Breaking News

Menteri LH: Sedimentasi Tambang Nikel Menyelimuti Terumbu Karang Raja Ampat

Menteri KLHK Hanif Faisol Nurofiq saat konferensi pers mengenai Raja Ampat, Papua, Minggu (8/6/2025).

D'On, Jakarta –
Surga bawah laut yang selama ini menjadi kebanggaan Indonesia dan dunia, kini menghadapi ancaman serius. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Hanif Faisol Nurofiq, mengungkapkan temuan mengkhawatirkan: sedimen dari aktivitas tambang nikel telah menutupi permukaan terumbu karang di Pulau Gag, Raja Ampat wilayah yang dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati laut dunia.

Pernyataan ini disampaikan Hanif dalam media briefing pada Minggu (8/6), setelah tim Kementerian LHK melakukan inspeksi langsung melalui pengamatan udara di lokasi tambang milik PT GAG Nikel (GN) pada 27–31 Mei 2025. Dalam presentasinya, Hanif menampilkan foto-foto udara yang memperlihatkan bayangan keruh di perairan biru kristal Raja Ampat indikasi nyata dari sedimentasi yang telah mencapai ekosistem karang.

“Dari pengamatan visual, kita melihat bahwa lapisan sedimen dari aktivitas tambang telah menutupi permukaan-permukaan koral. Walau ini baru pengamatan awal, perlu kajian lebih dalam karena ekosistem karang sangat rentan terhadap gangguan seperti ini,” jelas Hanif.

Meskipun belum dilakukan pengukuran kuantitatif secara menyeluruh, Hanif menyebut bahwa dampak visual pencemaran ini tidak bisa dianggap remeh. Raja Ampat adalah rumah bagi sekitar 75 persen spesies terumbu karang dunia, menjadikannya salah satu ekosistem laut paling penting dan paling rentan di bumi.

Namun kerusakan tidak berhenti di situ.

Konferensi pers mengenai Raja Ampat, Papua, Minggu (8/6/2025).

Ledakan Lumpur di Pulau Manuran: Kolam Endapan Jebol, Lautan Keruh

Di lokasi lain yang masih berada dalam gugus Raja Ampat, tepatnya di Pulau Manuran, kerusakan lingkungan terjadi akibat jebolnya kolam penampungan limbah (settling pond) milik perusahaan tambang nikel PT Anugerah Surya Pratama (ASP), perusahaan asal Tiongkok yang mengelola tambang di lahan seluas 746 hektare.

Perusahaan ini, menurut Hanif, menjalankan operasional tanpa sistem manajemen lingkungan yang memadai dan tanpa pengelolaan air limbah yang layak. Akibatnya, kolam limbah yang seharusnya menahan sisa proses tambang justru runtuh dan mencemari perairan pesisir.

“Tim kami menemukan kekeruhan yang luar biasa tinggi di sepanjang pantai Pulau Manuran. Ini jelas merupakan pencemaran lingkungan yang serius. Tidak ada sistem pengelolaan limbah, tidak ada kehati-hatian dalam pelaksanaan. Ini sangat memprihatinkan,” tegas Hanif.

Dalam salah satu foto dokumentasi yang ditunjukkan, terlihat air laut yang biasanya berwarna biru jernih berubah menjadi kecokelatan akibat aliran lumpur tambang. Situasi ini bukan hanya mengancam terumbu karang, tetapi juga biota laut lain yang sangat bergantung pada kejernihan air untuk bertahan hidup.

Langkah Tegas: Penyegelan Tambang, Seruan untuk Pertanggungjawaban

Sebagai respons atas kejadian ini, Kementerian LHK telah mengambil tindakan tegas dengan melakukan penyegelan lokasi tambang milik PT ASP di Pulau Manuran. Papan penyegelan telah dipasang, dan proses penegakan hukum mulai digerakkan.

“Kami sudah memasang tanda penyegelan. Ini bukan hal sepele. Pulau Manuran adalah pulau kecil dengan ekosistem yang sangat sensitif. Kegiatan pertambangan di sana dilakukan tanpa kehati-hatian, sehingga ada potensi kerusakan yang serius,” ujar Hanif.

Hanif menegaskan bahwa pemerintah tidak akan tinggal diam. Dalam waktu dekat, kajian komprehensif dan proses penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungan akan terus digalakkan. Ia juga meminta perusahaan-perusahaan tambang, terutama yang beroperasi di wilayah-wilayah sensitif seperti Raja Ampat, untuk menjalankan prinsip kehati-hatian dan tanggung jawab lingkungan yang tinggi.

Raja Ampat: Warisan Dunia yang Diambang Bencana

Raja Ampat selama ini dikenal sebagai permata ekologi dunia  sebuah gugusan kepulauan yang memiliki kekayaan laut tak tertandingi. Setiap gangguan terhadap lingkungan di wilayah ini adalah ancaman terhadap warisan biologis umat manusia.

Kerusakan terumbu karang bukanlah sekadar kehilangan estetika bawah laut. Terumbu karang adalah rumah, tempat berkembang biak, dan sumber makanan bagi ribuan spesies laut. Jika hancur, rantai ekosistem bisa runtuh, dan kehidupan masyarakat pesisir pun ikut terdampak.

Insiden ini menegaskan pentingnya kontrol ketat terhadap aktivitas tambang, terutama di wilayah yang secara ekologis sangat sensitif. Tindakan keras terhadap pelanggaran bukan hanya menjadi kebutuhan hukum, tetapi juga menjadi tanggung jawab moral terhadap masa depan bumi.

(K)

#TambangNikelRajaAmpat #RajaAmpat #Nasional #MenteriLH