier di lingkungan DPR, termasuk pernah menjabat sebagai Kepala Badan Keahlian DPR, menegaskan bahwa dirinya memahami betul dinamika di lembaga legislatif.

Menurutnya, DPR sebagai rumah politik adalah wadah partai dan fraksi yang sejatinya juga berupaya memperjuangkan kepentingan bangsa, bukan sekadar kepentingan kelompok. Karena itu, jika kelak duduk sebagai Hakim MK, ia berkomitmen untuk menghormati kewenangan DPR dalam membuat undang-undang.

“Memang DPR itu kan kumpulan partai-partai, fraksi-fraksi. Tapi saya tetap melihat apa yang mereka pikirkan itu, itu juga untuk kepentingan bangsa dan negara. Tidak secara parsial kepentingan,” kata Inosentius kepada wartawan usai uji kelayakan.

Ia menegaskan, dirinya tidak merasa terbebani meski berasal dari usulan DPR. Justru, menurutnya, relasi antara fungsi legislasi DPR dan kewenangan MK bisa berjalan saling memperbaiki.

“Saya enggak ada tekanan sama sekali. Karena mereka juga berpikir hal-hal yang positif tentang bangsa ini, tentang negara ini. Mereka (DPR) bekerja luar biasa, menghasilkan undang-undang, dan itu saya alami sendiri membantu anggota dewan,” ujarnya.

DPR dan MK: Hubungan yang Kerap Tegang

Pernyataan Inosentius menyinggung salah satu isu klasik dalam relasi DPR dan MK. Dalam dua dekade terakhir, MK sering kali dipandang sebagai lembaga yang berani membatalkan sejumlah undang-undang yang dihasilkan DPR karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

Putusan-putusan MK kerap menimbulkan ketegangan. Di satu sisi, DPR merasa kewenangan politiknya “diterabas”. Namun di sisi lain, publik menilai MK adalah benteng terakhir untuk memastikan produk hukum DPR sesuai dengan konstitusi.

Dalam konteks itu, kekhawatiran Komisi III tampak wajar: jangan sampai hakim yang mereka pilih justru terlalu keras menguji dan membatalkan produk DPR. Namun, bagi Inosentius, dilema itu bisa dijembatani. Ia menegaskan, jika terpilih, dirinya akan menempatkan putusan secara proporsional—menghormati DPR, tetapi tetap mengedepankan konstitusi sebagai rujukan tertinggi.

Latar Belakang Inosentius Samsul

Nama Inosentius bukan sosok asing di dunia legislasi. Karier panjangnya di DPR membuatnya dikenal sebagai birokrat yang paham teknis pembentukan undang-undang. Sebagai Kepala Badan Keahlian DPR, ia kerap menjadi “otak teknis” di balik penyusunan berbagai produk legislasi.

Dengan latar belakang itu, Komisi III menilai Inosentius memiliki keunggulan: ia menguasai proses politik di DPR sekaligus memahami aspek hukum tata negara. Namun, justru pengalaman panjang itu pula yang menimbulkan pertanyaan: apakah ia akan lebih condong “melindungi” DPR, atau tetap teguh menjaga independensi sebagai Hakim MK?

Tarik-Menarik Independensi

Dialog antara Safaruddin dan Inosentius pada uji kelayakan ini seolah menggambarkan tarik-menarik kepentingan yang selalu muncul setiap kali DPR mengusulkan hakim ke MK. DPR tentu berharap “wakilnya” tidak menjadi bumerang. Namun publik dan dunia akademik menuntut independensi total seorang Hakim MK.

Inosentius sendiri berusaha menegaskan posisinya: ia tidak merasa terikat beban politik, meski diusulkan DPR. Baginya, menjaga kehormatan konstitusi sekaligus menghormati lembaga pembuat undang-undang adalah jalan tengah yang harus ditempuh.

(Mond)

#InosentiusSamsul #MahkamahKonstitusi #HakimMahkamahKonstitusi