Misteri Peluru Nyasar di Padang Pariaman: Harapan Terakhir pada Uji Balistik
Bela Cintia, siswa MTs di Padang Pariaman saat menjalani perawatan di RSUD Pariaman (ist)
D'On, Padang Pariaman, Sumatera Barat – Di balik senyapnya sebuah desa di Kecamatan Sungai Geringging, tersimpan kisah getir tentang seorang anak perempuan yang menjadi korban peluru nyasar. Waktu terus berlalu sejak insiden menggemparkan itu terjadi pada 24 Februari 2024, namun keadilan masih belum menampakkan wajahnya. Satu-satunya harapan kini bergantung pada sebutir proyektil yang berhasil dikeluarkan dari tubuh mungil Bela Cintia (13), seorang pelajar MTs yang menjadi simbol luka sekaligus harapan masyarakat Nagari Kuranji Hulu.
Hari itu mestinya berjalan seperti biasa. Namun takdir berkata lain. Sebuah peluru, entah dari mana datangnya, bersarang di perut Bela saat ia sedang berada tak jauh dari rumah. Seketika, dunia kecilnya terjungkal. Nyeri, darah, jeritan, dan kekacauan menyelimuti suasana. Bela harus dilarikan ke RSUD Pariaman dalam kondisi kritis. Dua kali operasi besar-besaran menjadi jalan terjal yang harus dilaluinya demi menyelamatkan nyawa.
“Waktu itu kami hanya bisa pasrah. Dokter bilang lukanya cukup parah, pelurunya bersarang di bagian sensitif,” kenang Ali Mukminin (35), paman Bela, dengan suara parau. Namun lebih dari sekadar luka fisik, insiden ini meninggalkan trauma mendalam, bukan hanya bagi Bela dan keluarganya, tapi juga bagi warga sekitarnya.
Jejak Peluru, Kunci yang Membisu
Butuh waktu lebih dari tiga bulan sebelum tim medis akhirnya bisa mengangkat peluru dari tubuh Bela. Menurut dokter, posisi peluru yang berisiko tinggi membuat pengangkatannya tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa. Dalam rentang waktu itulah, proses penyelidikan oleh pihak kepolisian sempat mengalami kebuntuan.
Kini, setelah peluru itu berhasil diangkat, benda kecil mematikan itu menjadi saksi bisu yang diharapkan bisa membuka tabir misteri. Proyektil tersebut telah dikirim ke Laboratorium Forensik di Pekanbaru untuk dilakukan uji balistik—sebuah proses ilmiah untuk mencocokkan peluru dengan senjata api yang mungkin digunakan pelaku.
“Setelah peluru dikeluarkan, kami langsung mengirimkannya untuk uji balistik. Hasilnya akan sangat menentukan dalam mengidentifikasi jenis senjata yang digunakan, sekaligus mempersempit ruang pencarian pelaku,” jelas Kasat Reskrim Polres Pariaman, Iptu Rio Ramadhani, pada Senin (9/6/2025). Ia menambahkan bahwa penyelidikan kini berfokus pada pendekatan ilmiah untuk membuktikan keterlibatan senjata tertentu dengan kejadian tersebut.
Senjata Rakitan, Dugaan yang Menguat
Sebagai bagian dari proses penyelidikan, polisi telah mengamankan sejumlah senjata api rakitan dari warga sekitar lokasi kejadian, tepatnya di Kampuang Dadok, Korong Balekok. Senjata-senjata ini kini tengah diperiksa secara menyeluruh dan dicocokkan dengan proyektil dari tubuh Bela.
“Peluru sebagai barang bukti utama sudah kami pegang. Sekarang tinggal menunggu hasil perbandingan balistik dengan senjata yang telah diamankan. Kami berharap ini bisa membawa titik terang,” ujar Iptu Rio penuh harap.
Senjata api rakitan memang bukan hal asing di wilayah tertentu di Sumatera Barat. Meski dilarang keras oleh undang-undang, sejumlah masyarakat masih menyimpannya—baik sebagai alat berburu maupun karena alasan tradisi. Namun dalam kasus Bela, apapun motifnya, satu hal yang pasti: peluru itu nyaris merenggut nyawa seorang anak.
Pemulihan Bela, Luka yang Masih Terbuka
Hari ini, Bela telah kembali ke sekolah, mencoba melanjutkan hidup di tengah sisa-sisa trauma. Namun, senyum yang ia tunjukkan tak sepenuhnya menghapus bayang-bayang peristiwa itu.
“Kami bersyukur Bela sudah sembuh, tapi batin kami belum tenang. Sampai sekarang, kami belum tahu siapa pelakunya. Kami ingin kejelasan hukum,” kata Ali Mukminin, penuh tekanan emosi. Ia menekankan bahwa keluarga besar Bela akan terus mengawal kasus ini hingga pelaku benar-benar ditemukan dan diproses hukum.
Bela hanyalah seorang anak, korban dari situasi yang tak pernah ia pilih. Statusnya sebagai anak di bawah umur seharusnya menjadi perhatian khusus, dan sistem hukum harus berpihak pada upaya penuh untuk mengungkap kebenaran.
Suara dari Masyarakat: Tuntutan untuk Keadilan
Tak hanya keluarga, masyarakat Nagari Kuranji Hulu juga mulai bersuara. Kejadian ini mengguncang rasa aman warga yang selama ini hidup dalam ketenangan desa.
“Saya kira masyarakat berhak tahu siapa pelakunya. Ini soal keamanan publik, apalagi yang jadi korban itu anak-anak,” ujar salah seorang tokoh masyarakat setempat. Kekhawatiran ini tidak hanya mencerminkan keresahan lokal, tapi juga menjadi cerminan kegelisahan sosial terhadap maraknya senjata ilegal dan minimnya pengawasan.
Menanti Titik Terang
Kini, bola panas ada di tangan aparat penegak hukum dan laboratorium forensik. Semua pihak menanti hasil uji balistik sebagai kunci utama untuk membuka jalan keadilan. Butiran logam kecil yang sempat mengendap dalam tubuh seorang anak kini diharapkan mampu bicara lebih lantang daripada seribu kata.
Masyarakat menanti, keluarga berharap, dan hukum ditantang untuk membuktikan bahwa keadilan bukan sekadar wacana.
(Mond)
#PeluruNyasat #Peristiwa #Padangpariaman