Menag Nasaruddin Ungkap Tantangan Kesehatan Jemaah Haji: Takut Rumah Sakit Arab Saudi, Banyak yang Pilih Menahan Sakit
Menag Nasaruddin Umar usai melaksanakan umrah. Foto: Dok. Media Center Haji
D'On, Jeddah, Arab Saudi – Di tengah padatnya pelaksanaan ibadah haji tahun ini, Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengungkap persoalan serius yang dihadapi sebagian jemaah haji asal Indonesia yakni keengganan untuk berobat ke rumah sakit Arab Saudi meski kondisi kesehatan mereka mulai mengkhawatirkan.
Permasalahan itu mencuat saat Nasaruddin melakukan kunjungan kerja ke Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Jeddah, Sabtu (1/6), dalam rangka memastikan pelayanan kesehatan bagi jemaah Indonesia berjalan optimal. Ia menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia telah melakukan koordinasi intensif dengan otoritas kesehatan Arab Saudi terkait akses dan penanganan jemaah yang sakit.
Takut Rumah Sakit Asing, Jemaah Pilih Bertahan dengan Sakit
Menurut Nasaruddin, salah satu kendala utama yang dihadapi jemaah adalah language barrier atau kendala bahasa. Sebagian besar jemaah Indonesia, khususnya yang lanjut usia, tidak fasih berbahasa Arab maupun Inggris dua bahasa yang umum digunakan di rumah sakit Arab Saudi. Hal ini menyebabkan munculnya ketakutan dan kecemasan di kalangan jemaah, terutama saat mereka harus dirawat tanpa pendamping atau tanpa mampu berkomunikasi dengan tenaga medis setempat.
“Banyak dari mereka lebih memilih menahan sakit, daripada harus ke rumah sakit yang tidak mereka pahami sistem dan bahasanya,” ungkap Nasaruddin. “Ini bukan sekadar soal medis, tapi juga menyangkut kenyamanan psikologis jemaah.”
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa rasa takut dan cemas itu bukan hal sepele. Dalam beberapa kasus, jemaah justru mengalami stres berlebih saat dirawat di rumah sakit lokal karena merasa tidak dipahami atau tidak tahu harus berbuat apa. “Banyak yang stres, bahkan ada yang menolak dirujuk karena takut. Ini tentu berbahaya bagi kesehatan mereka,” katanya.
Permintaan Resmi: Jangan Langsung Dirujuk, Rawat di KKHI
Menyadari kompleksitas masalah tersebut, Kementerian Agama Indonesia meminta kepada pihak Arab Saudi agar KKHI fasilitas kesehatan yang dioperasikan langsung oleh Indonesia—diberikan kewenangan yang lebih besar untuk menangani jemaah sakit, setidaknya pada tahap awal perawatan.
“Kami minta agar jemaah yang sakit tidak langsung dirujuk ke rumah sakit Arab Saudi. Biarkan kami tangani dulu di KKHI, karena mereka lebih nyaman ditangani oleh dokter dan tenaga medis dari Indonesia,” ujar Nasaruddin. Ia menambahkan bahwa permintaan ini disampaikan langsung kepada pihak Kementerian Kesehatan Arab Saudi dan mendapat respons yang positif.
Pihak Arab Saudi, menurut Nasaruddin, akhirnya menyetujui permintaan tersebut. Sebuah kesepakatan pun dicapai: jemaah Indonesia yang sakit boleh dirawat terlebih dahulu di KKHI, selama kondisinya masih bisa ditangani di sana. Hanya jika kondisinya memburuk atau masuk kategori gawat darurat, barulah dirujuk ke rumah sakit lokal.
“Kesepakatan ini adalah bentuk kolaborasi yang baik demi memastikan jemaah kita mendapatkan perawatan terbaik, baik secara medis maupun secara psikologis,” ucap Menag.
Penanganan Kritis Tetap Harus Dirujuk
Meskipun KKHI kini memiliki ruang gerak yang lebih besar, Nasaruddin tetap mengingatkan bahwa kasus-kasus medis yang bersifat darurat tidak bisa ditangani sendirian. Sistem rujukan tetap akan berjalan untuk jemaah yang membutuhkan penanganan lebih lanjut dan peralatan yang lebih canggih di rumah sakit Arab Saudi.
“Kita harus objektif juga. Kalau memang kondisinya sudah kritis, kita tidak punya pilihan lain. Harus dibawa ke rumah sakit Arab Saudi, dan tentu kita akan upayakan ada pendampingan,” tuturnya.
Catatan Penting dalam Pelayanan Haji
Isu ini mencerminkan bahwa pelayanan kesehatan jemaah haji tidak hanya menyangkut aspek klinis semata, tetapi juga menyangkut sensitivitas budaya, komunikasi, dan psikologis. Menurut Menag, inilah tantangan besar dalam pelayanan haji modern yakni bagaimana memastikan jemaah merasa aman, nyaman, dan terlayani secara manusiawi selama menjalankan ibadah di tanah suci.
Dengan lebih dari 240.000 jemaah asal Indonesia yang berhaji tahun ini, pelayanan kesehatan menjadi salah satu komponen krusial yang menentukan kesuksesan penyelenggaraan haji. Kolaborasi antarnegara, kesiapsiagaan tim medis, dan kepekaan terhadap kondisi psikologis jemaah menjadi kunci utama.
(K)
#Haji #NasaruddinUmar #Kemenag