Terungkap! Warung Kopi dan Kedai Tuak Jadi Sarang Prostitusi dan Pesta Miras di Limapuluh Kota
Ilustrasi
D'On, Limapuluh Kota - 15 Perempuan Diamankan dalam Operasi Pekat Satpol PP, Ada yang Baru Sepekan Tiba dari Jawa.
Di balik tampilan sederhana warung kopi dan kedai tuak di pelosok Sumatera Barat, siapa sangka tersimpan praktik prostitusi dan pesta minuman keras yang meresahkan warga? Fakta mencengangkan ini terungkap dalam dua operasi besar bertajuk penyakit masyarakat (pekat) yang digelar oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Limapuluh Kota sepanjang Mei hingga Juni 2025.
Dalam penggerebekan yang dilakukan tim gabungan dari Satpol PP dan Polres Limapuluh Kota, sebanyak 15 perempuan diamankan. Mereka diduga terlibat dalam praktik prostitusi terselubung dan pergaulan bebas di lokasi yang berkedok warung kopi dan kedai tuak.
Warung Kopi yang Menyimpan Luka Moral
Rabu malam, 21 Mei 2025. Malam yang tampak biasa di Kecamatan Pangkalan Koto Baru berubah menjadi malam panjang bagi enam perempuan muda. Sekitar pukul 20.00 WIB, tiga warung kopi di kawasan Sibun-bun digerebek oleh tim Satpol PP bersama Polres. Warung yang selama ini tampak biasa saja ternyata menyimpan rahasia kelam: ruangan kecil penuh sekat, aroma parfum menyengat, dan alat kontrasepsi yang berserakan.
“Awalnya kami amankan tujuh perempuan. Namun, satu kami pulangkan karena tidak terbukti terlibat langsung. Enam lainnya mengaku sebagai PSK,” ungkap Kepala Satpol PP Limapuluh Kota, Dedy Permana.
Tak hanya barang bukti yang ditemukan, penampakan para perempuan tersebut pun memperkuat dugaan. Ada yang terlihat baru selesai mandi, ada pula yang tengah menunggu pelanggan datang. Semua ini menjadi bukti nyata praktik asusila yang berlangsung di balik cangkir-cangkir kopi panas.
Temuan ini bukan tanpa jejak. Warga sekitar telah lama mencium aroma tak sedap dari aktivitas yang berlangsung di balik tirai warung. Laporan demi laporan mengalir ke kantor Satpol PP. Dan malam itu, laporan masyarakat dibuktikan secara telak.
Kisah Pilu di Balik Praktik Terlarang
Dari hasil interogasi, kisah hidup para perempuan ini mengungkap realitas sosial yang memilukan. Sebagian berasal dari luar Sumatera Barat dari Sumatera Utara hingga Indramayu. Mereka datang bukan untuk berlibur atau mencari rezeki halal, melainkan terjerat oleh kerasnya hidup.
“Ada yang mengaku baru seminggu di sini. Menawarkan jasa pijat Rp100 ribu, dan untuk layanan ‘tambahan’ dibanderol Rp250 ribu. Bahkan, ada yang baru saja bercerai dan harus menafkahi anak-anaknya sendiri,” kata Dedy, matanya nanar melihat realitas di lapangan.
Pesta Tuak di Perbatasan: Musik, Alkohol, dan Pakaian Minim
Dua pekan setelah razia pertama, Sabtu malam, 7 Juni 2025, sekitar pukul 23.30, tim Satpol PP kembali bergerak. Kali ini sasarannya adalah kedai tuak di Jorong Piladang, Nagari Koto Tangah Batuhampar, perbatasan antara Kota Payakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota.
Tiga mobil operasional dan sejumlah petugas bermotor menyisir lokasi. Hasilnya? Sembilan perempuan muda tertangkap tengah berpesta tuak bersama para pria, sebagian berpakaian tidak senonoh dan dalam kondisi setengah mabuk.
“Kami sita puluhan liter tuak, minuman energi, teko, dan gelas. Mereka duduk bersama para pria sambil berjoget dan tertawa lepas. Suasana mirip diskotik liar,” ungkap Sarnen Indra, Plh Sekretaris Satpol PP yang memimpin operasi.
Salah satu momen dramatis terjadi saat seorang perempuan mencoba melarikan diri ke belakang semak-semak. Namun, usaha itu gagal ketika petugas perempuan Satpol PP berhasil menangkapnya.
Pembinaan atau Perang Panjang Melawan Norma?
Semua yang diamankan baik dari warung kopi maupun kedai tuak dibawa ke markas Satpol PP. Di sana, mereka didata, diberi pembinaan, dan diminta menandatangani surat perjanjian untuk tidak mengulangi perbuatan mereka sebelum akhirnya dipulangkan ke keluarga masing-masing.
“Ini bukan hanya soal penindakan, tapi juga pembinaan. Kami ingin memberi mereka kesempatan kedua. Tapi jika melanggar lagi, akan kami tindak lebih tegas,” tegas Sarnen.
Bangunan tempat pesta miras tersebut diketahui milik warga berinisial U, dikelola oleh seorang pria berinisial M. Sementara itu, keberadaan kedai tuak ini rupanya sudah lama menjadi duri dalam daging bagi masyarakat sekitar.
Syamsul Akmal, Walinagari Koto Tangah Batuhampar, mengaku pihaknya sudah sering menerima keluhan warga. “Kami sudah lapor berulang kali. Aktivitasnya mengganggu ketertiban, apalagi dekat dengan pemukiman. Kami sangat mendukung tindakan tegas Satpol PP,” katanya.
Seruan Tegas Satpol PP: Ini Baru Permulaan
Menutup rangkaian operasi pekat ini, Dedy Permana menyampaikan bahwa razia akan terus digelar secara berkala, demi menjaga wajah Limapuluh Kota dari kerusakan moral dan sosial yang mengancam dari balik gemerlap hiburan palsu.
“Penegakan perda adalah tugas kami. Tapi keberhasilan operasi seperti ini juga butuh peran aktif masyarakat. Jangan diam. Laporkan. Karena bersama kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan aman dari penyakit masyarakat,” tegas Dedy.
Refleksi: Ketika Warung Kopi Jadi Topeng Dunia Gelap
Kasus ini membuka mata kita bahwa praktik asusila tak lagi mengenal tempat. Di balik tembok sederhana sebuah warung kopi atau kedai kecil, bisa tersembunyi aktivitas yang mengoyak nilai dan budaya masyarakat. Di tengah desakan ekonomi dan lemahnya kontrol sosial, operasi pekat seperti ini bukan sekadar penegakan hukum, melainkan penyelamatan masa depan anak negeri.
(Mond)
#Prostitusi #PSK #LimapuluhKota