"Saya Ditelanjangi dan Disiksa oleh Polisi": Pengakuan Mengerikan Pemuda Galesong Jadi Korban Penangkapan Brutal
Yusuf saat melaporkan kasus penganiayaan dirinya, Minggu (30/5/2025). foto/Makassarnewsid
D'On, Makassar – Malam yang seharusnya menjadi waktu santai bagi Yusuf Saputra (20), seorang pemuda asal Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, berubah menjadi mimpi buruk yang belum juga usai. Di tengah keramaian pasar malam, ketika tawa dan suara musik berbaur di Lapangan Galesong, Yusuf justru menjadi korban dari dugaan aksi brutal enam anggota polisi Polrestabes Makassar. Bukan hanya ditangkap tanpa surat perintah, Yusuf mengaku disiksa, diperas, bahkan ditelanjangi oleh aparat yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat.
Malam Penuh Teror: Ditodong Senjata di Tengah Keramaian
Selasa malam, 27 Mei 2025, sekitar pukul 22.00 WITA, Yusuf sedang duduk bersama teman-temannya di pinggir lapangan. Di tengah riuhnya pasar malam, enam pria bersenjata tiba-tiba menghampiri. Tanpa memberikan identitas, mereka langsung menodongkan senjata ke kepalanya dan menghajarnya di depan publik.
"Lagi nongkrong, tiba-tiba enam orang datang, salah satu langsung todong senjata ke kepala saya, lalu pukul-pukul. Saya kenal satu dari mereka, namanya Bripda A,” ujar Yusuf dengan suara bergetar saat ditemui di rumahnya, Minggu malam (30/5).
Tak ada penjelasan, tak ada surat tugas. Yusuf digiring paksa ke dalam sebuah mobil, dibawa ke lokasi sepi yang jauh dari keramaian. Di sanalah, kekerasan yang lebih keji terjadi.
Disiksa, Diikat, dan Ditelanjangi
Di tempat sunyi yang tak ia kenal, Yusuf mengaku mengalami perlakuan yang tidak hanya melanggar hukum, tapi juga melukai martabat manusia. Kedua tangan dan kakinya diikat, lalu ia dipukuli hingga babak belur. Tidak cukup di situ, tubuhnya dipaksa telanjang, bahkan hingga pakaian dalam pun dilucuti.
"Saya dipaksa buka semua pakaian, sampai celana dalam. Saya ditelanjangi di depan polisi-polisi itu. Saya merasa seperti bukan manusia lagi,” ucap Yusuf dengan mata berkaca-kaca.
Dipaksa Mengaku Punya Narkoba dan Diperas Uang Tebusan
Setelah disiksa secara fisik, tekanan psikologis mulai menghantam. Yusuf dipaksa mengakui bahwa ia memiliki narkoba, tuduhan yang ia bantah keras. Proses penyiksaan berlangsung hampir tujuh jam. Ia tidak diberi hak untuk membela diri, tidak diberi akses bantuan hukum.
Tak berhenti di situ, para oknum polisi kemudian meminta tebusan. Keluarga Yusuf dihubungi dan dimintai uang sebesar Rp15 juta agar pemuda itu dibebaskan. Karena kondisi ekonomi keluarga yang terbatas, nominal itu kemudian diturunkan menjadi Rp5 juta. Namun tetap saja keluarga tidak mampu.
"Akhirnya keluarga saya cuma sanggup Rp1 juta, itu pun dikasih lewat perantara karena Bripda A nggak mau terima langsung dari tante saya," terang Yusuf.
Ia akhirnya dibebaskan menjelang subuh, sekitar pukul 05.00 WITA, dalam kondisi tubuh penuh luka dan batin yang tercabik.
Kapolrestabes Akui Pelanggaran: Tidak Ada Surat Tugas, Tidak Ada Wewenang
Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana, dalam konferensi pers pada Minggu (1/6) mengakui bahwa anggotanya telah bertindak di luar prosedur hukum. Penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, di luar wilayah yurisdiksi, dan tanpa alasan yang sah.
"Tidak ada surat perintah, tidak ada penugasan di Takalar. Itu sudah di luar wilayah hukum Kota Makassar. Mereka juga meninggalkan tugas piket tanpa izin," ujar Arya tegas.
Bripda A dan lima polisi lainnya kini telah diamankan dan dikenakan sanksi penempatan khusus (Patsus) sambil menunggu hasil pemeriksaan dari Propam.
"Yang bersangkutan (Bripda A) ini anggota baru, masih lulusan baru. Semuanya sudah kita amankan, peran mereka sedang kami dalami," tambah Kapolrestabes.
Transparansi dan Hukuman Berat Ditegaskan
Kombes Arya menjanjikan proses hukum yang adil dan transparan. Ia menyatakan tidak akan melindungi anggotanya jika terbukti bersalah. Bahkan ia berkomitmen menjatuhkan sanksi terberat jika unsur pidana terbukti.
"Kami tidak akan menoleransi pelanggaran hukum, apalagi oleh aparat sendiri. Kalau terbukti, kita proses dan hukum seberat-beratnya. Kita tidak main-main,” tegasnya.
Pelanggaran HAM atau Kejahatan Aparat?
Kasus Yusuf membuka kembali luka lama tentang wajah kelam penegakan hukum di Indonesia. Perlakuan tidak manusiawi oleh aparat, pemaksaan pengakuan, penyiksaan, dan pemerasan—semuanya mencerminkan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia.
Kini, publik menanti: apakah keadilan akan benar-benar ditegakkan? Ataukah Yusuf hanya akan menjadi deretan angka dalam statistik korban kesewenang-wenangan aparat?
(T)
#Kekerasan #Kriminal #Polri #OknumPolisiAniayaPemuda