Breaking News

Tragedi Sumur Tua di Padang Pariaman: Keluarga Korban Serahkan Sampel DNA, Polisi Kirim ke Jakarta Untuk Kejar Kepastian Identitas

Ilustrasi 

D'On, Padang, Sumatera Barat
— Aroma kematian yang menggantung di balik sumur tua kawasan Batang Anai itu akhirnya membuka satu demi satu tirai misteri yang sempat tertutup rapat. Dua kerangka manusia yang ditemukan di dalamnya pada Jumat (20/6/2025) diduga kuat merupakan bagian dari kasus pembunuhan berantai yang mengguncang ranah Minang: tragedi mutilasi yang menyeret nama SJ alias Wanda sebagai tersangka utama.

Hari itu, suasana haru dan ketegangan memenuhi ruang autopsi Rumah Sakit Bhayangkara Padang. Tim forensik bekerja nyaris tanpa henti, membedah petunjuk demi petunjuk yang tertinggal pada tulang belulang yang telah berbulan-bulan menyatu dengan tanah. Proses autopsi ini bukan sekadar prosedur medis. Ia adalah upaya untuk mengembalikan identitas, harga diri, dan hak terakhir dari dua perempuan yang sebelumnya hanya disebut sebagai "hilang" Adek Gustiana dan Siska Oktavia Rusdi.

Di luar ruang forensik, keluarga kedua korban datang dengan perasaan campur aduk: harapan dan ketakutan yang menumpuk dalam diam. Mereka menyerahkan sampel DNA, satu-satunya penghubung antara kenangan mereka akan sosok Adek dan Siska dengan sisa-sisa jasad yang kini menjadi bukti kunci.

Menurut Kompol Harry Andromeda, Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Kabiddokes) Polda Sumatera Barat, pencocokan DNA tidak dilakukan di Padang. "Untuk menjamin akurasi dan validitas, seluruh sampel akan dikirim ke Laboratorium DNA Polri di Jakarta," jelasnya. Proses ini diperkirakan memakan waktu beberapa minggu, menambah panjang penantian keluarga korban yang masih berharap bisa memakamkan orang tercinta secara layak.

Namun, dua kerangka itu bukan satu-satunya teka-teki dalam kasus kelam ini.

Tim forensik juga masih bekerja keras mengidentifikasi lima potongan tubuh lain yang diyakini sebagai bagian tubuh Septia Ananda, perempuan muda lainnya yang menjadi korban mutilasi di tangan tersangka Wanda. Dalam keterangannya kepada polisi, Wanda mengaku telah memutilasi tubuh Septia menjadi sepuluh bagian dan membuangnya ke berbagai lokasi berbeda — sebuah tindakan yang tak hanya keji, tapi juga memperlihatkan niat terselubung untuk mengaburkan jejak kejahatannya.

Sampai kini, pencarian terhadap lima potongan tubuh lainnya masih dilakukan. Proses ini tidak hanya memerlukan kerja teknis kepolisian, tapi juga melibatkan kekuatan moral dan kesabaran dari keluarga korban yang menanti kejelasan atas nasib orang tercinta mereka.

Antara Fakta dan Luka Batin

Bagi masyarakat Sumatera Barat, kasus ini bukan hanya soal kriminalitas — ini adalah luka kolektif. Bagaimana bisa seseorang yang dikenal masyarakat berubah menjadi sosok kejam dengan tindakan tak terbayangkan? Bagaimana bisa tiga perempuan muda, yang dulunya hidup di antara kita, kini tinggal nama — dan bahkan itu pun belum pasti?

Kasus ini mengingatkan kita bahwa di balik statistik kriminal dan data forensik, ada nyawa, keluarga, dan masa depan yang terenggut. Keadilan bukan hanya soal menghukum pelaku, tetapi juga mengembalikan martabat korban, meski hanya melalui sebuah identifikasi jenazah dan pemakaman yang layak.

Pihak kepolisian berkomitmen untuk terus mendalami kasus ini hingga seluruh bagian tubuh korban ditemukan, dan semua proses identifikasi rampung. Proses yang panjang, melelahkan, tapi penting untuk menjawab pertanyaan terakhir dari keluarga: "Apakah ini benar anak kami?"

Sementara itu, publik menanti. Tidak hanya hasil laboratorium, tetapi juga keadilan dan kejelasan dari tragedi memilukan yang terjadi di balik senyapnya sumur tua Batang Anai itu.

(B1)

#Mutilasi #Pembunuhan #Kriminal #PembunuhanBerantai