Breaking News

Putusan MK Bisa Ubah Peta Politik Daerah: DPRD Berpotensi Diperpanjang hingga 2031, Ini Penjelasan Komisi II DPR

Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda. Foto: Facebook/Rifqinizamy

D'On, Jakarta —
Sebuah babak baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia terbuka lebar setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengetuk palu atas Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, yang diam-diam membawa konsekuensi besar terhadap masa jabatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di seluruh Indonesia.

Putusan ini bukan sekadar perkara teknis pemilu. Ia berpotensi menggeser peta politik nasional dan lokal, sekaligus membuka diskusi tentang legitimasi, representasi, dan masa jabatan yang melampaui lima tahun.

Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, dengan tegas menyatakan bahwa jika pemilihan legislatif (Pileg) DPRD digeser ke tahun 2031 untuk disatukan dengan Pilkada, maka masa jabatan anggota DPRD hasil Pemilu 2024 secara otomatis akan diperpanjang. Opsi ini, menurutnya, bukan hanya paling realistis, tapi juga satu-satunya jalan konstitusional yang tersedia saat ini.

“Kalau bagi gubernur, bupati, wali kota, kita masih bisa tunjuk penjabat seperti yang sudah-sudah. Tapi untuk anggota DPRD, tidak ada pilihan lain selain memperpanjang masa jabatan mereka,” ujar Rifqi dalam keterangan resminya, Kamis (26/6/2025).

MK: Pilpres dan Pileg Nasional Tetap Serentak, Tapi DPRD Gabung Pilkada

Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi tetap mempertahankan Pemilu Nasional secara serentak: Pileg DPR, DPD, dan Pilpres digelar bersamaan. Namun, terdapat perubahan signifikan: Pileg DPRD provinsi dan kabupaten/kota akan digeser dan digabung pelaksanaannya dengan Pilkada.

Putusan tersebut mengatur bahwa Pileg DPRD dan Pilkada baru boleh digelar setidaknya dua tahun hingga paling lambat dua tahun enam bulan setelah pelantikan presiden dan wakil presiden. Jika Pemilu Nasional tetap digelar pada 2029, maka Pemilu Lokal (Pilkada dan Pileg DPRD) baru akan terselenggara sekitar tahun 2031.

Hal ini secara langsung berdampak pada masa jabatan anggota DPRD yang terpilih dalam Pemilu 2024 mereka berpotensi menjabat hingga tujuh tahun, bukan lima tahun seperti lazimnya.

Komisi II: Perpanjangan Jabatan DPRD, Isu Serius dalam Revisi UU Pemilu

Menanggapi perubahan besar ini, Rifqi memastikan bahwa Komisi II DPR RI akan mengangkat isu tersebut sebagai fokus utama dalam revisi Undang-Undang Pemilu. Komisi ini, yang memang membidangi urusan kepemiluan, tengah menyusun formula politik hukum nasional yang tepat agar perubahan tersebut tidak menabrak prinsip demokrasi dan konstitusionalitas.

“Kami memastikan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi ini akan menjadi salah satu concern utama Komisi II dalam penyusunan revisi UU Pemilu. Ini bagian dari politik hukum nasional yang menjadi kewenangan konstitusional kami,” kata Rifqi.

Lebih lanjut, politisi Partai NasDem ini menyebutkan bahwa Komisi II akan melakukan exercisement atau simulasi dan kajian teknis mendalam terhadap berbagai skenario penyelenggaraan Pemilu Nasional dan Lokal pasca putusan MK tersebut.

Putusan MK: Mengurai Kompleksitas, Menghadirkan Tantangan Baru

Putusan yang dibacakan oleh MK dalam sidang pleno pada Kamis (26/6/2025) itu berasal dari gugatan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Mereka mendalilkan bahwa pemilu serentak penuh seperti 2019 dan 2024 menyimpan beban berat, baik bagi penyelenggara, pemilih, maupun calon peserta. MK akhirnya menerima sebagian permohonan tersebut, dan memberikan ruang untuk pemisahan antara Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal.

Namun keputusan tersebut bukannya tanpa implikasi. Salah satu efek dominonya adalah masa jabatan anggota DPRD yang akan melewati batas konstitusional lima tahun sebuah hal yang dalam sejarah pemilu Indonesia belum pernah terjadi dalam skala nasional.

Pro-Kontra: Mandat Rakyat vs Masa Jabatan Tambahan

Sejumlah kalangan menilai perpanjangan masa jabatan DPRD perlu kajian lebih jauh. Meski diperpanjang oleh regulasi nasional, ada pertanyaan konstitusional: sejauh mana legitimasi anggota legislatif lokal yang mendapat mandat untuk lima tahun, tapi memerintah hingga tujuh tahun?

Meski belum dibahas secara luas, hal ini bisa menjadi bola panas dalam diskusi revisi UU Pemilu dan menjadi ujian serius bagi DPR, pemerintah, serta penyelenggara pemilu dalam menavigasi pergeseran sistem demokrasi elektoral kita.

Dari Teknis Menjadi Politik

Apa yang awalnya merupakan gugatan teknis tentang beban pemilu, kini telah menjelma menjadi perombakan struktur kepemiluan nasional. Dengan DPRD berpotensi menjabat lebih panjang, dan Pilkada digeser dua tahun setelah pelantikan presiden, arah demokrasi elektoral Indonesia akan memasuki fase transisi yang sangat menentukan.

Komisi II DPR berada di garis depan untuk menyusun aturan main baru ini. Dan publik, harus tetap mengawal agar prinsip-prinsip demokrasi, akuntabilitas, dan kedaulatan rakyat tidak tergerus dalam transisi besar yang sedang berlangsung.

(K)

#PutusanMK #DPR #Nasional #DPRD #Politik