Kemendagri Ancam Bubarkan Ormas yang Gunakan Atribut Mirip TNI/Polri: Ini Aturan Tegasnya
Wamendagri Bima Arya di DPP Demokrat, Jakarta Pusat, Senin (19/5/2025).
D'On, Jakarta – Pemerintah kembali menegaskan batas tegas antara organisasi masyarakat (ormas) dan institusi negara. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melarang keras ormas menggunakan atribut, simbol, atau lambang yang menyerupai milik Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), serta lembaga-lembaga resmi pemerintah lainnya.
Peringatan ini disampaikan langsung oleh Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, dalam pernyataan resminya pada Senin (16/6). Ia menekankan bahwa pelarangan ini bukan sekadar imbauan moral, melainkan perintah hukum yang memiliki konsekuensi administratif serius.
“Betul, ormas dilarang menggunakan atribut yang menyerupai lembaga pemerintahan,” ujar Bima ketika dikonfirmasi awak media.
Payung Hukum yang Tegas: UU Ormas Nomor 16 Tahun 2017
Larangan tersebut bersandar pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas. Secara spesifik, Pasal 60 ayat 1 menyebutkan bahwa ormas dilarang:
- Menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut lain yang sama atau menyerupai milik lembaga pemerintahan;
- Menggunakan identitas visual yang memiliki persamaan pokok atau keseluruhan dengan ormas lain atau partai politik;
- Menerima atau memberikan sumbangan yang melanggar peraturan perundang-undangan.
Jika pelanggaran terjadi, Kemendagri tak akan segan memberikan sanksi administratif secara bertahap, dimulai dari peringatan tertulis hingga tindakan tegas berupa pencabutan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) atau Surat Keputusan Kemenkumham sebagai legalitas keberadaan ormas tersebut.
Tindakan Lebih Berat untuk Pelanggaran Berat
Tidak hanya menyangkut atribut visual, Kemendagri juga memiliki wewenang untuk langsung memberikan sanksi berat kepada ormas yang melakukan pelanggaran prinsipil. Bima Arya menyebutkan beberapa bentuk pelanggaran yang dapat langsung berujung pada pencabutan SK tanpa proses bertahap, seperti:
- Tindakan permusuhan dan kekerasan, termasuk penistaan dan penodaan agama;
- Mengganggu ketertiban umum (trantibum) dan merusak fasilitas umum;
- Melakukan kegiatan penegakan hukum secara sepihak, seolah-olah mewakili institusi negara;
- Menggunakan simbol-simbol separatis atau organisasi terlarang;
- Melakukan kegiatan separatis atau menyebarkan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.
“Kalau sudah masuk dalam kategori itu, Kemendagri dapat langsung cabut SK-nya,” tegas Bima Arya.
Sekali Dicabut, Ormas Otomatis Dibubarkan
Sanksi pencabutan SK bukan hanya mencabut legalitas administratif. Dalam praktiknya, itu berarti pembubaran total ormas yang bersangkutan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 80a UU No. 16 Tahun 2017, yang menyatakan bahwa apabila SK dicabut, maka ormas secara hukum langsung dianggap bubar.
“Kalau SK dicabut, maka ormas tersebut secara otomatis dinyatakan bubar menurut hukum,” tandas Bima.
Pesan Tegas untuk Ormas: Jangan Samakan Diri dengan Negara
Pernyataan ini datang di tengah kekhawatiran publik terhadap maraknya ormas-ormas yang kerap tampil di tengah masyarakat dengan atribut militeristik seragam loreng, baret, hingga tanda pangkat buatan yang membingungkan masyarakat awam dan berpotensi menciptakan ketegangan sosial. Beberapa bahkan bertindak layaknya aparat, menertibkan jalan, menginterogasi warga, hingga menyita barang secara sepihak.
Langkah tegas Kemendagri ini menjadi sinyal kuat bahwa negara tak akan mentolerir praktik-praktik yang menciptakan ilusi kekuasaan di luar sistem hukum resmi.
Catatan redaksi: Pemerintah membuka ruang pembinaan dan partisipasi publik dalam kehidupan demokrasi, tetapi tetap dalam koridor hukum. Ormas harus menjadi mitra negara dalam menjaga ketertiban dan persatuan, bukan malah meniru atau menggantikan peran institusi resmi negara.
(Mond)
#Nasional #Kemendagri #Ormas