Breaking News

Terlilit Utang Rentenir, Eks Kades di Sumut Nekat Garap Proyek Fiktif Rp 248 Juta

Ilustrasi uang rupiah. Foto: Maciej Matlak/Shutterstock

D'On, Padangsidimpuan, Sumut
– Sebuah kisah memilukan sekaligus mencengangkan datang dari Kota Padangsidimpuan, Sumatera Utara. Sholat Harahap (41), mantan Kepala Desa Siloting di Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, ditangkap polisi setelah terbukti membuat proyek fiktif dan menyelewengkan dana desa senilai hampir Rp 250 juta. Motif di balik aksinya pun tak kalah mengejutkan terlilit utang rentenir dengan bunga mencekik.

Sholat menjabat sebagai kepala desa pada periode 2018 hingga 2023. Namun, alih-alih mengakhiri masa jabatannya dengan catatan bersih, ia justru harus berhadapan dengan jeruji besi. Ia ditangkap pada Senin, 2 Juni 2025, oleh Satreskrim Polres Padangsidimpuan, setelah penyidik mengantongi cukup bukti terkait rekayasa proyek fiktif yang ia jalankan.

Dokumen Palsu, Tanda Tangan Fiktif

Dalam rilis resmi yang disampaikan Kapolres Padangsidimpuan AKBP Wira Prayatna pada Kamis (5/6), dijelaskan bahwa Sholat telah menyusun dokumen fiktif untuk melegalkan proyek yang sejatinya tidak pernah ada.
“Pelaku membuat dokumen notulen musyawarah, daftar hadir, serta daftar usulan dalam penyusunan perubahan APBDes Siloting tahun 2023 secara fiktif,” jelas AKBP Wira.

Yang lebih memprihatinkan, Sholat bahkan memalsukan tanda tangan warga dan perangkat desa dalam dokumen tersebut untuk memperkuat kesan bahwa program pembangunan telah disepakati bersama. Kenyataannya, tidak pernah ada musyawarah desa yang digelar. Semua inisiatif muncul dari kepala desa sendiri, tanpa partisipasi masyarakat.

Dana Desa Disulap Bayar Utang Rentenir

Uang yang digelapkan tak sedikit, yakni sebesar Rp 248,8 juta. Dana itu berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2023, bagian dari total alokasi Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang nilainya mencapai Rp 1,2 miliar.

Sayangnya, alih-alih digunakan untuk membangun infrastruktur desa seperti drainase atau jalan sebagaimana rencana awal, uang tersebut justru dialirkan ke tangan rentenir. "Pendalaman kami sementara menyebut bahwa dana desa tersebut digunakan pelaku untuk membayar utang kepada seorang peminjam (rentenir) dengan bunga 20 persen per bulan," terang Wira.

Hingga kini, polisi belum merinci total utang yang dimiliki Sholat. Namun bunga yang fantastis itu menjadi petunjuk bahwa nilai utang kemungkinan besar sangat besar dan menumpuk dalam waktu singkat. Bunga 20 persen per bulan berarti dalam 5 bulan, utang bisa membengkak dua kali lipat—sebuah jerat keuangan yang kerap menjebak warga desa hingga aparatnya.

Proyek Hantu Senilai Ratusan Juta

Penelusuran kasus ini bermula dari adanya kejanggalan dalam laporan penggunaan dana desa sejak Februari 2025. Dalam audit internal dan penyelidikan awal, ditemukan bahwa dana sebesar Rp 719 juta dicairkan untuk sejumlah proyek fisik, namun tidak satu pun proyek itu benar-benar ada di lapangan.

"Pelaku merencanakan pembangunan drainase dan jalan, namun perencanaan tidak berdasarkan hasil musyawarah desa, dan saat dilakukan pengecekan ke lokasi, tidak ada realisasi proyek sama sekali," lanjut Kapolres.

Tak hanya soal administrasi, tindakan ini juga memperlihatkan bagaimana sistem pengawasan dana desa masih memiliki celah yang dimanfaatkan oleh oknum kepala desa untuk kepentingan pribadi. Korupsi dengan dalih darurat pribadi seperti utang pribadi kepada rentenir bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mengkhianati kepercayaan warga yang telah memilihnya.

Resmi Tersangka, Ditahan untuk Proses Hukum

Kini, Sholat Harahap telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mapolres Padangsidimpuan. Proses hukum tengah berjalan, sementara penyidik masih terus mendalami keterlibatan pihak lain dan kemungkinan adanya aliran dana ke pihak ketiga.

Kasus ini menjadi potret nyata bagaimana godaan kekuasaan dan tekanan ekonomi bisa membuat seseorang menyalahgunakan jabatan, bahkan dengan risiko merusak masa depan satu desa. Harapan warga atas pembangunan desa pun kandas karena ulah satu orang yang tak mampu mengelola keuangan pribadi dengan bijak.

Ironi Dana Desa: Dari Harapan Jadi Kehancuran

Dana desa yang sejatinya merupakan tulang punggung pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat desa justru menjadi ladang korupsi oleh pemimpinnya sendiri. Ironi ini tidak hanya terjadi di Siloting, tapi juga mencerminkan masalah sistemik di berbagai daerah lain, di mana pengawasan lemah dan godaan uang tunai yang besar sering menjadi awal mula kejatuhan para pejabat desa.

Kasus Sholat Harahap seharusnya menjadi peringatan keras bagi para kepala desa dan pengelola dana desa lainnya. Transparansi, akuntabilitas, dan keterlibatan aktif masyarakat harus ditegakkan agar dana miliaran rupiah benar-benar memberi manfaat nyata bagi rakyat, bukan malah tersedot ke lubang hitam korupsi pribadi.

(K)

#ProyekFiktif #Rentenir