Breaking News

Proyek Jalan Bernilai Rp231 Miliar Jadi Ajang Korupsi: KPK Tetapkan 5 Tersangka Termasuk Kadis PUPR Sumut Pasca OTT

KPK Tetapkan lima orang tersangka terkait kasus dugaan korupsi pada proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumatera Utara (Sumut), dan di Satuan Kerja (Satker) Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah 1 Sumut, Sabtu (28/6/2025).

D'On, Jakarta –
Dalam sebuah operasi senyap yang dilakukan Jumat malam (27/6/2025) di Mandailing Natal, Sumatera Utara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membongkar praktik korupsi berjemaah yang mengakar dalam sektor infrastruktur. Tak tanggung-tanggung, lima orang langsung ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Kepala Dinas PUPR Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting.

OTT ini menjadi tamparan keras bagi integritas birokrasi di Sumatera Utara. Selain Kadis PUPR, KPK juga menjerat pejabat penting lainnya seperti Kepala UPTD Gunung Tua yang juga merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Rasuli Efendi Siregar; serta PPK Satuan Kerja (Satker) Pembangunan Jalan Nasional Wilayah I Provinsi Sumut, Heliyanto. Dua rekanan swasta juga ikut terseret: Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar dan Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang.

Operasi ini bukan sekadar penangkapan biasa. Menurut Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, OTT tersebut dilakukan sebagai hasil dari pengumpulan informasi mendalam dan pengintaian yang dilakukan tim KPK. Dari enam orang yang diamankan, lima terbukti kuat terlibat dan langsung ditetapkan sebagai tersangka. Satu lainnya dilepas karena tidak cukup bukti.

“KPK telah melakukan gelar perkara dan menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam dugaan korupsi proyek jalan yang terbagi antara Dinas PUPR Sumut dan Satker PJN Wilayah 1 Sumut,” ujar Asep Guntur dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Sabtu (28/6/2025).

Anggaran Fantastis, Fee Menggiurkan

Skema korupsi ini melibatkan enam proyek jalan dengan total nilai proyek mencapai Rp231,8 miliar. Rinciannya, empat proyek dikerjakan melalui Dinas PUPR Sumut senilai Rp74 miliar, dan dua proyek lainnya melalui Satker PJN Wilayah 1 Sumut senilai Rp157,8 miliar.

Namun alih-alih berfokus pada kualitas dan manfaat proyek untuk masyarakat, proyek-proyek ini justru menjadi ladang bancakan para pejabat dan rekanan. Uang sebesar Rp231 juta yang diduga sebagai bagian dari commitment fee atau istilah halus untuk suap telah disita KPK dalam OTT tersebut.

Menurut penyidikan awal, modus operandi kasus ini melibatkan pengaturan proyek melalui sistem e-catalog agar perusahaan milik Akhirun dan Rayhan yakni PT DNG dan PT RN terpilih sebagai pemenang tender. Uang suap diduga diberikan secara bertahap sebagai bentuk “terima kasih” agar proyek tetap berjalan mulus.

Jalur Uang dan Peran Masing-Masing

Dalam skema ini, Heliyanto disebut menerima uang sebesar Rp120 juta sebagai bagian dari pengaturan proyek di lingkungan Satker PJN Wilayah 1. Sementara Topan Obaja Putra Ginting dan Rasuli Efendi Siregar diduga menjadi penerima suap untuk proyek di bawah naungan Dinas PUPR Sumut.

Dua nama dari sektor swasta, Akhirun dan Rayhan, berperan sebagai pemberi suap. Mereka menyuap dengan tujuan mengamankan posisi perusahaan mereka sebagai pelaksana proyek strategis yang menyangkut pembangunan jalan di Sumatera Utara.

“Pemberian uang ini dilakukan agar pengaturan proses pengadaan barang dan jasa bisa berjalan sesuai keinginan mereka, melanggar prinsip transparansi dan keadilan,” jelas Asep.

Jerat Hukum Menanti

Kelima tersangka telah ditahan di Rutan Cabang KPK, Jakarta Selatan, untuk 20 hari pertama sejak 28 Juni hingga 17 Juli 2025. Mereka kini menghadapi ancaman hukuman berat berdasarkan Undang-Undang Tipikor.

Akhirun dan Rayhan, sebagai pihak pemberi suap, dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Topan, Rasuli, dan Heliyanto, sebagai penerima, dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal-pasal tersebut dikenal memiliki ancaman pidana penjara tinggi dan denda yang berat.

Korupsi Jalanan yang Menyakiti Masyarakat

Kasus ini kembali menegaskan betapa kronisnya praktik korupsi di sektor pembangunan infrastruktur. Jalan-jalan yang seharusnya menjadi urat nadi perekonomian daerah, justru menjadi ajang transaksional yang merugikan negara dan masyarakat luas.

Uang negara yang semestinya digunakan untuk membuka akses desa, memperlancar distribusi logistik, dan meningkatkan taraf hidup warga, justru dinikmati segelintir orang lewat permainan kotor di balik meja.

KPK menyatakan masih terus mengembangkan kasus ini dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain. Masyarakat pun menanti: akankah operasi ini menjadi awal dari bersih-bersih besar di sektor infrastruktur Sumatera Utara?

(Mond)

#KPK #OTT #Korupsi