Kisruh Tambang Nikel di Pulau Gag: Antara Kelestarian Raja Ampat dan Harapan Hidup Warga Lokal
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia bersama Bupati Raja Ampat Orideko Iriano Burdam saat temu media di hotel Swiss Bell Sorong, Sabtu (7/6/2025). Foto: Kementerian ESDM
D'On, Raja Ampat, Papua Barat Daya — Di balik keindahan laut biru jernih dan gugusan karang Raja Ampat yang mendunia, tengah bergolak sebuah polemik besar: tambang nikel di kawasan konservasi. Sorotan tajam dari publik atas aktivitas tambang PT Gag Nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, mendorong pemerintah pusat dan daerah turun langsung ke lapangan. Hasilnya? Tidak sesederhana apa yang terlihat di media sosial.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, didampingi Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu dan Bupati Raja Ampat Orideko Iriano Burdam, melakukan inspeksi langsung ke Pulau Gag. Mereka meninjau aktivitas PT Gag Nikel, perusahaan yang sahamnya sepenuhnya dimiliki PT ANTAM Tbk., untuk membandingkan realitas di lapangan dengan tudingan yang beredar di dunia maya.
Bahlil: “Kami Datang untuk Melihat Fakta, Bukan Asumsi”
Dalam konferensi pers yang digelar di Hotel Swiss-Belhotel Sorong pada Sabtu (8/6), Bahlil menegaskan bahwa kunjungannya ke Pulau Gag adalah bentuk tanggung jawab terhadap maraknya informasi publik mengenai kerusakan lingkungan akibat tambang.
“Saya menyempatkan diri bersama Gubernur dan Bupati Raja Ampat ke Pulau Gag naik heli, merespon apa yang menjadi perkembangan pemberitaan di media sosial. Kita harus cek langsung, agar bisa bersikap objektif," ujar Bahlil.
Terkait tudingan bahwa aktivitas tambang telah mencemari laut dan merusak lingkungan sekitar, Bahlil menambahkan, "Kalau kita bicara data, kita harus pastikan sumbernya valid. Kami tidak ingin membuat kebijakan hanya berdasarkan informasi viral tanpa verifikasi lapangan."
Gubernur: “Itu Bukan Video dari Gag, Jangan Asal Tuduh”
Elisa Kambu, Gubernur Papua Barat Daya, turut mengecam konten-konten media sosial yang menampilkan kerusakan lingkungan dan diklaim sebagai akibat tambang di Pulau Gag.
“Kami pastikan, mungkin video itu bukan dari Gag, bukan dari Piaynemo, mungkin dari tempat lain. Tapi yang pasti, itu bukan dari lokasi penambangan di Pulau Gag,” ucap Elisa.
Ia menekankan, tambang di Pulau Gag tetap memperhatikan aspek lingkungan. Bahkan, menurutnya, perusahaan telah melakukan reklamasi di area bekas eksplorasi dan tidak ditemukan adanya pencemaran di laut sekitar pelabuhan muat.
"Sampai di pelabuhan pun airnya biru jernih. Jadi kalau ada yang bilang lautnya rusak, itu hoaks,” tegasnya.
Warga Lokal: “Tambang Ini Menopang Hidup Kami”
Yang paling menyentuh, datang langsung dari suara masyarakat. Di hadapan Menteri Bahlil, warga Pulau Gag menangis, memohon agar kegiatan tambang tidak ditutup. Menurut mereka, tambang bukanlah ancaman, tetapi harapan.
“Semua masyarakat, dari anak-anak sampai orang tua, menangis saat bertemu Pak Menteri. Mereka minta agar tambang tidak ditutup,” ungkap Elisa.
Hal ini diamini oleh Bupati Raja Ampat, Orideko Iriano Burdam, yang menyatakan bahwa masyarakat di Pulau Gag justru merasa tambang adalah sumber penghidupan utama.
“Mereka tidak ingin tambangnya ditutup. Mereka butuh itu untuk menopang kehidupan,” kata Orideko.
Namun, ia juga menyampaikan pentingnya meningkatkan pengawasan, terutama pada aspek Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), agar aktivitas tambang tidak sampai mencemari kawasan wisata yang menjadi kebanggaan Raja Ampat.
“Kita jaga sama-sama Raja Ampat ini, jangan sampai promosi wisata rusak hanya karena informasi yang tidak benar. Kalau ada tambang, harus diawasi ketat supaya tetap lestari,” lanjutnya.
Suara Nelayan: “Air Laut Tetap Jernih, Ikan Masih Banyak”
Kesaksian langsung datang dari nelayan-nelayan lokal, seperti Fathah Abanovo (33) dan Lukman Harun (34). Mereka membantah keras bahwa aktivitas tambang merusak laut dan mengganggu hasil tangkapan.
“Kami tetap melaut seperti biasa. Ikan masih banyak. Bahkan kami bisa menjual hasil tangkapan ke perusahaan tambang,” ujar Fathah.
Menurutnya, PT Gag Nikel juga membantu masyarakat dengan menyediakan bahan bakar dan alat tangkap ikan. Hal serupa diungkapkan Lukman, yang menilai bahwa sejak kecil kondisi laut tidak berubah signifikan.
“Air tetap jernih, karang masih sehat, dan ikan-ikan karang masih jadi tangkapan utama. Jadi kalau ada yang bilang laut rusak, itu tidak benar,” tegasnya.
Latar Belakang PT Gag Nikel dan Penghentian Sementara
PT Gag Nikel merupakan pemegang Kontrak Karya Generasi VII No. B53/Pres/I/1998 yang diteken pada 19 Januari 1998. Sejak 2008, kendali penuh perusahaan berada di bawah PT ANTAM Tbk. Namun, beberapa waktu lalu, Menteri Bahlil sempat menghentikan sementara aktivitas operasi perusahaan ini menyusul laporan masyarakat tentang potensi kerusakan lingkungan.
Kebijakan itu kini tengah dievaluasi, dan suara masyarakat Pulau Gag akan menjadi pertimbangan utama pemerintah dalam mengambil keputusan ke depan.
Dilema di Ujung Timur Indonesia
Polemik tambang nikel di Pulau Gag menyisakan pertanyaan yang tidak mudah dijawab: Haruskah kepentingan pelestarian alam mengalahkan kebutuhan ekonomi masyarakat lokal? Atau mungkinkah keduanya berjalan beriringan?
Yang jelas, di ujung timur Nusantara ini, di tengah keindahan Raja Ampat yang memesona dunia, tersimpan kisah warga yang menggantungkan harapan pada tambang, dan pemerintah yang dituntut menjaga keseimbangan antara pembangunan dan keberlanjutan.
(K)
#TambangNikelRajaAmpat #RajaAmpat #BahlilLahadalia #PTGagNikel #MenteriESDM