Mengapa Jokowi Enggan Tunjukkan Ijazah UGM ke Roy Suryo dkk? Ini Penjelasan Lengkap Kuasa Hukumnya
Jokowi Ogah Tunjukan Ijazah UGM ke Roy Suryo Cs, Ternyata Ini Alasannya!
D'On, Jakarta – Polemik seputar ijazah Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, kembali mengemuka setelah mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Roy Suryo, bersama sejumlah pihak, mendesak agar Jokowi secara terbuka menunjukkan ijazah Universitas Gadjah Mada (UGM) miliknya. Namun, alih-alih merespons tuntutan tersebut secara frontal, pihak Jokowi justru memilih langkah hukum yang lebih berhati-hati. Mengapa demikian?
Dalam konferensi pers yang digelar pada Minggu (15/6/2025) di kawasan Senayan, Jakarta, kuasa hukum Jokowi, Yakup Putra Hasibuan, akhirnya angkat bicara untuk menjelaskan duduk perkaranya. Menurut Yakup, tuntutan dari kubu Roy Suryo tersebut bukan lagi sekadar persoalan administrasi atau etika publik, melainkan sudah masuk ke wilayah hukum formal yang harus ditangani dengan prosedur yang sah.
"Ini Bukan Sekadar Tunjukkan Kertas, Ini Soal Prinsip Hukum"
“Negara ini adalah negara hukum. Prinsip yang berlaku adalah siapa yang mendalilkan, maka dia yang harus membuktikan,” ujar Yakup tegas. Ia menekankan bahwa dalam ranah hukum, beban pembuktian bukan berada di tangan pihak yang dituduh, melainkan pada pihak yang melontarkan tuduhan.
Yakup juga mengingatkan publik bahwa memenuhi tuntutan secara sembarangan – seperti memperlihatkan ijazah kepada pihak-pihak yang meragukan keasliannya – justru dapat menjadi preseden buruk dalam sistem hukum Indonesia. “Kalau kami penuhi permintaan itu, di luar konteks hukum yang sedang berjalan, maka ini akan merusak tatanan proses peradilan itu sendiri,” lanjutnya.
"Kalau Dikasih Lihat, Lalu Apa? Apakah Mereka Bisa Validasi?"
Lebih lanjut, Yakup menyoroti ketidaklogisan tuntutan tersebut. Ia memberikan gambaran: andaikan ia membawa serta ijazah asli Jokowi dan menunjukkannya kepada Roy Suryo Cs, apakah mereka benar-benar punya kapasitas untuk menilai dan memverifikasi keasliannya?
“Kalau saya bawa sekarang, saya tunjukkan, terus mereka bisa membuktikan keasliannya? Tidak juga kan. Mereka bukan lembaga forensik dokumen, bukan otoritas resmi. Jadi itu tidak menyelesaikan apa-apa,” ucapnya, sembari menekankan bahwa tindakan semacam itu justru akan membuka peluang baru bagi polemik yang tidak berkesudahan.
Menurutnya, pihak-pihak yang menggulirkan isu ini cenderung hanya ingin memperkuat narasi yang telah mereka bangun sejak awal, meskipun belum pernah melihat dokumen asli. “Mereka sedang berupaya mencocok-cocokkan argumen mereka dengan kemungkinan bentuk dokumen, bukan mencari kebenaran objektif,” katanya.
"Opini Publik Tidak Bisa Mengalahkan Prinsip Hukum"
Di akhir pernyataannya, Yakup juga menanggapi sentimen publik yang mulai tergiring oleh narasi: “kalau memang asli, kenapa tidak ditunjukkan saja?” Baginya, pemikiran semacam itu merupakan bentuk simplifikasi terhadap prinsip-prinsip hukum yang harus dijaga.
“Jangan sampai opini menggiring kita pada sikap emosional. Negara hukum tidak dibangun atas dasar desakan sosial semata. Kalau semua orang bisa mendesak dan memaksa bukti keluar tanpa jalur resmi, maka sistem hukum kita bisa runtuh,” pungkas Yakup dengan nada serius.
Sikap Tegas atau Menutup Diri? Publik Masih Terbelah
Pernyataan ini tentu bukan akhir dari polemik panjang soal ijazah Jokowi. Di satu sisi, sikap kuasa hukum dinilai sebagai bentuk komitmen terhadap supremasi hukum. Namun di sisi lain, sebagian publik masih bertanya-tanya, mengapa sesuatu yang dianggap sederhana seperti menunjukkan ijazah harus dibawa ke ranah hukum?
Kini, semuanya bergantung pada proses hukum yang tengah berjalan. Apakah tuduhan ini akan terbukti berdasar, atau justru menjadi contoh bagaimana isu bisa dipolitisasi tanpa bukti kuat?
Yang pasti, publik Indonesia tengah menyaksikan satu bab penting dari dialektika demokrasi ketika isu legal, politik, dan persepsi publik bertabrakan di tengah arus informasi yang serba cepat.
(Mond)
#IjazahJokowi #Nasional