Breaking News

Benturan Raksasa di Timur Tengah: Iran Mengamuk Usai Serangan AS, Israel Dibombardir Rudal

Warga Israel mengungsi dari lokasi serangan rudal yang diluncurkan Iran ke Haifa, Minggu, 22 Juni 2025. (AP/AP)

D'On, Teheran – Tel Aviv - 
Langit Timur Tengah kembali memerah. Hari Minggu yang biasanya hening berubah menjadi ladang api dan ketegangan ketika puluhan rudal menghujani wilayah Israel. Serangan besar-besaran ini datang hanya beberapa jam setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump memerintahkan pemboman strategis terhadap tiga fasilitas nuklir utama milik Iran. Dunia pun menahan napas — konflik terbuka antara kekuatan besar tampaknya tak terelakkan.

Dalam sebuah pernyataan keras yang menggema dari podium diplomatik PBB hingga jagat media sosial, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi menyebut serangan AS sebagai “pelanggaran terang-terangan terhadap Piagam PBB dan hukum internasional.” Ia memperingatkan, "Semua opsi kini terbuka. Iran akan menggunakan segala cara yang dimilikinya untuk membela kedaulatan dan rakyatnya."

Tak butuh waktu lama. Rudal-rudal balistik Iran meluncur ke langit Israel, melintasi langit hitam yang dipenuhi sirene dan lampu peringatan. Beberapa di antaranya menembus sistem pertahanan Iron Dome, menyebabkan kehancuran di kawasan permukiman padat seperti Ramat Aviv di Tel Aviv dan beberapa titik lain di Israel utara.

Warga Berlarian, Sirene Memekakkan, Dunia Terhenyak

Puluhan rekaman video amatir menunjukkan detik-detik mengerikan: gedung apartemen runtuh, mobil-mobil terbakar, dan tim penyelamat bergegas menggali puing-puing untuk menemukan korban. Di Haifa, suara jeritan dan ledakan bergema di lorong-lorong kota pelabuhan itu. Ambulans sibuk mengangkut korban luka yang berjumlah sedikitnya 16 orang, menurut laporan Layanan Medis Darurat Israel.

Tiga ledakan besar dikonfirmasi polisi terjadi di kawasan pemukiman utama. Sementara di Yerusalem, langit berubah menjadi pertunjukan cahaya maut ketika rudal dan sistem pertahanan saling beradu.

Sebagai respons, militer Israel memberlakukan status siaga penuh, dan seluruh warga diminta memasuki ruang perlindungan dan bunker bawah tanah. Maskapai penerbangan internasional mengalihkan rute mereka, menjauhi wilayah udara Timur Tengah. Peta penerbangan global seperti yang ditampilkan oleh FlightRadar24 menunjukkan kekosongan mencolok di atas kawasan yang kini menjadi pusat ledakan konflik.

Pemicunya: Serangan Spektakuler AS ke Jantung Nuklir Iran

Presiden Donald Trump, dalam pidato nasional yang disiarkan langsung dari Gedung Putih, menyebut serangan ke Iran sebagai "keberhasilan militer yang spektakuler." Tiga fasilitas vital  Natanz, Isfahan, dan Fordow  dihantam secara bersamaan dalam operasi militer terbesar selama dua periode kepemimpinannya.

Trump mengonfirmasi bahwa enam bom penghancur bunker dijatuhkan oleh pesawat pembom siluman B-2 ke Fordow, sebuah kompleks nuklir bawah tanah yang terletak dalam perut gunung di selatan Teheran. Selain itu, lebih dari 30 rudal Tomahawk menghantam Natanz dan Isfahan.

Dalam wawancaranya dengan Fox News, Trump menegaskan, "Jika Iran tidak menghentikan provokasinya dan tidak segera sepakat untuk perdamaian, maka target-target berikutnya akan kami hancurkan dengan kekuatan yang lebih besar dan lebih tepat."

Gedung Putih menegaskan bahwa operasi ini tidak ditujukan untuk perubahan rezim, melainkan untuk “menghentikan perkembangan senjata nuklir Iran secara permanen.”

Reaksi Iran: Perlawanan Total dan Ancaman Meluas

Iran tidak tinggal diam. Kantor berita Tasnim mengonfirmasi bahwa sebagian fasilitas di Fordow memang terkena serangan, meski otoritas menyatakan kerusakan tak signifikan. Anggota parlemen Iran, Mohammad Manan Raisi, menyebut serangan ini "tindakan pengecut yang akan memperkuat tekad rakyat Iran untuk membela negaranya."

Seorang reporter dari kantor berita resmi IRNA yang tiba di lokasi melaporkan adanya asap hitam mengepul di langit Fordow. Seorang saksi menyebut terdengar enam ledakan kecil  kemungkinan dari sistem pertahanan udara yang bekerja keras menahan gelombang serangan.

Organisasi Energi Atom Iran menegaskan bahwa tidak akan ada penghentian pengembangan industri nuklir nasional. Dalam siaran TV pemerintah, seorang komentator bahkan menyebut seluruh tentara dan warga negara AS di Timur Tengah kini menjadi target sah.

Namun, laporan dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menyebut tidak ada peningkatan radiasi pasca serangan. Ini menandakan bahwa bahan uranium mungkin telah dipindahkan sebelum serangan terjadi  satu langkah taktis yang mengisyaratkan bahwa Iran mempersiapkan diri untuk konfrontasi ini sejak awal.

Korban Tewas dan Reaksi Internasional

Data korban sejauh ini menunjukkan penderitaan di kedua belah pihak: Iran menyebut lebih dari 430 warga sipil tewas dan 3.500 luka-luka sejak Israel melancarkan serangan awal pada 13 Juni. Di pihak Israel, otoritas mencatat 24 korban jiwa dan 1.272 orang terluka, termasuk anak-anak dan perempuan.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyambut baik operasi militer AS. "Ini adalah langkah penting untuk mencegah rezim paling berbahaya di dunia mendapatkan senjata nuklir. Kami berdiri bersama sekutu kami dalam membela dunia bebas."

Namun, di Washington, sejumlah anggota Kongres dari Partai Demokrat dan sebagian Republik menuduh Trump bertindak sepihak tanpa persetujuan legislatif. Krisis ini pun semakin membelah opini publik Amerika.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, angkat suara dan memperingatkan bahwa eskalasi ini "mengancam stabilitas dan perdamaian global."

Apakah Ini Menuju Perang Dunia Baru?

Diplomasi internasional yang rapuh tampaknya tak lagi cukup menahan laju konflik. Upaya mediasi oleh Uni Eropa, Rusia, dan Tiongkok sejauh ini gagal membendung amarah dua kekuatan regional yang kini saling menggenggam bara.

Pertanyaannya kini bukan lagi apakah akan terjadi perang besar, melainkan seberapa besar dan seberapa cepat ia akan meluas. Timur Tengah  sekali lagi  menjadi panggung sejarah tempat dunia mempertaruhkan damai dan nyawanya.

(AP)

#Internasional #Iran #Israel #Perang